07 February 2012

The Remains of the Day


Judul Buku: The Remains od the Day
Penulis: Kazuo Ishiguro
Penerjemah: Femmy Syahrani
Cetakan: 1, Januari 2007
Penerbit: Hikmah (PT Mizan Publika)




Setelah sekitar 18 tahun diterbitkan untuk pertama kalinya di Inggris, akhirnya novel The Remains of the Day karya Kazuo Ishiguro yang menjadi pemenang Booker Prize tahun 1989 diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa Indonesia. Femmy Syahrani yang pernah menerjemahkan Tsotsi (Bentang Pustaka, 2006) menyulih karya penulis berdarah Jepang ini ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Puing-Puing Kehidupan.

Inilah sebuah karya modern tentang kehidupan masa lalu yang terjadi di Inggris mengambil lokasi utama sebuah rumah kuno bernama Darlington Hall. Cerita digiring keluar dari rumah tersebut pada tahun 1956 dan melalui Stevens sebagai narator digerakkan pulang-pergi ke sekitar 30-an tahun sebelumnya. Saat cerita dimulai, Darlington Hall telah beralih kepemilikan dari keluarga bangsawan Darlington kepada John Farraday, seorang pria Amerika. 

Atas saran Farraday dan keingintahuan misteri kehidupan di balik surat dari Kenton, bekas pengurus rumah tangga Darlington Hall, Stevens melakukan perjalanan mengelilingi pedesaan Inggris dengan tujuan akhir bertemu Kenton. Stevens mengira Kenton yang berpuluh tahun lalu meninggalkan Darlington Hall untuk menikah tidak bahagia dan ingin kembali bekerja di Darlington Hall. Kebetulan saat itu Stevens mulai menemukan kesalahan-kesalahan dalam pekerjaanya. Dia berharap kehadiran Kenton akan membantu memberikan solusi.

Dalam perjalanan Stevens, kejadian-kejadian masa lalu yang berfokus pada seputar aktivitas Lord Darlington yang merambah wilayah politik  disingkap. Diceritakan bahwa banyak keputusan politik dibicarakan dan diputuskan di Darlington Hall. Sebagai kepala pelayan di Darlington Hall, walau tidak terlibat, Stevens merasa bangga karena mengetahui sepotong-sepotong pembicaraan para orang terpandang. Dari cerita Stevens juga tersingkap bahwa hubungan Lord Darlington dengan orang-orang Jerman yang terlibat Nazi akhirnya menjatuhkan martabat  Lord Darlington yang menurut Stevens sesungguhnya orang yang baik.

Kendati Stevens cukup banyak memberikan porsi pada kehidupan politik Lord Darlington dalam tuturannya, tetapi bukan itu sebenarnya yang menjadi inti pembicaraan Stevens. Stevens menceritakan seputar kehidupan Lord Darlington hanya untuk membeberkan kepada pembaca bahwa dengan menjadi kepala pelayan di Darlington Hall dia telah masuk dalam sebuah kelas terpandang Inggris (bahkan dunia) tempat martabatnya menjulang karena pengabdian yang dilakukannya. Bahkan demi martabatnya sebagai seorang kepala pelayan Inggris yang sebenarnya terkesan sangat kaku dan menggelikan, Stevens mengabaikan ayahnya, yang adalah salah satu stafnya, pada detik-detik terakhir kehidupan sang ayah.

Lebih jauh lagi, Stevens bahkan tidak mengenal cinta seorang perempuan dalam hidupnya gara-gara ambisi menjadi kepala pelayan bermartabat tinggi. Stevens telah menjadi lelaki tumpul kendati diam-diam Kenton mencintainya dan ingin membuatnya menjadi lebih manusiawi. Pada saat Kenton harus membuat keputusan terpenting dalam hidupnya, dia berupaya memberi tanda pada Stevens betapa dia mencintai laki-laki ini, tetapi si pengejar martabat tidak memahaminya. Baru menjelang pertemuan kembali dengan Kenton setelah berpisah puluhan tahun, Stevens menyadari kalau Kenton sesungguhnya mencintainya. Saat itu tentu saja Kenton bukan lagi seorang gadis pelayan, tetapi istri seorang laki-laki dan calon nenek bagi cucu-cucunya. Stevens juga sudah tua. Terbersit harapan di hati Stevens untuk membawa Kenton kembali ke Darlington Hall. Tetapi apakah Kenton benar-benar tidak bahagia seperti kesan yang ditangkap Stevens lewat surat terakhir perempuan itu? Atau hanya pikiran seorang laki-laki tua yang tidak berkembang karena tidak pernah mengenal cinta seorang perempuan dalam hidupnya dan merasakan romantika sebuah pernikahan?

Pertanyaan yang tersisa setelah membaca novel ini mungkin berada pada pertanyaan yang dilontarkan Kenton pada halaman 323 : "Anda sendiri bagaimana, Mr. Stevens? Apa yang menanti Anda di Darlington Hall di masa depan?" Pertanyaan telak yang dijawab Stevens dengan dangkal. Kerja, kerja, dan kerja lagi. Jawaban Stevens mungkin akan membuat miris pembaca yang berhati peka.

Keunikan novel ini adalah pengarang bukan seorang Inggris yang menceritakan kehidupan khas Inggris. Kazuo Ishiguro adalah penulis laki-laki kelahiran Nagasaki, Jepang, yang pindah ke Inggris pada usia 5 tahun. Antara lain dia telah menulis novel-novel seperti A Pale View of Hills (1982), An Artist of the Floating World (1986), The Unconsoled (1995), When We Were Orphans (2000) dan Never Let Me Go (2005). The Remains of the Day yang diterbitkan pertama kali tahun 1989 adalah salah satu buku laris yang telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa dan telah terjual sejuta lebih eksemplar dalam bahasa Inggris saja. Novel ini telah difilmkan dan dibintangi Anthony Hopkins sebagai Stevens dan Emma Thompson sebagai Kenton. Untuk upaya Kazuo Ishiguro dalam bidang sastra dia telah menerima lencana Order of the British Empire pada tahun 1995 dan tanda jasa Chevalier de L'Ordre des Arts et des Lettres pada tahun 1998.

Keunggulan edisi Indonesia ini adalah terjemahan yang bagus, kemasan yang baik dengan jenis huruf yang enak dibaca dan jelas. Mungkin ceritanya akan terkesan membosankan bagi sebagian orang. Tetapi bagi pencinta sastra novel ini adalah salah satu karya yang menawan dari dunia masa lalu Inggris yang dijahit oleh penulis masa kini.

2 comments:

Unknown said... Reply Comment

saya sedang mencari buku ini, dimana ya saya bisa dapatkan?

Cerita Romantis said... Reply Comment

Salah satu novel terbaik yang pernah saya baca. Terjemahannya juga bagus.

Post a Comment

Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan