Judul Buku : Boy Meets Girl
Penulis : Meg Cabot
Penerjemah : Indah S. Pratidina
Tebal: 496 halaman
Cetakan: 1, Desember 2006
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Chicklit (Chick Literature) yang diartikan sebagai 'bacaan cewek' memang oleh penerbitnya ditujukan kepada wanita muda yang konon cerdas, mandiri, berani, dan jujur pada diri sendiri. Chicklit merupakan sajian dengan gaya bahasa populer, santai, konyol, dan cerdas (konon). Bagi saya ini cuma masalah marketing belaka, masalah STP. Dan chicklit menyasar wanita dengan karakteristik seperti dikatakan tadi. Walaupun sudah disegmentasi sedemikian rupa, tentu saja konsumen produk bisa berkembang. Sebagai contoh novel Harry Potter sebelumnya menargetkan pembaca dewasa, tetapi nyatanya berkembang ke berbagai usia, pria atau wanita.
Tidak
dapat disangkal bahwa nyaris semua chicklit adalah karya stereotip,
sehingga problematika yang ada di dalamnya hampir sama semua. Umumnya perempuan
lajang kosmopolitan, punya karier, dan memiliki masalah dengan
percintaan. Demikian juga Boys Meet Girls (Perang Melawan Bos).
Tapi, di tangan Meg Cabot sajian stereotip bisa berbeda. Meg tidak menggunakan teknik penyajian dengan gaya
yang sudah sangat biasa. Meg menggunakan segala media yang bahkan
terkesan remeh untuk menjadi areal eksplorasinya. Pertama kali saya
membaca karya Meg yang menceritakan problematika wanita dan pria dewasa
adalah buku yang berjudul The Guy Next Door (Pria Idaman di Sebelah Rumah). The Guy Next Door
di tangan Meg menjadi sangat menarik karena cerita dan plot dirajutnya menggunakan e-mail (yang kemudian diimitasi penulis lain).
Dalam berkarya Meg
Cabot yang bernama lengkap Meggin Patricia Cabot sering
juga menggunakan nama Patricia Cabot atau Jenny Caroll. Meg telah
menulis banyak novel remaja dan dewasa dengan tokoh utama cewek.
Cerita-ceritanya bukan cerita yang rumit dan bikin kening mengerut. Tapi dia memiliki kelebihan dalam bertutur. Hal itu membuat
tulisannya berkesan istimewa misalnya dibanding dengan karya Sophie
Kinsella (saya pernah memulai baca salah satu novel Kinsella dan tidak
pernah menuntaskan sampai saat ini). Di tengah ingar-bingar dunia chicklit,
sudah seharusnya untuk menghindari kebosanan pembaca,
penulis-penulisnya mengembangkan cerita dengan cara berbeda, dan Meg
berhasil mengeksekusi dengan baik.
Saya tidak yakin kalau Meg secara pribadi menyasarkan karyanya "hanya untuk cewek". Jika memperhatikan The Guy Next Door dan Boy Meets Girl, sesungguhnya Meg mempersembahkan karyanya untuk Benjamin, suaminya, yang sudah pasti seorang laki-laki.
Pada dasarnya Boy Meets Girl
adalah kumpulan remah-remah yang kerap tidak kita pikirkan. Semuanya
diangkat Meg dan disodorkan kepada kita dengan cara yang mengejutkan. Boys Meets Girl adalah kumpulan instant message, e-mail, transkrip pembicaraan, laporan kejadian, voice mail,
pesan telepon, daftar menu, struk belanja, jurnal, deposisi, memo,
surat dan resep masakan yang dirangkai membentuk alur yang akan tercipta
dengan sendirinya di benak pembaca. Tidak ada transisi adegan yang
jelas layaknya novel biasa. Tapiuniknya, cerita mengalir dengan
jelas, khas, gurih, dan renyah.
Boys Meets Girl juga diterjemahkan oleh Indah Pratidina dengan bahasa populer yang
sangat pas. Kekocakan disemir bagaikan selai lezat di sepanjang cerita,
awal hingga akhir. Tatkala membaca, kita bisa menemukan pergulatan dan
masalah kehidupan para tokoh, sifat-sifat dan keinginan-keinginan
mereka dengan jelas. Dan karena disampaikan dengan cerdas-konyol, kita
akan tertawa selama pembacaan.
Semua
berawal dari Ida Lopez, petugas troli sajian pencuci mulut Craft Food
Services di koran-foto The New York Journal. Ida tidak mau menambahkan
pai buatannya untuk Stuart Hertzog, konsultan legal The New York
Journal, dari Hertzog Webber dan Boyle. Celakanya, Stuart adalah
tunangan Amy Jenkins, direktur SDM, sang PTK (Penguasa Tirani Kantor)
bagi orang-orang di sekelilingnya. Ida harus dipecat dan tugas
memecatkan Ida dimandatkan Amy kepada Kate Mackenzie, cewek lajang 25 tahun,
penggemar ayam saus bawang dan Alyssa Milano, dan baru putus dari teman
kumpul kebonya, Dale Carter -perwakilan personalia divisi SDM.
Ida
menggugat keputusan pemecatan itu meskipun tidak menyalahkan Kate yang
sangat disayanginya. Lucunya yang menjadi pengacara Ida untuk
menggugat The New York Journal seharusnya Stuart Hertzog. Stuart
mengalihkan kewajibannya kepada adiknya, Mitchell Hertzog yang tidak
akur dengan dia. Mitch adalah cowok 29 tahun, cakep dan baik hati. Di sinilah Kate
dipertemukan dengan Mitch. Sama-sama saling tertarik kendati pada
awalnya sama-sama tidak menyukai pekerjaan satu sama lain.
Meg
Cabot mengelaborasi dengan wajar tak berlebihan apalagi cengeng romansa yang berkembang di sela-sela perang melawan sang bos tiran, Amy Jenkins
(dan kekasihnya Stuart yang menyebalkan) dan masalah keluarga Hertzog.
Perhatikan kenakalan Meg menggambarkan sifat sombong dari Amy dan
Stuart ketika mereka mengirim e-mail yang terasa menggelikan.
Perhatikan juga tokoh-tokoh yang diselipkan Meg Cabot untuk membumbui
novelnya. Dale Carter, Ida Lopez, Stacy Trent, Dolly Vargas, Janice
Hertzog atau Sean, dan Vivica (yang juga tampil di The Guy Next Door) adalah pribadi-pribadi konyol yang memoles kisah di dalam novel ini.
Sesungguhnya
Meg sangat berhasil mengalirkan ceritanya menggunakan apa saja
yang dia inginkan. Yang jadi masalah justru adalah saat Meg memakai
jurnal Kate saat bercerita. Bagaimana mungkin Meg menggambarkan Kate
yang lagi kencan dengan Mitch seolah-olah saat bersamaan Kate tengah
menulis jurnal? Lalu, walau isi jurnal Kate berantakan pada saat Kate
mabuk, apa bisa orang mabuk terpikir untuk mengisi jurnal? Selain itu,
dalam novel Meg ini seolah-olah tokoh-tokohnya tidak pernah sempat
mengangkat telepon.
Tetapi secara keseluruhan membaca Boy Meets Girl memiliki keasyikan sendiri. Ringan dan pasti tidak akan membuat kita kebingungan memecahkan misteri.
0 comments:
Post a Comment