10 February 2012

Joker (Ada Lelucon di Setiap Duka)


Judul Buku: Joker (Ada Lelucon di Setiap Duka)
Penulis: Valiant Budi Yogi
Editor: Windy Ariestanty
Tebal: viii + 216 hlm; 13 x 19 cm
Cetakan 1, 2007
Penerbit: GagasMedia

 

Sempurna bukan berarti gak ada cacat. Kita sebagai manusia terlalu sibuk membuat patokan sempurna, terlalu sibuk membuat pagar-pagar standar, jadinya segala sesuatu yang nggak sesuai dengan patokan dan pagar-pagar tadi, kita anggap cacat dan di bawah standar. Justru adanya cacat lah yang membuat sesuatu itu begitu sempurna. (Brama, hlm. 73)



Kisah tentang kepribadian terbelah selalu menarik untuk disimak baik yang disusun dari kejadian nyata atau sekadar fiksi yang menggunakan kejadian nyata sebagai sandaran estetiknya. Sybil (Sybil, Flora Rheta Schreiber) dan Billy (The Minds of Billy Milligan & The Milligan Wars, Daniel Keyes) adalah contoh manusia berkepribadian terbelah yang benar-benar hidup. Jika Sybil memiliki 16 kepribadian, Billy memiliki 24 kepribadian. Sydney Sheldon pernah menjadikan kepribadian terbelah sebagai tema dalam novelnya yang bertajukTell Me Your Dreams. Tema sejenis juga sering dijadikan film. Bukan hanya dalam perfilman Holywood. Dalam perfilman Indonesia tema kepribadian terbelah bisa disaksikan dalam Belahan Jiwa garapan Sekar Ayu Asmara. 

Valiant Budi Yogi, kelahiran Bandung 13 Juni 1980, rupanya tertarik mengusung tema yang sama dalam novelnya yang diberi judul Joker, dengan sub judul Ada Lelucon di Setiap Duka. Lelaki yang saat menulis novel ini bekerja sebagai Creative Program Director Radio OZ Bandung menghadirkan kepribadian ganda menggunakan Bandung dan dunia radio sebagai latar.

Dikisahkan bahwa Brama meninggalkan Jakarta dan pergi Bandung untuk mengejar cinta Mauri Lonina. Karena Mauri mengambil kuliah di Bandung, Brama memutuskan kuliah di Bandung. Ketika Mauri menjadi penyiar radio White Wheel, Brama nekat melamar jadi penyiar di tempat yang sama dan diterima. 

Sesungguhnya Mauri sendiri senang dijadikan target obsesi cinta Brama –bahkan diam-diam memiliki perasaan yang sama dengan Brama. Tapi yang tampak di mata Brama justru Mauri menyukai Roman, drummer band Kecoak Terbang yang pernah diwawancara Brama dalam siaran radio. 

Di radio White Wheel, ada juga seorang gadis bernama Alia. Brama dan Alia sering bertukar gagasan dan argumen. Dalam masalah seksual, untuk memuaskan gairah seksualnya Brama melakukan secara otonomi, sedangkan Alia melampiaskan langsung pada lelaki chubby yang disukainya. Antara lain obyek seksual Alia adalah Dimas, anak pemilik kos, dan Akhsan, program director radio White Wheel yang terkenal dengan ungkapan "penyiar goblok/tolol'-nya. Namun Alia juga memiliki hasrat terpendam pada Roman, si drummer band Kecoak Terbang. Ketika Brama berusaha meraih cinta Mauri, Alia tak segan mengusiknya. Hal ini membuat Brama jengkel, terlebih lagi perilaku seksual Alia yang bebas merdeka. Brama ingin menjauhi gadis ini. Alia sepakat akan menjauhi Brama asalkan Brama benar-benar mendapatkan Mauri sementara ia sendiri memperoleh Roman.

Pada saat yang sama dengan pengejaran cinta Brama, Mauri berniat membuat portofolio lengkap dengan foto-fotonya yang diambil dari berbagai angle. Tapi karena hasil pemotretan tidak sesuai yang diharapkan, Mauri menerima usulan Joseph, temannya, untuk menguntitnya dalam beberapa kesempatan dan mengambil fotonya. Pada saat membuntuti Mauri dan mengambil foto-foto yang diperlukan, Joseph menemukan sebuah rahasia gelap yang bakal mengagetkan banyak orang. 

Perjuangan Brama sendiri akhirnya membuahkan hasil. Pada suatu kesempatan, jalan masuk ke dalam hubungannya dengan Mauri terbuka. Bagi Alia, meski tidak berhasil mendapatkan Roman, sesuai kesepakatan, keberhasilan Brama berarti saat untuknya berhenti mengusik Brama. Tinggal satu hal yang ingin Alia bereskan yakni hubungannya dengan Dimas.

Meski belum dikenal luas sebagai penulis novel, sesungguhnya Valiant Budi Yogi adalah penulis muda yang berbakat. Novel ini adalah sebuah bukti jika ia memiliki kemampuan mengemas kisah fiktif dengan gaya tutur yang enak dibaca. Alur kilas balik dimanfaatkannya  secara efektif untuk mengantar pembaca ke dalam konflik. Pemilihan alur ini menyebabkan adegan pembuka novel hadir bak teaser sebuah film. Pembaca akan digugah untuk terus membaca kisah yang dibentangkan kemudian. Apalagi Valiant tergolong berhasil membesut plot novel dengan lancar, dalam rangkaian kejadian menarik yang bergerak cepat. Sejak awal hingga akhir, Valiant tidak tergiur untuk bertele-tele, bahasanya pas dengan nada-nada kontemporer. Kecuali pada saat hendak menyampaikan hal-hal yang jenaka, ia bersedia mengayun irama sedikit gemulai. Ia cerdas dan penuh humor. Cenderung kasar dan liar, tapi apa adanya sekaligus energik. Alhasil, membaca Joker terasa enteng dan menggairahkan. 

Sayangnya, meski Valiant sendiri tidak menyatakan secara langsung, sejak awal pembaca sudah bisa mengetahui karakter mana yang memiliki kepribadian lebih dari satu. Oleh karena itu, pengungkapan Valiant di penghujung novel akhirnya terkesan tidak cukup eksplosif, walau tidak juga berarti membuat novelnya menjadi kurang menarik. Gaya ending terbuka yang ia sajikan masih memberikan peluang bagi pembaca untuk mengurai imajinasinya sendiri. 

Selain itu, Valiant tidak mendedahkan pencetus kepribadian terbelah yang dialami karakter ciptaannya. Padahal ini sangat penting mengingat daya tarik terbesar Joker justru berasal dari sini. Jika ia sempat menguak hal itu, novelnya akan tampil lebih bertenaga. Valiant mestinya menyadari hal ini karena di halaman 127 jelas-jelas ia menyatakan lewat ucapan salah satu karakter novel bahwa, "...kepribadian ganda itu lebih ke suatu penyakit kejiwaan yang timbul secara diam-diam, di mana salah satu penyebabnya bisa akibat dari trauma masa lalu...." Nah, pengalaman traumatis apa kira-kira yang mencetuskan kepribadian ganda salah satu karakter novel ini?

Meskipun demikian, bisa dijamin Joker benar-benar hadir sebagai sebuah novel yang memikat dan tidak membosankan. Menikmati gaya sinematik yang ditebar penulisnya, saya berharap menyaksikan Joker di layar lebar, seperti imaji yang saya peroleh ketika melahap habis buku ini. Saat 'gak semua yang tampak seperti yang terlihat, gak semua yang bunyi seperti yang terdengar', saat itu mungkin kita sedang berhadapan dengan Joker. Jadi, silahkan nikmati pesona sang Joker. Dan, tentu saja, kita layak memberi selamat kepada Valiant Budi Yogi dengan karyanya yang memesona ini!

0 comments:

Post a Comment

Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan