Judul Buku: The Virgin Suicides
Penulis: Jeffrey Eugenides (1993)
Penerjemah: Rien Chaerani
Tebal : 352 hlm; 12,5 X 19 cm
Cetakan: 1, Januari 2008
Penerbit: Dastan Books
Virgin suicide
What was that she cried?
No use in stayin'
On this holocaust ride
She gave me her cherry
She's my virgin suicides
(Perawan bunuh diri
Apa yang ia tangisi?
Sia-sia bertahan
Menuju kehancuran
Ia serahkan harga diri
Perawanku yang bunuh diri)
-Virgin Suicide
What was that she cried?
No use in stayin'
On this holocaust ride
She gave me her cherry
She's my virgin suicides
(Perawan bunuh diri
Apa yang ia tangisi?
Sia-sia bertahan
Menuju kehancuran
Ia serahkan harga diri
Perawanku yang bunuh diri)
-Virgin Suicide
Bagi masyarakat religius, kematian adalah kehendak dan kekuasaan Tuhan. Mencabut nyawa sendiri bukanlah hak manusia. Ketika manusia memutuskan meregangkan nyawa menggunakan tangannya sendiri, manusia telah mengambil alih apa yang menjadi hak Tuhan. Meskipun menyadari hal ini, banyak manusia yang melakukan tindakan bunuh diri. Ada berbagai cara manusia bunuh diri. Menenggak obat melebihi takaran semestinya, menabrakkan kendaraan, menggores pembuluh darah, memanfaatkan palang gantungan, menenggelamkan diri, bahkan menyusupkan kepala dan tubuh ke dalam oven yang tengah menyala. Apapun teknik bunuh dirinya, tindakan ini hanyalah refleksi dari egoisme manusia. Hanya, seringkali motivasi melakukan bunuh diri itu tidak jelas bagi yang masih hidup.
Tersebutlah
sebuah keluarga Katolik dengan kehidupan yang biasa di Groisse Ponte,
Michigan, tahun 70-an. Ronald Lisbon, sang kepala keluarga adalah
seorang guru matematika SMA sementara istrinya hanya seorang ibu rumah
tangga biasa. Mereka memiliki lima orang anak perempuan, Therese (17),
Mary (16), Bonnie (15), Lux (14), dan Cecilia (13) sebelum tragedi
dimulai. Pada suatu musim lalat ikan, sembari
berendam di bak mandi, Cecilia, si bungsu, mencoba bunuh diri dengan
menyayat pergelangan tangan. Percobaan bunuh diri ini gagal. Tetapi,
Cecilia berusaha kembali untuk mengakhiri hidupnya. Dua minggu setelah
meninggalkan rumah sakit, ketika sebuah pesta diadakan di rumah
keluarga Lisbon, Cecilia menjatuhkan diri dari lantai atas rumah dan
tertancap di pagar rumah. Tentu saja ia tewas.
Pasca
tewasnya Cecilia, kehidupan keluarga Lisbon, terutama putri-putri
Lisbon, menjadi pusat perhatian masyarakat sekitar. Kecantikan mereka
sangat mengairahkan remaja-remaja lelaki yang kemudian mencoba melakukan
pendekatan dengan mengajak mereka menghadiri pesta di luar rumah. Lux
melakukan kesalahan, ia menghabiskan malam dengan Trip Fontaine dan
terlambat pulang. Keterlambatannya menjadi alasan bagi Mrs. Lisbon
untuk menarik putri-putrinya dari pergaulan sekaligus dari sekolah
mereka. Kendati demikian, pengekangan ini tidak menjadikan Lisbon
bersaudara perempuan-perempuan alim yang terkendali. Lux, di atap
rumah, melakukan serangkaian hubungan seks dengan berbagai laki-laki.
Setelah
ditarik dari pergaulan, suatu malam, putri-putri keluarga Lisbon
mengundang remaja-remaja lelaki yang kemelit dengan kehidupan mereka
untuk mendatangi rumah mereka. Bagi para lelaki muda itu, Lisbon
bersaudara telah menyiapkan kejutan; hampir secara simultan keempat
perempuan muda ini mencoba bunuh diri dengan berbagai metode. Hanya
satu yang bisa diselamatkan dari antara mereka, meskipun seperti
Cecilia, ia akan menemukan jalan kematiannya sendiri.
The Virgin Suicides yang telah diterjemahkan ke dalam 16 bahasa dan menjadi bestseller di berbagai negara ini adalah karya debutan penulis Amerika, Jeffrey Eugenides. Pria kelahiran Detroit, Michigan, 8 Maret 1960, yang bersama keluarganya kini menetap di Princeton (New Jersey) ini kemudian dikenal luas sebagai peraih Pulitzer Prize for Fiction tahun 2003 untuk novel memoar fiktifnya yang bertajuk Middlesex.
The Virgin Suicides yang telah diterjemahkan ke dalam 16 bahasa dan menjadi bestseller di berbagai negara ini adalah karya debutan penulis Amerika, Jeffrey Eugenides. Pria kelahiran Detroit, Michigan, 8 Maret 1960, yang bersama keluarganya kini menetap di Princeton (New Jersey) ini kemudian dikenal luas sebagai peraih Pulitzer Prize for Fiction tahun 2003 untuk novel memoar fiktifnya yang bertajuk Middlesex.
Secara
garis besar isi novel hanyalah usaha pengungkapan penyebab tindakan
bunuh diri putri-putri keluarga Lisbon. Sekitar dua dekade setelah
semua putri keluarga Lisbon tewas, beberapa lelaki (remaja pada waktu
kejadian) melakukan investigasi kematian misterius itu; melakukan banyak
wawancara dan mengumpulkan sejumlah bukti. Rumah keluarga Lisbon telah
dijual, Ronald dan istrinya telah meninggalkan East Side, bahkan telah
bercerai. Hasil investigasi tersebut dijalin dengan pengalaman dan
pengamatan semasa remaja, dituangkan dalam sebuah laporan dengan
koleksi nama yang banyak dan berbagai bukti (barang bukti #1 sampai
#97). Barang bukti tersebut terdiri atas artikel koran, foto-foto rumah
dan keluarga, buku harian Cecilia, barang-barang pribadi putri-putri
Lisbon lainnya seperti kosmetik, sepatu basket, lilin, kaca, bahkan bra.
Karena disusun sebagai laporan investigasi, The Virgin Suicides
menjadi sebuah novel 5 bagian yang kaya akan detail. Tidak heran,
layaknya sebuah laporan, Eugenides menggunakan kalimat-kalimat panjang
untuk menjelaskan segala sesuatu. Hanya, bisa dikatakan, novel ini
adalah 'sebuah investigasi yang gagal'. Pengalaman para investigator di
masa remaja, hasil wawancara yang berjibun, dan barang-barang bukti
yang ada tidak memberikan jawaban yang pasti untuk misteri kematian
putri-putri Lisbon hingga novel berakhir. Bagi sementara pembaca, novel
dengan sejumlah pertanyaan menggelitik tetapi tidak memberikan jawaban
yang memuaskan mungkin akan sangat mengecewakan.
Secara isi, The Virgin Suicides
bukanlah novel yang istimewa. Kematian berantai memang akan mengugah
keinginan pembaca, tetapi dengan bentuk novel yang unik, tetap novel
ini terkesan datar, biasa-biasa saja. Hanya sekelompok remaja yang
menua dengan penasaran, dan sekelompok perempuan yang terobsesi dengan
kematian dalam plot yang sederhana, tak ada yang berkelok-kelok
membingungkan atau menegangkan.
Meski
demikian novel yang dibuka dan ditutup dengan kematian Mary Lisbon ini
bukan tidak menarik. Selain bentuk penulisan yang unik dan belum
pernah saya temukan pada novel-novel penulis lain, yaitu dalam bentuk
laporan investigasi; The Virgin Suicides juga menggunakan narator yang tidak lazim digunakan, narator orang pertama jamak, kami.
Penggunaan perspektif ini mengindikasikan jika investigasi dilakukan
oleh lebih dari satu orang yang mengalami masa remaja ketika tragedi
Lisbon terjadi. Beberapa nama lelaki itu bisa ditemukan dalam novel,
seperti Chase Buell, Peter Sissen, Tom Faheem, dan Tim Winer; tetapi
tidak jelas siapa yang benar-benar melakukan investigasi dan menjadi
narator novel.
Novel
yang terbilang alit ini -edisi Indonesia berkisar 300-an halaman
dengan ukuran buku yang tidak besar dan memakai huruf berukuran besar,
memang belum semenarik Middlesex, gubahan Eugenides setelahnya. Bisa dimaklumi karena jarak penciptaan kedua karya ini. The Virgin Suicides terbit tahun 1993, sedangkan Middlesex tahun 2002, dengan konflik dan jumlah halaman yang jauh berbeda.
Judul novel, The Virgin Suicides diturunkan dari judul lagu band fiktif Cruel Crux, yang menjadi favorit Lux Lisbon, Virgin Suicide
(hlm. 247-248). Meskipun, tidak semua putri Lisbon mati dalam keadaan
perawan. Lux Lisbon telah kehilangan keperawanannya dan bercinta dengan
banyak laki-laki!
Novel pemenang Whiting Award ini
telah diadaptasi ke dalam versi film berjudul sama yang diarahkan oleh
sutradara perempuan, Sofia Coppola (1999) dengan pemain seperti James
Woods (Ronald Lisbon), Kathleen Turner (Mrs. Lisbon), Kirsten Dunst
(Lux Lisbon), dan Giovanni Ribisi sebagai narator.
Misteri
kematian putri-putri keluarga Lisbon memang tidak terpecahkan. Kendati
digambarkan Mrs. Lisbon bersikap keras terhadap putri-putrinya, tidak
ada bukti bahwa hal itu menjadi alasan tindakan bunuh diri
putri-putrinya. "Semua adalah kombinasi dari banyak faktor,"demikian penjelasan Dr. Hornicker dalam laporannya (hlm. 348 – 349). "Pada
kebanyakan orang, bunuh diri adalah seperti permainan rolet Rusia.
Hanya satu bilik yang berisi peluru. Pada gadis-gadis keluarga Lisbon,
senapan itu terisi penuh. Satu peluru untuk menyiksa keluarga. Satu
peluru untuk kecenderungan penyakit genetik. Satu peluru untuk
kekecewaan masa lalu. Satu peluru untuk momentum yang tak terelakkan.
Dua peluru yang lain mustahil diberi nama, tapi bukan berarti tak ada
maksudnya."
Namun, ini pun hanya sebuah teori tanpa alasan medis. "Semua ini tak ada gunanya," kata narator (hlm. 349). "Esensi
dari bunuh diri bukan kesedihan atau misteri, melainkan egoisme
sederhana. Gadis-gadis itu mengambil alih keputusan yang sepantasnya
diputuskan Tuhan. Mereka terlalu berkuasa untuk hidup di tengah-tengah
kami, terlalu memikirkan diri sendiri, terlalu bermimpi, benar-benar
buta..."
1 comments:
Misi Min, mau nawarin buku bekasnya "The Virgin Suicides" buat para pembaca setia blog ini, minat? silahkan ke http://www.aksiku.com/2015/03/jual-novel-virgin-suicides-jeffrey.html
makasih banyak min, salam
Post a Comment