12 February 2012

The Lovely Bones


Judul Buku: The Lovely Bones (Tulang-tulang yang Cantik)
Penulis: Alice Sebold (2002)
Penerjemah: Gita Yuliani K
Penyunting: Lanny Murtihardjana
Tebal: 440 hlm; 13,5 X 20 cm
Terbit: Cetakan 1, Juni 2008
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama



Sebuah Narasi Dari Alam Baka




Bagi seorang perempuan yang pernah diperkosa, pemerkosaan yang dialaminya tidak akan mungkin terlupakan seumur hidup. Pada usia 18 tahun, ketika baru tinggal di Syracuse untuk kuliah, Alice Sebold, penulis Amerika kelahiran Madison (Wisconsin) 6 September 1963, menjadi korban pemerkosaan. 

Tahun 1999, terbit buku pertama karya Sebold, sebuah memoar yang diberi judul Lucky. Dalam memoar ini, Sebold mengungkapkan pemerkosaan yang dialaminya. Tetapi belum cukup hanya membeberkan kasus pemerkosaan yang ia alami, Sebold memutuskan menulis novel di mana tokoh utamanya, seorang perempuan, menjadi korban pemerkosaan. Dan bukan hanya pemerkosaan, tokoh itu dibunuh dan dimutilasi. 
 
The Lovely Bones, demikian judul novel debutan Sebold. Terbit pertama kali tahun 2002, novel ini telah terjual lebih dari 4 juta kopi. Bahkan, novel ini telah diadaptasi ke dalam film berjudul sama yang dijadwalkan beredar tahun 2009. Dengan novel ini, Sebold berhasil memenangkan Book of the Year Award untuk fiksi dewasa dari American Booksellers Asssociation tahun 2003 dan Bram Stoker Award untuk Novel Perdana tahun 2002. 

Pada tanggal 6 Desember 1973, di Norristown (Pennsylvania, Philadelphia), Susie Salmon, 14 tahun, dalam perjalanan pulang dari sekolah menuju rumahnya. Ia mengambil jalan pintas dengan melintasi kebun jagung dan bertemu dengan tetangganya, George Harvey, lelaki kurang pergaulan yang bekerja sebagai pembuat rumah boneka. Susie tidak menyangka ia sedang berhadapan dengan seorang pembunuh berantai yang telah membunuh banyak anak perempuan dan seorang perempuan dewasa. Susie diperkosa, dibunuh, dimutilasi, kemudian jasadnya dibuang ke dalam lubang pembuangan yang berhubungan dengan sungai bawah tanah. 

Keluarga Salmon tidak tahu Susie telah tewas hingga siku lengan Susie ditemukan seekor anjing. Sayangnya, jasad Susie seutuhnya tidak ditemukan.

Tidak ada yang mencurigai Harvey, tidak ada bukti yang mengarah kepadanya. Apalagi, setelah Susie dipastikan mati, Harvey dengan berlagak tidak mengenal Susie, sok bersimpati pada keluarga Salmon. 

Dari akhirat, tempat tinggal Susie yang baru, ia melihat Harvey dengan geram. Namun, tidak ada yang bisa ia lakukan. Ia hanya bisa melihat kehidupan orang-orang di Bumi, kehidupan orang-orang yang pernah bersentuhan dengan hidupnya sebelumnya. 

Sambil mengamati kehidupan, menyentuh pikiran dan perasaan anggota keluarganya, teman-temannya, dan si pembunuh, Susie menyadari jika kasus pembunuhannya tidak akan bisa dipecahkan. Bahkan ketika waktu demi waktu berlalu dan bersama-sama keluarganya terluka dan tidak bisa melupakannya. Sempat suatu saat kecurigaan Jack Salmon, ayah Susie, mengarah kepada Harvey. Hanya, tidak ada bukti untuk membenarkan kecurigaannya. Bahkan, ia dianggap sakit karena bertindak gegabah. 

Hampir setahun berlalu, Harvey tetap hidup dengan nyaman sebagai tetangga keluarga Salmon. Meski tidak dapat berbuat apa-apa, kecurigaan Jack kepada Harvey tidak pernah melayu. Lindsey, adik Susie, mencoba menyusup ke dalam rumah Havey. Dan ketika tahu dirinya sudah dicurigai, Harvey meninggalkan rumahnya, meninggalkan Norristown. 

Dari alam baka Susie mengetahui siapa sebenarnya George Harvey. Ia bisa melihat kehidupan masa lalu laki-laki ini dan siapa saja yang telah menjadi korban perbuatannya. Ia juga melihat, waktu berlalu, dan keluarga orangtuanya berangsur berantakan. Ibunya, Abigail, terlibat perselingkuhan dengan detektif yang menangani kasus pembunuhannya, kemudian dengan frustrasi memutuskan meninggalkan keluarganya. 

Ketika Susie mati, impiannya hancur. Dia tidak bisa melanjutkan sekolah di tempat yang dia ingini, dia juga tidak bisa merasakan cinta yang ditawari Ray Singh. Tetapi ada satu orang yang menyadari kehadiran rohnya, seorang yang diserempet Susie ketika meninggalkan Bumi menuju akhirat. Ruth Connors, yang tekun menulis visi tentang kematian yang dilihatnya. Dan hanya Ruth-lah, tubuh Ruth-lah, yang bisa menolong Susie mewujudkan satu impian Susie yang tidak sempat terwujud dalam hidupnya di Bumi. 

Hingga akhirnya, seiring dengan berjalannya waktu, Susie lalu menyaksikan, keluarganya, meski tetap tidak bisa melupakannya, berhasil merangkai kembali hubungan, di antara mereka.  "Inilah tulang-tulang cantik yang bertumbuh selama ketidakhadiranku: hubungan –yang terkadang lemah, terkadang dibuat dengan pengorbanan besar tetapi sering hebat sekali- yang terjadi sejak kepergianku. Aku mulai melihat segalanya dari sisi yang membuatku menggenggam dunia tanpa kehadiranku. Peristiwa-peristiwa yang ditempa melalui kematianku hanyalah tulang-tulang sebuah tubuh yang suatu hari nanti akan menjadi utuh kembali. Harga yang mulai kulihat sebagai tubuh yang ajaib ini adalah kehidupanku. (hlm. 421). 

Lalu, apakah Susie bisa mendapatkan keadilan untuk apa yang telah George Harvey lakukan pada dirinya? Jawabannya berhubungan  dengan sebuah permainan lama  di alam baka, cara melakukan pembunuhan sempurna. Susie telah memutuskan, memilih untaian tetesan air membeku sebagai senjata untuk pembunuhan yang sempurna, senjata yang bisa mencair hingga habis. 

Isi novel yang diedisi-indonesiakan oleh Penerbit Gramedia Pustaka Utama ini dituturkan oleh Susie Salmon. Ketika cerita dimulai, Susie sudah mati dan berada di akhirat. Layaknya roh penasaran, Susie rindu bergentayangan di Bumi, menyesali kematian yang tidak ia inginkan, cintanya yang belum sempat mekar, dan si pembunuh yang lolos dari jerat hukum. Pembaca akan digiring untuk merasakan ketidakberdayan Susie, bagaimana Susie ingin memberitahukan siapa pembunuh dan di mana jasadnya dibuang, tetapi tidak mampu melakukannya. Juga bagaimana perasaan Susie ketika melihat keluarganya tidak bisa menanggung duka karena kehilangannya dan berujung pada berantakannya perkawinan orangtuanya. Padahal, ia tahu, dengan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, dengan ditemukannya jasadnya, barangkali keluarganya akan bersatu mengumpulkan kekuatan mengatasi kesedihan. 

Membaca kisah Susie membuat saya teringat pada film fenomenal berjudul Ghost yang dibintangi Patrick Swayze dan Demi Moore. Tentu saja posisi keberadaan si roh dalam novel ini dan film Ghost berbeda. Susie, dalam novel, sudah berada di akhirat, tetapi Patrick Swayze dalam Ghost masih gentayangan di dunia. Tetapi membaca perasaan dan pikiran Susie, bagi saya, tidak jauh berbeda dengan menyaksikan betapa tidak mampunya Swayze mengatakan pada kekasihnya siapa pembunuhnya –yang sama-sama mereka kenal, betapa sedih dirinya melihat kedukaan yang terus menggelayuti hati kekasihnya, dan betapa rindunya dia menyentuh bahkan memeluknya seperti ketika mereka masih bersama.

Karena Susie menyampaikan narasinya dari akhirat, maka Sebold menciptakan akhirat versinya sendiri. Olehnya, akhirat menjadi tempat yang cukup menarik, dengan rumah bertingkat sebagai tempat tinggal, gedung SMA, toko es krim yang selalu menyediakan jenis es krim yang kauinginkan, surat kabar yang memuat kehidupan para penghuninya, dan gazebo tempat Susie bisa mengamati kehidupan di Bumi. Akhirat versi Sebold juga menyediakan seorang pembimbing dan teman sekamar untuk anggota baru.

Dari akhirat versi Sebold inilah Susie berkisah dalam kurun waktu hingga 10 tahun lebih setelah kematiannya, tidak hanya menggunakan alur maju, sesekali Susie menggunakan kilas balik, untuk melihat dan menceritakan kenangan-kenangan yang pernah ia alami sebelum kematiannya. Karenanya, kisah tragis Susie yang lumayan mencekam dengan bersitan sedikit ketegangan akan terasa mengalir dengan gemulai, terus-menerus membuat pembaca bertanya bagaimana penulisnya memilih akhir yang layak bagi Susie. Yang sudah pasti, Susie tidak akan dikembalikan ke Bumi dari Alam Baka.  

Ketika Susie masih kecil, Jack Salmon suka mendudukkan Susie di pangkuannya, lalu mengamati bola kaca berisi air dan salju-saljuan. Di dalamnya terdapat seekor pinguin, sendirian, dan membuat Susie khawatir. Ketika Susie memberitahukan kekhawatirannya kepada ayahnya, Jack Salmon berkata, "Jangan cemas, Susie; hidupnya nyaman di sana. Ia terjebak dalam dunia yang sempurna." (hlm. 7). Pada akhirnya, pembaca bisa memahami, Susie menerima takdirnya dengan hati lapang. Ia bisa hidup nyaman di Surga dan seperti pinguin dalam bola kaca, ia, pasti, berada dalam dunia yang sempurna.

2 comments:

Aksiku - Toko Buku Bekas Online said... Reply Comment

Misiii, mau nawarin novel the lovely bones ini, jika ada yang minat, silahkan kunjungi kami di www.aksiku.com - toko buku bekas online.

Novelnya ada dilink ini: http://www.aksiku.com/2014/03/jual-novel-lovely-bones-tulang-tulang.html

Trims Min.

al-Fihri said... Reply Comment

Barusan nonton di HBO.

Tegang bangetttttt

Post a Comment

Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan