11 February 2012

Horeluya


Judul Buku: Horeluya
Penulis: Arswendo Atmowiloto
Tebal: 240 hlm; 13,5 X 20 cm

Cetakan: 1, April 2008
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama



Horeluya: Kisah Keajaiban Bidadari



Arswendo Atmowiloto bukanlah nama yang asing di dunia fiksi Indonesia. Lelaki kelahiran Solo, 26 November 1948, yang 'gila menulis' ini telah menghasilkan sejumlah karya fiksi seperti novel, cerpen, juga skenario film televisi dan layar lebar. Ia dikenal sebagai penulis serial Imung dan Keluarga Cemara yang pada masanya rutin menghiasi majalah remaja Hai, Senopati Pamungkas, Saat-saat Kau Berbaring di Dadaku, dan CantingDua Ibu dan Mandoblang adalah 2 bukunya yang memenangkan Hadiah Buku Nasional. Menggunakan nama samaran Titi Nginung, Arswendo Atmowiloto menulis sejumlah novel opera seperti dwilogi petinju bernama Yoko; Opera Jakarta dan Opera Jakarta-Hongkong.

Horeluya adalah karya Arswendo Atmowiloto yang usai ditulisnya pada bulan Juni 2007. Sekarang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama dalam novel setebal 240 halaman. Untuk novel ini, Arswendo menghadirkan sebuah keluarga Jawa sebagai wayang ceritanya. 

Sepasang suami-istri muda, Johanes Kokrosono (Kokro) dan Maria Ludwina Ecawati (Eca) memiliki seorang anak perempuan bernama Teresa Lilin Sekartaji (Lilin), hampir 5 tahun. Dikelilingi kasih sayang ayah dan bunda serta Paklik Nayarana dan Bulik Ade dalam kehangatan keluarga sederhana, Lilin didiagnosis mengidap penyakit langka, anemia rhesus negatif. Gadis cilik ini membutuhkan donor golongan darah yang sama, padahal bukanlah hal yang mudah menemukan orang dengan golongan darah ini. Jika Lilin tidak mendapatkan donor, ia hanya akan bertahan dalam waktu 3 hingga 6 bulan sejak didiagnosis. 

Kokro dan Eca tidak berhenti mengusahakan pengobatan Lilin. Bahkan sampai menjual rumah dua tingkat berpagar bagus hasil kerja keras mereka hampir 1 tahun. Dan tidak menyerah sekalipun Kokro mendadak dipecat dari pekerjaannya sebagai staf promosi pabrik biskuit dan mesti kembali ke pekerjaan lamanya di bengkel leter.  

Untuk Lilin, Eca mengikuti misa harian yang diadakan di sebuah gereja Katolik yang dikenal sebagai Gereja Lama. Selesai misa ia akan berdoa di depan patung Bunda Maria di sebuah gua di luar gereja, acap sambil menangis. Apa yang Eca lakukan tertangkap kamera seorang wartawan koran mingguan daerah bernama Adam yang kemudian memberitakan kebiasaan Eca sebagai penyembahan berhala. 

Sementara itu, bulan Desember telah berjalan, Lilin ingin merayakan Natal di rumah, dan menginginkan adanya salju. Maka, untuk Lilin, Nayarana, sang paman, mempercepat datangnya malam Natal dengan salju kapas dan drama kelahiran Yesus Kristus. Bagaikan kabar sukacita di malam Natal, malam itu, sebuah kabar baik dibawa oleh Adam, wartawan yang sempat ketakutan pada Naya sehubungan dengan beritanya di koran. Ternyata berita dan foto dari Adam telah beredar di internet. Devi Efendi, seorang warga negara Malaysia, membaca tentang Lilin di internet dan berkenan menyumbangkan darah yang dibutuhkan Lilin. 

Kokro dan Eca membawa Lilin ke Jakarta untuk mendapatkan transfusi darah. Sayangnya, setiba di Jakarta, Kokro dan Eca dihadapkan dengan kenyataan getir. Sebuah musibah menimpa Devi membuat perempuan ini tidak bisa menggenapi janjinya. Ada kemungkinan, Devi si calon pendonor darah malah membutuhkan transfusi darah yang sama. Lilin yang membutuhkan donor darah tiba-tiba ingin menyumbangkan darahnya untuk Devi. "Mauuuuu", itulah pernyataan Lilin yang menjadi katalisator bekerjanya keajaiban Tuhan. 

Sebagaimana umumnya penulisan novel-novel Arswendo, Horeluya ditulis dengan lancar menggunakan bahasa yang tidak rumit yang mudah diikuti. Kalimatnya tidak semua panjang; terkadang malah pendek-pendek yang hanya terdiri dari satu atau dua kata setiap alinea. Dengan sedikit konsentrasi, buku ini akan selesai dibaca dalam tempo singkat. 

Meski sendu, novel ini bukanlah novel pesimis. Novel ini justru memberikan pembelajaran berharga bagi pembaca untuk mengimani kebesaran Tuhan yang bekerja lewat kasih dan pengharapan manusia. Ketika iman manusia bertambah kuat, akan selalu terbuka kesempatan terciptanya keajaiban. Tuhan bisa memanfaatkan apa saja untuk kebaikan. Ejekan terhadap penyembahan Eca kepada apa yang ia imani bukannya menjerumuskan keluarganya ke dalam kesengsaraan tetapi menjadi sarana bekerjanya kuasa Tuhan. 

Sering manusia memang tidak mengerti rencana Tuhan. "Karena rencanaNya, bukan rencana kita," aku Kokro (hlm. 97). Tetapi, semestinya apa yang terjadi, seperih apapun dampaknya, menjadi sarana "untuk lebih mendekat padaNya. Untuk lebih memahami dan mensyukuri KasihNya." (hlm. 97).) Ketulusan kasih Lilin untuk menyumbangkan darah yang sangat ia perlukan adalah bentuk syukur akan kasih Tuhan. Dan lihat sendiri, apa yang dialami Lilin kemudian!

Secara keseluruhan, Horeluya adalah novel sederhana yang juga ditulis dengan sederhana. Kita tidak akan menemukan konflik berbelit-belit ataupun yang melibatkan tokoh antagonis yang menyebalkan. Yang menjadi antagonis di sini tidak lain adalah anemia rhesus negatif itu sendiri. Selain itu, semua karakter yang ada terasa wajar, mudah dikenali dalam kehidupan sehari-hari, yang mungkin juga gambaran diri kita sendiri. Bacalah, Anda mungkin melihat diri Anda dalam karakter Eca, Kokro, Nayarana, Ade, atau bahkan Siti. 

Tetapi, kesederhanaan, itulah justru yang menurut saya menjadi kekuatan novel ini. Kesederhanaan yang menyentuh hati yang mungkin akan membuat Anda tak menyadari air mata mengambang di pelupuk mata ketika menikmati novel ini!  

Seperti yang dikatakan Nayarana (hlm. 235), berhubungan dengan keajaiban yang terjadi dalam novel, novel ini mengajak kita untuk makin mendekat pada Tuhan, dengan segala doa dan upaya kepatuhan serta kesetiaan, karena hanya dengan inilah keajaiban itu mempunyai arti.

Lilin alias Sekartaji ingin menjadi bidadari kendati dalam hidupnya, bagi keluarganya, ia memang telah memperlihatkan 'keajaiban bidadari'. Tetapi, ketika ia menyebutkan kata "mauuuuu", ia lebih jauh memperlihatkan kualitas 'keajaiban bidadari' yang dikenal keluarganya. Ia memperlihatkan kualitas keajaiban bidadari dalam bentuk yang paling tinggi, belas kasih yang menyentuh hati, yang sanggup membaurkan teriakan hore dan haleluya (bahasa Ibrani, berarti Pujilah Tuhan) menjadi  HORELUYA.

0 comments:

Post a Comment

Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan