11 February 2012

London Wild Rose


Judul Buku: London Wild Rose
Penulis: Kusuma Andrianto
Tebal: 384 halaman; 11,5 X 17 cm
Cetakan: 1, Mei 2005
Penerbit: Dastan Books



Saat duduk di bangku kuliah, ia sempat merasakan romantika kehidupan mahasiswa yang kekurangan biaya. Selama kuliah di Inggris, yang tidak memperkenankan mahasiswa dari negara berkembang seperti Indonesia bekerja di sektor formal (white-collar), ia terpaksa bekerja di sektor informal (blue-collar) dan hanya diperbolehkan bekerja beberapa jam saja dalam sehari. Pekerjaan ini dilakukan demi mendapatkan dana untuk menutupi biaya kuliah yang mahal. Maka, bersama sahabat-sahabat yang bernasib sama, ia bekerja sebagai "DJ" (bukan di diskotek, tetapi restoran cepat saji, mencuci tumpukan piring kotor hingga licin mengilap dengan bunyi mencicit bak compact-disk). Atau sebagai "golfer", yaitu menjadi pembersih lantai menggunakan tongkat panjang pembersih lantai pagi-pagi sebelum kuliah dimulai.

Namun, apa yang ia alami, menurutnya, tidak ada apa-apanya dibanding masalah para pendatang gelap di Inggris. Para pendatang gelap ini umumnya adalah pencari suaka politik, yang nekat bertahan di dunia bawah tanah ketika permohonan izin tinggal mereka ditolak jawatan keimigrasian Inggris. Seorang yang pernah ditemuinya mendapatkan paspor negara Eropa dari pasar gelap, dengan nama palsu dari negara yang belum pernah dipijaknya, membuatnya hidup lebih tenang karena tidak mesti menghindari polisi dan petugas imigrasi. Untuk itu, orang itu merelakan sebelah ginjalnya demi mendapatkan uang guna menutup biaya.

Mahasiswa miskin asal Indonesia, para pendatang gelap, dan jual-beli organ manusia inilah yang memantik ide di benaknya dan melahirkan sebuah novel. Novel diberi judul  London Wild Rose dan diterbitkan Dastan Books dengan subjudul yang sesungguhnya tidak perlu, Dan Cinta Pun Menari. Sang penulis, lelaki kelahiran Padang bernama Kusuma Andrianto, pun menciptakan tiga anak manusia untuk menghidupkan novelnya.

Donny, mahasiswa miskin asal Indonesia yang tercatat sebagai mahasiswa kedokteran sebuah universitas di London. (Mengapa Donny yang miskin pergi ke London dan kuliah kedokteran, tidak dijelaskan penulis). Ia terancam dikeluarkan dari kampus sebab belum melunasi biaya kuliah, sementara ia punya banyak utang.  Demi mendapatkan poundsterling, Donny bekerja sebagai penjaga dan pemelihara The Spears, klub malam di East End, London. Setiap pagi, ia harus melenyapkan debu dan bekas makanan-minuman dari dalam klub seperti tuntutan majikannya. Juga  harus mengenyahkan sisa-sisa kebejatan malam seperti alat suntik, kondom bekas, pakaian-pakaian dalam yang tercecer, dan botol minuman pecah. Di sinilah Donny bertemu Monique, yang dijulukinya Dewi Malam.

Monique, si gadis alkoholik bekerja sebagai penari bugil (stripper) tetap di The Spears. Ia berasal dari Albania, merupakan sisa perang saudara di Semenanjung Balkan. Sejak 3 tahun silam, ia tinggal sebagai pendatang haram di Inggris bersama Sophie, adiknya, yang demi status kewarganegaraan, rela diperistri dan hidup dalam kekerasan lelaki bernama Giorgio. Suatu pagi menjelang musim semi, Sophie yang hamil tua dalam keadaan babak belur dan bergelimang darah datang ke The Spears. Melihat keadaan Sophie, Donny bermaksud memanggil ambulans. Tapi, Monique menolak. Jika Sophie dibawa ke rumah sakit, besar kemungkinan ia jatuh ke tangan petugas imigrasi yang akan mendeportasinya, untuk mati di tanah airnya sendiri. Donny pun minta pertolongan Yekaterina.

Yekaterina adalah operator kamar mayat merangkap security  di London City Council Funeral and Crematorium. Sama seperti Monique dan Sophie, perempuan ini juga berasal dari Semenanjung Balkan. Di negara asalnya, sebelum perang saudara menghancurkan negaranya, ia dikenal sebagai seorang dokter berbakat dengan kecakapan yang menakjubkan. Pada ulang tahun yang ke-34, ia harus meninggalkan negaranya yang luluh lantak dan hidup sebagai buronan. Dalam pelariannya, ia punya ambisi berpraktik sebagai dokter di Inggris.

Atas bantuan Yekaterina, Sophie bisa selamat melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Sissy. Kelahiran Sissy menuntut Monique bekerja lebih keras untuk mendapatkan uang hingga membuatnya memutuskan menjual sebelah ginjalnya. Monique membutuhkan bantuan Donny dan Yekaterina untuk kesuksesan jual-beli ginjalnya. Ia telah menemukan pembeli dan diimingi 30 ribu poundsterling. Meski keberatan, Donny tidak bisa menolak ketika Yekaterina menyambut gagasan Monique dengan antusias. Bagian mereka dari penjualan ginjal Monique, bisa melunasi utang-utang Donny dan mencukupkan biaya sekolah Yekaterina. Mereka tidak tahu, Giorgio telah menyusun rencana sendiri yang berhubungan dengan hidup Sissy. 
 
Novel ini sama sekali bukanlah novel romantis seperti yang dikesankan oleh subjudulnya. Kita tidak akan menemukan rangkaian kisah percintaan yang legit. Yang disuguhkan pengarang adalah kisah kehidupan getir dan keras para pelaku kehidupan bawah tanah London untuk tetap bisa eksis. Di dalamnya, termasuk tindakan-tindakan tanpa pikir panjang yang acap mengerikan dan penuh risiko. Mereka dihadirkan dalam setiap bagian yang begitu solid mendukung keutuhan cerita yang tanpa lanturan.

Di sebagian besar novel, pengarang memanfaatkan alur kilas balik dengan sebaik-baiknya. Pilihan yang unggul, karena menghadirkan efek bagaikan teaser yang mengundang rasa penasaran pembaca untuk terus membaca. Kemudian, setelah menggiring pembaca melarungi arus kekerasan dan kepedihan yang dialami para tokoh, ia pun menyajikan kejutan. Kejutan yang membuat ending menggembirakan yang ia tetapkan, tetap terasa mengesankan.

Sesungguhnya, melalui novel perdananya ini, Kusuma Andrianto telah menunjukkan dirinya sebagai pengarang berbakat. Ia cerdik memilih latar yang mencuri simpati pembaca. Ia hanya memerlukan tambahan asupan pengalaman dalam menulis untuk membuatnya lebih layak diperhitungkan. Tapi apakah ia masih akan menulis novel? Kita tunggu saja kabar selanjutnya.

Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan