11 February 2012

The Janissary Tree


 

Judul Buku: The Janissary Tree (Dalam Bayangan Pohon Yenicheri)
Penulis: Jason Goodwin (2006)
Penerjemah: Zia Anshor
Tebal: 479 hlm; 13 X 20 cm
Terbit: Cetakan 1, Maret 2008
Penerbit: Serambi Ilmu Semesta
 


Jika Seorang Kasim Menjadi Detektif Tangguh




Pesona Istanbul mengusik Jason Goodwin, seorang penulis dan sejarawan Inggris, ketika ia mempelajari sejarah Bizantium di Cambridge University. Setelah sukses dengan karya berjudul A Time For Tea: Travels in China and India in Search of Tea (1990), bersama Kate, istrinya, Jason Goodwin menjelajahi Eropa Timur selama 6 bulan hingga tiba di Istanbul. Pengalaman ini diramu menjadi sebuah buku berjudul On Foot to the Golden Horn (1993) yang memenangkan John Llewelyn Rhys/Mail On Sunday Prize tahun 1993. Daya pikat Turki Usmani di Eropa Timur mendorong Jason Goodwin melanjutkan penelitiannya. Maka, lahirlah Lords of the Horizons: A History of the Ottoman Empire (1998) yang mendapatkan pujian dari koran New York Times. Tidak cukup hanya karya nonfiksi, Jason Goodwin kemudian memutuskan merambah dunia fiksi. Akhirnya, lahirlah novel perdananya yang diberi judul The Janissary Tree pada tahun 2006, di mana ia menghidupkan kembali Istanbul  pada abad ke-19 dengan segala keeksotisannya. Novel ini mencatat kesuksesan, telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 38 bahasa dan memenangkan Edgar Award untuk Novel Terbaik tahun 2007.

Dalam novel ini, Jason Doodwin menciptakan dan memperkenalkan karakter hero yang tidak konvensional. Yashim Togalu, seorang kasim terpandang pada masa pemerintahan Sultan Mahmut II. Menurut pengakuan Jason Goodwin, Yashim telah menunggu-nunggu untuk dihidupkan dalam halaman buku sampai ia mendapatkan satu latar masa yang tepat, Istanbul 1836. Lalu, atas dorongan Daisy Goodwin, Jason memutuskan untuk menggunakan pendekatan kisah detektif dengan latar Kesultanan Usmani. Orang-orang terdekatnya membantu dari berbagai sisi. Dari saran agar novelnya menggunakan pendekatan kisah detektif, penyesuaian cerita dan dialog, sampai pada  menghindari kegagalan kesinambungan cerita. Dari segi kostum dan adat-istiadat abad ke-19, Jason mendapatkan bantuan dari film adaptasi novel Little Dorrit oleh Christine Edzard. 

Dikisahkan setelah mengabdi di harem sultan, dengan gelar sang lala atau sang pelindung, Yashim bertugas menyelidiki masalah-masalah yang terjadi di Kesultanan Usmani. Sebagai kasim, apa yang terjadi pada Yashim masih lebih baik dari kasim-kasim berkulit hitam dari Sudan, termasuk Kislar Agha, pimpinan kasim saat itu, yang tidak hanya dikerat buah pelirnya, tetapi semua alat reproduksinya. 

Di awal The Janissary Tree diceritakan Yashim menghadap sang seraskier, komandan angkatan darat kesultanan Usmani yang disebut Garda Baru. Sampai novel berakhir, kita tidak akan menemukan nama sebenarnya dari sang seraskier. Sang seraskier yang dalam pandangan Yashim lebih layak mengenakan serban, lebih suka memakai pakaian seragam peperangan modern ala Prancis. 

Pada saat dipanggil, Yashim baru kembali dari Krimea, menyelidiki kondisi bangsa Tartar yang telah jatuh dalam kekuasaan orang Kazak (Rusia). Bangsa Tartar Krimea yang dikenal sebagai pejuang tangguh, telah menjadi tidak disiplin, dan akhirnya takluk oleh orang Kazak. Menurut sang seraskier, orang-orang seperti bangsa Kazak-lah yang membuat Garda Baru diperlukan oleh kesultanan Usmani. Kenyataannya, Garda Baru yang ditempa oleh pelatih Eropa, tidak bisa melawan Mesir dan Yunani. Hanya satu catatan kemenangan mereka. Kemenangan yang tidak mereka peroleh dari medan perang, kemenangan saat mereka menghabiskan pendahulu mereka, Korps Yenicheri.
 
Korps Yenicheri dibentuk sejak abad ke-14 untuk menjadi pasukan andalan kesultanan Usmani. Dalam bahasa Turki, mereka disebut yeniçeri yang berarti "pasukan baru". Mereka berasal dari anak-anak lelaki Kristen yang terpilih dari pajak manusia, dipaksa meninggalkan keyakinan mereka untuk menjadi mesin perang melawan Eropa. Pada tahun 1453, mereka telah berperan dalam penaklukan Konstantinopel (Istanbul), ibu kota kekaisaran Byzantium, oleh Sultan Mehmed yang menandakan runtuhnya kekaisaran Byzantium. Dari awalnya sebagai pasukan elit sultan, Korps Yenicheri menjelma mafia bersenjata yang petantang-petenteng di jalan-jalan Istanbul, menciptakan teror, kerusuhan, penjarahan, dan pemerasan tanpa tersentuh hukum. Mereka juga menciptakan kebakaran guna mendapatkan keuntungan, karena saat itu memadamkan kebakaran adalah tugas rangkap mereka. Berbagai usaha untuk memberantas korps ini gagal, bahkan pada tahun 1618 mereka membunuh Sultan Osman yang menentang mereka.   

Yenicheri memiliki kebiasaan berkumpul di bawah sebatang pohon chinar yang tumbuh di lapangan terbuka Ameidan. Di bawah pohon itu, mereka berbagi keluhan dan rahasia serta merencanakan pemberontakan. Dan pada cabang-cabang pohonnya, mereka menggantung mayat orang-orang yang menentang mereka. 

Sebagian besar dari anggota Yenicheri menganut Karagozi, aliran yang percaya bahwa ada berbagai cara mengabdi kepada Allah dan mengikuti Nabi Muhammad. Meski salat di masjid, mereka berkumpul dan beribadah di tempat yang disebut 'tekke'. Bergaya islami, tetapi mengabaikan Quran, bahkan membaurkan misteri dan tahayul dalam keyakinan mereka. 

Setelah 300 tahun berjaya, pada malam 16 Juni 1826, mereka dihancurkan oleh pasukan Garda Baru yang baru didirikan. Pada hari yang kemudian dikenang banyak orang sebagai 'Saat Kejayaan' itu, ribuan Yenicheri tewas secara mengenaskan. 

Yashim dipanggil sang seraskier, sebab tidak lama lagi sultan akan mengadakan peninjauan. Selain bertujuan melihat perkembangan latihan Garda Baru, sultan akan mengeluarkan maklumat untuk mengadakan reformasi di kesultanan. Sang seraskier ingin peninjauan sultan sukses agar Garda Baru bisa meraih kepercayaan rakyat dan sultan. Tetapi, ada kejadian yang mengganggu, yang tidak bisa ditolerir sang seraskier. Empat perwira Garda Baru, pemuda-pemuda cakap terpilih, menghilang dari barak. Seorang ditemukan tewas dalam sebuah belanga besi besar berkaki tiga. Orman Berek, begitu identitas korban, ditemukan dalam keadaan tidak berwajah, terpapas habis dari bawah dagu hingga di atas alis. 

Untuk itu, sang seraskier minta pertolongan Yashim yang sepulangnya dari Krimea, sedang tidak terikat dengan pekerjaan lain. Yashim diharapkan bisa menemukan 3 prajurit lain di Istanbul, kota terbesar di dunia yang berpenduduk 2 juta jiwa. 

Di dalam penyelidikan Yashim, di berbagai tempat, sembari menemukan kematian demi kematian yang mengenaskan, ia menemukan jejak-jejak Yenicheri. Juga seiring dengan investigasinya, mayat demi mayat ditemukan. Berdasarkan gagasan sahabatnya, Stanislaw Palewski, duta besar Polandia untuk Sublime Porte, yang dilihat dari lokasi penemuan mayat, Yashim menemukan pola pekerjaan si pembunuh. 

Sebuah pertanyaan mengusik Yashim, apakah setelah dihancurkan 10 tahun lalu, sisa-sia Korps Yenicheri melakukan pembalasan dendam, mengingat korbannya anggota Garda Baru? Atau adakah motif lain? Jika demikian, siapa sesungguhnya yang membunuh 4 anggota Garda Baru itu? Apakah Graf Potemkin, atase muda Rusia, dengan siapa ke-4 anggota Garda Baru itu terakhir terlihat ada hubungannya dengan pembunuhan ini? 

Sementara itu, dalam Istana Topkapi, tempat sultan bersemayam, seorang gözde, dara jelita yang terpilih untuk menemani Sultan, ditemukan tewas dan permata-permata milik Validé Sultan, sang ibu suri, yang dikenakannya lenyap. Masalah bertambah, pertanyaan pun bertambah. Apakah pembunuhan ini ada hubungannya dengan hilangnya dan tewasnya keempat prajurit Garda Baru? 

Setelah berbagai peristiwa terjadi, bahkan sampai mengancam kehidupan Yashim, misteri pembunuhan anggota Garda Baru dan si gözde jelita akan tersingkap pada bagian-bagian akhir novel, memberi jawaban bagi pembaca yang mungkin telah menebak-nebak sejak awal. Menyusul penyingkapan ini, kita akan dikejutkan dengan gagasan 'pembedahan' untuk mengenyahkan 'sumber penyakit' dari salah satu tokoh novel. 

The Janissary Tree tak pelak lagi hadir sebagai novel thriller dengan misteri beraroma politik dalam lingkup kesultanan Usmani. Ia memiliki keunggulan-keunggulan sendiri yang menobatkannya sebagai novel brilian yang layak dibaca. Keeratan Jason Goodwin dengan sejarah dan budaya Turki berhasil menciptakan seting novel yang cemerlang, bermuatan kisah detektif dengan investigasi mendebarkan yang dipadukan dengan fakta-fakta sejarah. Ke dalamnya, penulis mengimbuhkan kisah asmara berbumbu seks yang tak terbayangkan (bayangkan bagaimana caranya kasim memuaskan hasrat seksual perempuan), cinta terselubung gundik sultan yang beraroma lesbian, kekerasan seksual seorang kasim, dan persahabatan yang tidak biasa dalam racikan humor memadai. 

Jason Goodwin juga memiliki keprigelan dalam hal karakterisasi. Semua karakter yang dihadirkan dengan mudah bisa dibayangkan di benak pembaca. Meski ada yang berpendapat bahwa deskripsi karakter akan mengganggu imajinasi pembaca, saya suka dengan cara Jason Goodwin menggambarkan karakter-karakternya. Coba baca bagaimana dia menggambarkan Yashim; Palewski; Sultan Mahmut II; sang seraskier; Validé Sultan; Eugenia, istri duta besar Rusia, Nikolai Derentsov;  atau Preen, seorang penari köçek. 

Novel ini menjadi terkesan unik karena ditulis oleh penulis non-Turki dengan pengetahuan sejarah Turki yang matang. Jason Goodwin memang bukan Orhan Pamuk (novelis Turki yang menulis novel misteri gemilang berseting Turki abad ke-16, Benim Adim Kirmizi -Namaku Merah Kirmizi), tetapi ia bisa membentangkan lanskap Turki di masa lampau dengan mumpuni. Kita bisa melihat kedekatan batinnya dengan masa lampau Turki di dalam pelukisannya tentang jalan-jalan, masjid, menara, kedai kopi, istana, harem, dan hammam, bahkan hingga pada busana, masakan, dan tarian darwis. 

Akhirnya, oleh Jason Goodwin, petualangan Yashim Togalu telah mantap dijadikan serial. Setelah The Janissary Tree, kita akan menemukan kiprah Yashim dalam novel Goodwin selanjutnya, The Snake Stone (2007) dan The Bellini Card (2008).

2 comments:

Unknown said... Reply Comment

Beli bukunya dimana ya ? Infoin dong ke email saya anggaariputra@gmail.com

Unknown said... Reply Comment

Beli bukunya dimana ya ? Infoin dong ke email saya anggaariputra@gmail.com

Post a Comment

Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan