07 February 2012

Messiah



Judul Buku : Messiah
Penulis : Boris Starling
Penerjemah : Eka Santi Sasono dan Rahmawati R.
Tebal : 644 hlm

Cetakan: 1, Januari 2007
Penerbit : Ufuk Press




Messiah. Judul yang singkat. Tetapi ketika membacanya, kita tidak dapat melupakan sengatan yang ditorehkan di benak kita (dan mungkin juga jantung kita). Boris Starling, penulis novel kelahiran tahun 1969  menerbitkan Messiah pada waktu dia berusia 30 tahun, sebagai debut yang sangat gemilang (1999). Lulusan Eton College dan Trinity College ini rupanya senang memakai judul hanya satu kata untuk novelnya. Setelah Messiah, dia telah menerbitkan novel berjudul Storm, Vodka, dan Visibility.

Di tangan Starling, Messiah menjadi sebuah thriller yang bergerak cepat dengan adegan-adegan yang mengerikan. Sejak awal novel kita telah diperkenalkan dengan darah, dan darah terus mengalir sampai novel mencapai akhir.

Novel dibuka dengan 2 pembunuhan yang terjadi secara berurutan dengan korban Philip Rhodes, pengusaha katering, dibunuh dengan cara digantung, dan James Cunningham, seorang uskup, dipukuli dengan brutal sampai mati.Tidak ada bukti yang ditinggalkan si pembunuh selain tanda pada mayat berupa lidah yang dipotong (dan dibawa pergi si pembunuh) dan sendok perak yang dijejalkan dalam mulut korban. Para korban hanya memakai celana dalam.

Sebuah tim segera dibentuk di Scotland Yard, dipimpin oleh Red Metcalfe, seorang detektif terkenal, untuk mengusut pembunuhan yang terjadi. Selain dirinya, dalam tim tersebut terdapat Jez Clifton, Kate Beauchamp, dan Duncan Warren. Belum mendapat petunjuk apa-apa, pembunuhan telah terjadi lagi. James Buxton, seorang tentara dipenggal lehernya. Dugaan semula bahwa pembunuhan-pembunuhan tersebut kemungkinan berhubungan dengan perilaku homoseksual segera gugur begitu pembunuhan terjadi lagi. Bart (Bartholomew) Miller dibunuh dan dikuliti disusul Matthew Fox, dikapak sampai mati.

Sebagai detektif yang terkenal karena kemampuannya memasuki jalan pikiran para pembunuh dan berhasil menangkap mereka, Red merasa kewalahan. Sekonyong-konyong dia merasa kemampuannya dirampas darinya. Si Lidah perak, julukan tim Red untuk sang pembunuh, berulang kali berhasil mengencundangi Red.

Ada 2 pemikiran Red mengenai pembunuh berantai. Pertama, semakin banyak membunuh, semakin besar peluang si pembunuh tertangkap karena meninggalkan jejak atau bukti atau sesuatu. Kedua, tidak peduli berapa orang yang telah dibunuh, si pembunuh akan kembali membunuh kecuali ia berhasil ditangkap. Tapi kecuali pemikiran yang kedua, tidak ada jejak atau bukti yang mereka dapatkan.

Secara tak sengaja, Red menemukan misteri di balik pembunuhan berantai tersebut. Mungkin jika memerhatikan nama-nama korban, ada pembaca yang mulai mengira-ngira. Ya, para korban terbunuh hanya karena nama mereka! Mereka memiliki nama yang sama dengan nama rasul-rasul yang menjadi murid Yesus Kristus seperti yang ada dalam Injil.

Tim Red segera menemukan alasan membunuh dari si pembunuh, yaitu si pembunuh mengidentifikasi dirinya sebagai Mesias seperti halnya Yesus. Segala usaha dikerahkan untuk mencegah terjadinya pembunuhan orang-orang yang memiliki nama seperti nama rasul yang belum menjadi korban. Tapi, berulang-ulang tim Red dikecundangi lagi oleh si pembunuh.

Atas inisiatif Jez Clifton, tersangka si Lidah Perak yang juga dikenal sebagai pembunuh rasul akhirnya ditemukan. Red berharap setelah pembunuh ini tertangkap, dia bisa memperbaiki hidupnya lagi termasuk hubungannya dengan Susan, istrinya, yang di ambang kehancuran.

Justru, saat itu, dia mengetahui siapa sebenarnya pembunuh rasul itu, seperti tesis Red mengenai pembunuh berantai, ternyata muncul juga "sesuatu" yang ditinggalkan si pembunuh. Namun, saat itu telah terlambat untuk Red mencegah usaha pembunuhan yang memosisikannya sebagai calon korban.

* * *

Starling membagi novelnya dalam 3 bagian besar yang terdiri atas sejumlah sub bagian. Bagian pertama terdiri atas sub bagian 1 - 59. Bagian kedua terdiri atas sub bagian 60 - 115, sedangkan bagian ketiga terdiri atas sub bagian 116 - 126. Uniknya, ada sub bagian yang hanya berupa 1 kalimat yaitu sub bagian 74 (halaman 365). Terdapat 14 bab yang menceritakan kisah masa lalu Red. Ada 6 sub bagian yang merupakan ucapan si pembunuh, 1 sub bagian tentang pembunuhan yang dilakukan si Lidah Perak (bab 82), dan 1 sub bagian yang merupakan interpretasi Starling seputar peristiwa menjelang penyaliban Yesus.

Oleh penerbit, cerita masa lalu Red ditampilkan menggunakan "pattern", sehingga seharusnya bab 24 juga diberi "pattern" dan bukan bab 58 (halaman 283). 

Starling juga mencantumkan tanggal-tanggal dalam novelnya. Hal ini penting, karena tanggal-tanggal itu tidak sembarangan dicantumkan. Oleh karena itu, sub bagian 53 (halaman 263) jelas keliru tanggalnya, seharusnya tanggal 21 September 1998, bukan tanggal 1 September 1998.

Starling jelas pengarang yang cerdas. Mantan jurnalis di The Sun dan The Daily Telegraph ini menghadirkan cerita thriller misteri dengan begitu cemerlang, memperkenalkan sebuah gagasan yang mungkin tidak pernah terpikirkan oleh penulis-penulis kaliber dunia lain. Keseluruhannya terasa sangat mengerikan, tapi sekaligus sangat memukau. Teknik penyajian Starling yang dahsyat akan membuat pembaca terus terdorong untuk menuntaskan isi novel setebal 640 halaman ini (di luar halaman "iklan" dari penerbit).

Pembunuhan oleh pembunuh yang menyangka dirinya Mesias jelas-jelas kontradiktif. Perhatikan bahwa si pembunuh membunuh orang-orang dengan nama seperti nama murid Yesus seolah-olah dia sedang membunuh murid-murid Yesus yang sesungguhnya. Realitasnya Yesus tidak pernah membunuh murid-muridnya. Tapi hal itu bisa dipahami karena selain pembunuhnya sudah pasti seorang psikopat tulen yang sakit jiwa parah, sebetulnya apa yang ia lakukan tidak lain adalah semacam pembalasan dendam yang diarahkan untuk menghancurkan Red, tubuh dan jiwa. Di akhir karyanya, pembunuh ini berharap Red yang akan bertanggung jawab terhadap semua pembunuhan yang telah ia lakukan.

Tapi kita akan membaca, di ujung novel, justru Red "menegakkan" cerita tentang Mesias pada tempat yang sebenarnya, sebuah akhir yang gemilang dan jenaka. Seiring dengan itu Red mengambil keputusan terbesar dalam hidupnya atas ketakutannya terhadap tesis kedua yang dia yakini.

Ada beberapa hal yang menarik dibicarakan. Pertama soal Paskah. Penulis kiranya agak kurang cermat. Paskah yang Yesus dan murid-muridnya rayakan di Yerusalem menjelang penyaliban berbeda dengan Paskah yang dirayakan umat Kristen saat ini. Paskah yang pertama dirayakan untuk memperingati bebasnya bangsa Yahudi dari penindasan di Mesir, sedangkan Paskah saat ini yang dirayakan umat Kristen adalah untuk merayakan kebangkitan Yesus Kristus. Paskah yang kedua ini hanya bisa dirayakan pada hari Minggu.

Jadi, peristiwa Jumat, 9 April 1982 (sub bagian 41), tidak terjadi pada malam Paskah, tapi Jumat Agung. Coba bandingkan dengan ucapan si pembunuh pada halaman 615 (sub bagian 121, baris 6 - 7).

Kedua, perkataan si pembunuh pada Red soal uang 30 ribu paun (halaman 621). Dari mana ia tahu Red memberikan uang itu pada ayahnya? Sepertinya yang tahu soal uang yang diberikan pada ayah Red hanya Red dan ayahnya.

Dan berbicara mengenai 30 ribu paun, pada halaman 179 (sub bagian 34) terpeleset menjadi 30 ribu dolar (entah Starling atau penerjemahnya yang keliru).

Ketiga yang tidak kurang penting adalah celana dalam yang dipakai korban pada waktu dibunuh yang dikatakan dalam novel mengikuti Yesus yang disalibkan hanya menggunakan cawat. Hal ini kurang tepat, karena pada waktu disalibkan Yesus sebenarnya tidak memakai apa-apa. Kalau dalam gambar atau lukisan Yesus diberi cawat tentu saja karena masalah kesopanan dan penghormatan.

Yang terakhir, Bartholomew yang seorang laki-laki jelas seorang "Santo" dan bukan "Santa" seperti disebutkan pada halaman 294 dan 295.

Mungkin bagi orang lain hal-hal ini tidak penting, tetapi ini adalah sebuah novel misteri, sehingga kalau kita teliti membaca kita bisa melihat penulis begitu cermat menabur tanda bagi pembaca untuk menebak siapa sesungguhnya si pembunuh. Jadi dalam novel seperti ini hal sekecil apapun merupakan hal yang penting dan tidak bisa diabaikan.

Walaupun demikian, secara keseluruhan, novel ini tetap merupakan novel yang brilian, enak dibaca, dan sangat memuaskan.

0 comments:

Post a Comment

Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan