Judul Buku: Horeluya
Penulis: Arswendo Atmowiloto
Tebal: 240 hlm; 13,5 X 20 cm
Cetakan: 1, April 2008
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Horeluya: Kisah Keajaiban Bidadari
Arswendo Atmowiloto bukanlah nama yang asing di dunia fiksi Indonesia. Lelaki kelahiran Solo, 26 November 1948, yang 'gila menulis' ini telah menghasilkan sejumlah karya fiksi seperti novel, cerpen, juga skenario film televisi dan layar lebar. Ia dikenal sebagai penulis serial Imung dan Keluarga Cemara yang pada masanya rutin menghiasi majalah remaja Hai, Senopati Pamungkas, Saat-saat Kau Berbaring di Dadaku, dan Canting. Dua Ibu dan Mandoblang adalah 2 bukunya yang memenangkan Hadiah Buku Nasional. Menggunakan nama samaran Titi Nginung, Arswendo Atmowiloto menulis sejumlah novel opera seperti dwilogi petinju bernama Yoko; Opera Jakarta dan Opera Jakarta-Hongkong.
Horeluya adalah
karya Arswendo Atmowiloto yang usai ditulisnya pada bulan Juni 2007.
Sekarang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama dalam novel setebal 240
halaman. Untuk novel ini, Arswendo menghadirkan sebuah keluarga Jawa
sebagai wayang ceritanya.
Sepasang
suami-istri muda, Johanes Kokrosono (Kokro) dan Maria Ludwina Ecawati
(Eca) memiliki seorang anak perempuan bernama Teresa Lilin Sekartaji
(Lilin), hampir 5 tahun. Dikelilingi kasih sayang ayah dan bunda serta
Paklik Nayarana dan Bulik Ade dalam kehangatan keluarga sederhana,
Lilin didiagnosis mengidap penyakit langka, anemia rhesus negatif.
Gadis cilik ini membutuhkan donor golongan darah yang sama, padahal
bukanlah hal yang mudah menemukan orang dengan golongan darah ini. Jika
Lilin tidak mendapatkan donor, ia hanya akan bertahan dalam waktu 3
hingga 6 bulan sejak didiagnosis.
Kokro
dan Eca tidak berhenti mengusahakan pengobatan Lilin. Bahkan sampai
menjual rumah dua tingkat berpagar bagus hasil kerja keras mereka
hampir 1 tahun. Dan tidak menyerah sekalipun Kokro mendadak dipecat
dari pekerjaannya sebagai staf promosi pabrik biskuit dan mesti kembali
ke pekerjaan lamanya di bengkel leter.
Untuk
Lilin, Eca mengikuti misa harian yang diadakan di sebuah gereja
Katolik yang dikenal sebagai Gereja Lama. Selesai misa ia akan berdoa
di depan patung Bunda Maria di sebuah gua di luar gereja, acap sambil
menangis. Apa yang Eca lakukan tertangkap kamera seorang wartawan koran
mingguan daerah bernama Adam yang kemudian memberitakan kebiasaan Eca
sebagai penyembahan berhala.
Sementara
itu, bulan Desember telah berjalan, Lilin ingin merayakan Natal di
rumah, dan menginginkan adanya salju. Maka, untuk Lilin, Nayarana, sang
paman, mempercepat datangnya malam Natal dengan salju kapas dan drama
kelahiran Yesus Kristus. Bagaikan kabar sukacita di malam Natal, malam
itu, sebuah kabar baik dibawa oleh Adam, wartawan yang sempat ketakutan
pada Naya sehubungan dengan beritanya di koran. Ternyata berita dan
foto dari Adam telah beredar di internet. Devi Efendi, seorang warga
negara Malaysia, membaca tentang Lilin di internet dan berkenan
menyumbangkan darah yang dibutuhkan Lilin.
Kokro
dan Eca membawa Lilin ke Jakarta untuk mendapatkan transfusi darah.
Sayangnya, setiba di Jakarta, Kokro dan Eca dihadapkan dengan kenyataan
getir. Sebuah musibah menimpa Devi membuat perempuan ini tidak bisa
menggenapi janjinya. Ada kemungkinan, Devi si calon pendonor darah
malah membutuhkan transfusi darah yang sama. Lilin yang membutuhkan
donor darah tiba-tiba ingin menyumbangkan darahnya untuk Devi.
"Mauuuuu", itulah pernyataan Lilin yang menjadi katalisator bekerjanya
keajaiban Tuhan.
Sebagaimana umumnya penulisan novel-novel Arswendo, Horeluya
ditulis dengan lancar menggunakan bahasa yang tidak rumit yang mudah
diikuti. Kalimatnya tidak semua panjang; terkadang malah pendek-pendek
yang hanya terdiri dari satu atau dua kata setiap alinea. Dengan
sedikit konsentrasi, buku ini akan selesai dibaca dalam tempo singkat.
Meski
sendu, novel ini bukanlah novel pesimis. Novel ini justru memberikan
pembelajaran berharga bagi pembaca untuk mengimani kebesaran Tuhan yang
bekerja lewat kasih dan pengharapan manusia. Ketika iman manusia
bertambah kuat, akan selalu terbuka kesempatan terciptanya keajaiban.
Tuhan bisa memanfaatkan apa saja untuk kebaikan. Ejekan terhadap
penyembahan Eca kepada apa yang ia imani bukannya menjerumuskan
keluarganya ke dalam kesengsaraan tetapi menjadi sarana bekerjanya
kuasa Tuhan.
Sering manusia memang tidak mengerti rencana Tuhan. "Karena rencanaNya, bukan rencana kita," aku Kokro (hlm. 97). Tetapi, semestinya apa yang terjadi, seperih apapun dampaknya, menjadi sarana "untuk lebih mendekat padaNya. Untuk lebih memahami dan mensyukuri KasihNya."
(hlm. 97).) Ketulusan kasih Lilin untuk menyumbangkan darah yang
sangat ia perlukan adalah bentuk syukur akan kasih Tuhan. Dan lihat
sendiri, apa yang dialami Lilin kemudian!
Secara keseluruhan, Horeluya
adalah novel sederhana yang juga ditulis dengan sederhana. Kita tidak
akan menemukan konflik berbelit-belit ataupun yang melibatkan tokoh
antagonis yang menyebalkan. Yang menjadi antagonis di sini tidak lain
adalah anemia rhesus negatif itu sendiri. Selain itu, semua karakter
yang ada terasa wajar, mudah dikenali dalam kehidupan sehari-hari, yang
mungkin juga gambaran diri kita sendiri. Bacalah, Anda mungkin melihat
diri Anda dalam karakter Eca, Kokro, Nayarana, Ade, atau bahkan Siti.
Tetapi,
kesederhanaan, itulah justru yang menurut saya menjadi kekuatan novel
ini. Kesederhanaan yang menyentuh hati yang mungkin akan membuat Anda
tak menyadari air mata mengambang di pelupuk mata ketika menikmati
novel ini!
Seperti
yang dikatakan Nayarana (hlm. 235), berhubungan dengan keajaiban yang
terjadi dalam novel, novel ini mengajak kita untuk makin mendekat pada
Tuhan, dengan segala doa dan upaya kepatuhan serta kesetiaan, karena
hanya dengan inilah keajaiban itu mempunyai arti.
Lilin
alias Sekartaji ingin menjadi bidadari kendati dalam hidupnya, bagi
keluarganya, ia memang telah memperlihatkan 'keajaiban bidadari'.
Tetapi, ketika ia menyebutkan kata "mauuuuu", ia lebih jauh
memperlihatkan kualitas 'keajaiban bidadari' yang dikenal keluarganya.
Ia memperlihatkan kualitas keajaiban bidadari dalam bentuk yang paling
tinggi, belas kasih yang menyentuh hati, yang sanggup membaurkan
teriakan hore dan haleluya (bahasa Ibrani, berarti Pujilah Tuhan)
menjadi HORELUYA.
0 comments:
Post a Comment