Judul Buku: Hubbu
Penulis : Mashuri
Tebal : 246 hlm; 13,5 X 20 cm
Cetakan: 1, Agustus 2007
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Dari 249 naskah yang diikutkan dalam Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2006, oleh 3 juri (Apsanti Djoko Sujatno, Ahmad Tohari, dan Bambang Sugiharto), diputuskan Hubbu karya Mashuri yang juga dikenal sebagai penulis puisi -antara lain telah menerbitkan antologi puisi bertajuk Ngaceng (2007)), sebagai pemenang pertama. Hubbu mengalahkan 248 naskah lainnya dan berhak atas hadiah utama, 20 juta rupiah.
Hubbu
berangkat dari kehidupan seorang santri bernama asli Abdullah Sattar
dan dikenal dengan nama Jarot. Dari namanya, telah bisa tercium
bagaimana penulis ingin menampilkan kehidupan tokoh ini yang selalu
dalam keadaan terbelah. Oleh Mbah Adnan, ia diberi nama Abdullah Sattar
dengan harapan bisa seperti sufi pendiri Tarekat Sattariyah itu, tapi
juga dipanggil Jarot, pecundang dan suka bermain api. Setelah masuk
sekolah, selain belajar di Sekolah Arab, ia juga belajar di Sekolah Jawa
(sekolah negeri). Minat Jarot pun berkembang, tidak hanya pada
ilmu-ilmu agama, tapi juga ilmu-ilmu Jawa, sehingga selain belajar dari
Mas Amin, ia juga belajar dari Wak Tomo.
Keterbelahan
Jarot tentu saja tidak lalu diterima keluarganya yang religius. Tapi,
kendati ditentang karena ilmu-ilmu Jawa dipandang berseberangan dengan
Islam, Jarot tetap terbelah sebagai manusia religius tapi juga
penggemar klenik. Bukan hanya itu, Jarot juga terbelah sebagai manusia
yang mencoba hidup secara islami tapi juga mencicipi hidup yang tidak
islami, seperti pacaran dan bergaul intim dengan lawan jenisnya.
Pola
hidup terbelah ini terbawa terus sampai Jarot memutuskan meninggalkan
kampungnya dan kuliah di Surabaya. Kehidupan semacam ini akhirnya
menjerat Jarot dalam dosa perzinahan yang benar-benar memutuskan
hubungannya dengan Desa Alas Abang dan melantakkan harapan yang
diletakkan padanya. Dosa perzinahan yang terjadi berbarengan dengan
keputusan Jarot untuk mengajarkan tentang Tuhan pada seorang perempuan
yang berbeda keyakinan dengannya.
Jarot
adalah harapan Alas Abang untuk menjadi pemimpin pesantren warisan
Mbah Kiai Adnan. Setelah Mbah Adnan mangkat, untuk sementara sambil
menunggu Jarot dewasa, Mas Amin terpilih sebagai pemimpin. Tapi dengan
berangkat ke Surabaya, Jarot melarikan diri dari tanggung jawab yang
diharapkan bisa diembannya sebagai orang terpilih. Bahkan setelah
mengetahui ada masalah di pesantren, Jarot tidak juga memutuskan
mengambil alih kepemimpinan pesantren. Sempat terlintas dalam benaknya
untuk pulang ketika terbeban dengan sebuah kejadian yang menimpa
sepasang sahabatnya. Tapi setelah solusi muncul, ia tetap di Surabaya
melanjutkan kuliah. Dan setelah kuliahnya usai, ia justru benar-benar
tidak bisa kembali lagi ke Desa Alas Abang.
Novel
ini dibuka dengan sebuah prolog yang oleh Mashuri dilabeli sebagai
Prawayang, merupakan isi lontar dari Wisrawana kepada ayahnya, Begawan
Wisrawa, yang bermuatan Sastra Gendra. Setelah prawayang, kisah
digulirkan dalam tiga bagian yang diberi judul Sihir Masa Lalu, Persimpangan, dan Lompatan Waktu.Dua
bagian pertama berisi kisah Jarot pada masa ia masih hidup, sedangkan
bagian ketiga pasca meninggalnya Jarot. Tapi, seluruh kisah tetap
merupakan kisah Jarot. Kalau bagian pertama sebagian besar berisi kisah
masa lalu dan bagian kedua berisi kisah masa sekarang dalam kehidupan
Jarot, bagian ketiga, seperti judulnya, mengisahkan cerita berlatar
tahun 2040, bertahun-tahun kemudian setelah kisah pada bagian kedua.
Latar
masa depan dalam bagian ketiga tidak dimaksudkan untuk menceritakan
kisah futuristik seperti yang kita bisa baca di novel-novel sci-fi.
Karenanya, Mashuri melewatkan deskripsi latar yang lebih mungkin pada
saat itu. Pemilihan tahun 2040 ini jelas dimaksudkan untuk
mempertahankan kelogisan cerita dari segi usia karakter dalam bagian
ketiga ini (Aida). Hal ini akan mempertanyakan pemakaian latar waktu
masa kini dalam kehidupan Jarot (akhir tahun 1995 dan seterusnya).
Rupanya hal ini berhubungan dengan gurit Sastra Gendra karya Budi Palopo yang (benar-benar) dimuat di Jaya Baya pada 18 Oktober 1994 dan bisa ditemukan dalam Gurit Rong Puluh: kumpulan dua puluh geguritan
(Dewan Kesenian Surabaya, 1995). Dalam bagian ini, selain akan
mengikuti kisah hidup putri Jarot, kita juga akan menemukan apa yang
terjadi pada sisa hidup Jarot setelah bab kedua berakhir.
Membaca Hubbu,
kita akan menikmati berbagai sudut pandang dan gaya bertutur. Tapi,
walau terkesan acak, teknik variatif ini sama sekali tidak membuat alur
ceritanya menjadi kacau. Alur tetap dapat diikuti dan dirangkai
pembaca dengan padu. Ini membuat Hubbu tampak berbeda, meskipun teknik
penceritaan yang digunakan sebenarnya bukanlah hal yang baru. Beberapa
teknik dalam Hubbu antara lain bisa ditelusuri dalam Dadaisme
(Dewi Sartika, pemenang 1 Sayembara Novel DKJ 2003). Khusus untuk
sudut pandang penceritaan yang variatif, sah-sah saja selama penulis
tetap konsisten pada 1 perspektif penceritaan selama menyampaikan satu
bagian cerita. Terasa janggal ketika narator orang pertama bertutur
secara maha tahu seperti pada halaman 75 - 78.
Konflik berlatar dunia pesantren terbilang menarik karena langka digarap dalam novel Indonesia kontemporer. Dan
menjadi lebih menarik ketika penulis memunculkan Aida, putri Jarot
yang diharapkan bisa menjadi 'Gunawan Wibisana' bagi Abdullah "Wisrawa"
Sattar. Saya kira tidak asal saja Mashuri menampilkan anak Jarot
sebagai seorang perempuan, dan bukan laki-laki. Pesantren membutuhkan
seorang pemimpin. Kendati digadang menjadi pemimpin pesantren, Jarot
tidak pernah melunaskan harapan. Dan seperti pada pohon silsilah yang
dilihat Aida pada akhir novel, nama Aida tertera sebagai orang terpilih.
Bukankah itu berarti Aida merupakan calon pemimpin pesantren? Hal ini
tampak dari ungkapan Aida ikhwal rahasia yang ia temukan pada puncak
muhibahnya di Jawa:
"Aku
tahu, kenapa beban ayah terasa demikian berat, bahkan untuk kesalahan
yang tidak dilakukannya. Beban itu kini beralih ke pundakku, sebuah
beban yang tak bisa dipindah ke pundak orang lain. Sebuah lingkaran
'takdir' yang begitu sulit untuk dihindari, tetapi harus diterima
dengan sepenuh hati. Lingkaran takdir yang sudah menyatu dengan darah." (hlm. 234).
Hal
menarik lainnya dalam novel ini adalah pemberian judul menggunakan
bahasa Arab yang berarti cinta. Meski kita bisa menemukan taburan cinta
di bagian-bagian novel, pemberian judul yang manis ini menimbulkan
pertanyaan. Hal ini tentu saja wajar mengingat tidak ada keterangan
apa-apa soal Hubbu dalam novel ini (saya sendiri
menemukan arti hubbu di situs Gramedia saat buku ini baru terbit). Cinta
yang manakah yang dimaksud Mashuri? Dan seberapa signifikan cinta yang
dimaksud mempengaruhi keseluruhan isi novel sehingga layak dijadikan
judul?
Akhirnya, saya melihat Hubbu
berbicara tentang pilihan dalam hidup. Hidup Jarot menjadi
kontradiktif karena ia tidak bisa menentukan pilihan. Sebagai manusia,
yang dianugerahi kekuatan memilih, ia tidak bisa menentukan dengan
tegas, menjadi Abdullah Sattar atau Jarot. Ia tidak bisa memilih,
ilmu-ilmu agama atau ilmu-ilmu nalar. Dan yang terutama, ia tidak bisa
memilih untuk benar-benar hidup secara islami atau tidak. Inilah yang
menyebabkan ia meninggalkan Desa Alas Abang dan tidak pernah tergerak
untuk menjadi pemimpin pesantren warisan.
Dan
dengan ketidakmampuannya memilih, Jarot akhirnya terjebak. Coba simak
pola hidup Jarot yang digambarkan Mashuri. Ia dikenal memahami agama
dengan dalam, bahkan diyakini dikaruniai laduni, tanpa
belajar sudah bisa menguasai ilmu-ilmu agama. Jarot –dengan
kesombongannya- meyakini kemampuannya, seperti yang terlihat dalam
usahanya mengajarkan tentang sisi universalitas ketuhanan demi
mengembalikan rasa ketuhanan Agnes yang terguncang (hlm. 168). Tapi
cara hidupnya tidak selaras dengan agama yang ia anut. Memeluk
Istiqomah, tidur sekamar dengan Puteri, berdua-duaan dalam kamar dengan
Agnes yang bukan hanya berbeda jenis kelamin tapi juga keyakinan. Dan
lihat akhirnya, Jarot terlibat persetubuhan dengan Agnes. Setelah
meniduri Agnes, baru ia sadar akan pola kehidupannya. "Aku baru merasa bisa, belum bisa merasa,"
akunya. Ia tidak berbeda dengan Begawan Wisrawa yang diceritakan dalam
lontar Lokapala. Pada titik ini, akhirnya Jarot mesti memilih. Sebuah
pilihan yang mempengaruhi nasib pesantren warisan Mbah Kiai Adnan,
memberi jawaban atas pertanyaan Aida: Benarkah sebuah
pilihan kadang mengandung risiko untuk orang lain, bahkan untuk satu
warisan yang demikian berharga dan telah mengantar si empunya dalam
penghargaan tak terkira? (hlm. 205).
Tapi
di ujung keterpurukan hidupnya, Jarot menemukan titik persinggungan
antara Jawa dan Islam yang ada dalam wayang kulit, keseimbangan hijaiyah dan hanacaraka, dalam kehidupan Begawan Wisrawa, melalui pengalaman hidup yang dikatakannya sebagai "kekonyolan yang patut aku sesali seumur hidup, bahkan sampai mati nanti" (hlm. 168). Itulah Sastra Gendra.
Pada pembacaan pertama, saya tersendat menikmati Hubbu. Sejatinya Hubbu
dibuka secara menarik. Prawayang yang disajikan Mashuri sungguh
menerbitkan rasa ingin tahu karena cukup unik. Tidak menjabarkan kisah
wayang secara biasa, tapi melalui penuturan salah satu tokoh wayang
kepada tokoh wayang yang lain, dalam bentuk surat. Tapi memasuki bagian
satu, dengan arah cerita yang masih kurang jelas dan terutama
gaya bertutur yang kurang menarik –agak cerewet kendati tidak
dibutuhkan, termasuk penggunaan kata yang tidak efektif yang berdampak
tidak enak dibaca- saya tersendat menikmatinya. Kisah Hubbu kembali terasa menarik ketika tiba di bagian ketiga, Lompatan Waktu.
Mungkin karena bagian ini menjadi juru kunci novel. Penulis tidak
hanya melakukan lompatan waktu yang cukup mengagetkan, tapi juga
melakukan lompatan dalam plot. Ia tidak hanya berhasil menyimpul plot,
tapi juga memberikan perenungan tentang eksistensi kepemimpinan
perempuan dalam dunia pesantren.
Sebuah novel yang cukup menarik, tidak luar biasa, tapi akhirnya masih bisa dinikmati. Setidaknya, menurut saya.
1 comments:
Pengakuan tulus dari pak wawang dari bali
kemarin saya hampir pinsang
atas angka yang diberikan AKI DARMO
kemarin saya menang 200.juta
atas kemenangan TOGEL putaran
TOTO 4D ini semua bantuan
AKI DARMO baru kali ini
saya merasakan yang namanya
kemenangan hutang2
saya semua pada lunas dan
saya ada rencana membuka
usaha
sekali lagi terima kasih
banyak AKI DARMO bagi saudarah2
ingin merubah nasib seperti saya
terutama yang punya hutang
sudah lama belum terlunasi
ini solusi yang sangat tepat
jangn buan kesempatan karna
kesempatan tidak akan datang kedua kali
lansung hubungi AKI DARMO
di nomor hp: (-082-310-142-255)
ini kisah nyata dari saya
tampah rekayasa atau silahkan
anda buktikan sendiri..
BUTUH ANGKA GHOIB HASIL RITUAL
AKI DARMO DI JAMIN 100% TEMBUS
angka:GHOIB: singapura
angka:GHOIB: hongkong
angka:GHOIB; malaysia
angka:GHOIB; toto magnum
angka:GHOIB; laos?
angka:GHOIB; macau
angka:GHOIB; sidney
angka:GHOIB: vietnam
angka:GHOIB: korea
angka:GHOIB: brunei
angka:GHOIB: china
angka:GHOIB: thailand
DAN LAIN-LAINNYA ATAU KETIK http//suhuacay.blogspot.com
Post a Comment