Judul Buku: The Stolen Child
Penulis: Keith Donohue
Penerjemah: Anita Khairunisa
Tebal: 600 hlm; 12,5 cm X 19 cm
Cetakan: 1, Juni 2007
Penerbit: Dastan Books
"Sejarahku yang panjang dan terlupakan mengintip di balik layar" (Henry Day, 275)
Sebenarnya hobgoblin termasuk kelompok peri, yaitu peri-peri kecil yang terjebak dalam waktu sehingga tidak menjadi tua dan tetap seperti anak kecil. Tapi mereka tidak lagi suka disebut peri. Suatu saat mereka akan menjadi changeling; menculik anak manusia dan melakukan pertukaran tempat, anak manusia menjadi hobgoblin, dan hobgoblin menjadi anak manusia. Para hobgoblin ini harus menunggu selama satu abad begitu mereka menjadi hobgoblin, untuk mendapatkan giliran menjadi changeling. Ketika giliran seorang hobgoblin menjadi changeling, komunitas akan membantu mencari anak manusia yang tepat, mengamati kehidupan dan kebiasaan-kebiasaannya untuk dipelajari si changeling. Kriteria seorang anak yang akan digantikan kehidupannya adalah anak berumur enam atau tujuh tahun yang jiwanya rusak oleh kehidupan.
Henry Day, seorang anak laki-laki berusia tujuh tahun direnggut dari keluarganya dan tempatnya digantikan oleh salah satu hobgoblin dari komunitas hobgoblin dekat tempat tinggalnya. Ia dibawa ke dalam komunitas yang terdiri atas sebelas hobgoblin liar. Dalam komunitas ini, Henry dipaksa melupakan masa lalunya sebagai manusia, terjebak dalam waktu menjadi hobgoblin dan akan menunggu hingga kelak ia menjadi changeling. Seiring dengan perjalanan waktu, nama aslinya menghilang dari ingatannya dan ia menyandang nama baru, Aniday (selanjutnya saya sebut Aniday).
Di
pihak lain, hobgoblin yang mengambil tempat Henry Day tumbuh secara
mencengangkan sebagai seorang anak dengan bakat seni (selanjutnya saya
sebut Henry Day). Ia memiliki kemampuan musikal alamiah untuk bermain
piano. Samar-samar, ia mengingat, dulu telah mengenal alat musik ini,
pada kehidupannya yang lain, sebelum tempatnya dalam keluarganya
digantikan oleh changeling.
Selama
beberapa waktu, Henry Day bisa menyembunyikan identitas dirinya. Tapi,
lama kelamaan keanehan yang ditampakkannya membuat ayahnya curiga.
Apalagi suatu pagi Aniday tanpa sengaja muncul di pekarangan rumah
keluarga Day. Sejak saat itu, jurang membentang di antara Henry Day
dengan sang ayah. Hal ini berlangsung hingga ayahnya meninggal. Henry
Day tahu, sebelum meninggal, ayahnya telah mengetahui jati dirinya yang
sesungguhnya.
Ketika
menjalani kehidupan baru, rupanya masa lalu terus menggoda Aniday dan
Henry untuk ditelusuri. Dengan cara masing-masing, mereka mencoba
menguak rahasia asal-usul mereka. Aniday mendapati bahwa dirinya adalah
bagian dari sebuah keluarga di daerah dekat komunitas hobgoblinnya
berada. Ia juga mengetahui siapa changeling yang merenggut posisinya di
tengah keluarga Day. Sedangkan Henry Day menemukan bahwa sebelum menjadi
hobgoblin, dirinya adalah seorang anak manusia bernama Gustav yang
berasal dari keluarga Jerman. Dia telah dirampas dari keluarganya oleh
changeling yang kemudian menjadi seorang idiot savant di tengah keluarga Ungerland.
Meski
telah menemukan diri dan keluarga, mereka menyadari apa yang telah
direbut dari mereka tidak akan kembali ke sediakala. Aniday tidak
mungkin meminta Henry Day untuk mengembalikan hak-haknya bagaimanapun ia
membuat kekacauan dalam hidup Henry Day. Sebaliknya, Henry Day telah
lenyap dari garis darah keluarganya seabad sebelumnya. Ia memang bisa
menemukan jejak keluarganya, tapi dirinya bukan lagi bagian dari mereka.
The Stolen Child
adalah sebuah novel fantasi tentang dunia peri –hobgoblin- yang digarap
dalam nuansa kontemporer. Pada awalnya, novel ini terkesan biasa-biasa
saja, sebuah kisah fantasi layaknya kisah peri yang pernah digarap, yang
hadir sering hanya sebagai pelengkap. Tapi begitu masuk dalam alur
kisahnya, kita seperti dibawa hanyut dalam dunia peri yang unik.
Sebagian
besar novel berkisah tentang pencarian identitas Aniday dan Henry Day
yang hilang. Novel dijabarkan secara menarik menggunakan dua narator
yaitu Aniday (dulunya Henry Day) dan Henry Day (dulunya Gustav)
menggunakan sudut pandang orang pertama. Masing-masing akan saling
melengkapi kisah yang berkembang sejalan dengan mengalirnya plot.
Penggunaan perspektif orang pertama terkesan sangat mendukung karena
pembaca akan dibawa untuk lebih memahami perasaan kedua karakter ini
yang digali secara ekspresif oleh sang pengarang.
Pada
saat membaca narasi Aniday, mungkin pembaca tergoda untuk memihak si
anak yang diculik ini. Tapi, setelah membaca narasi Henry Day, kita akan
merasakan perasaan yang sama pula. Bagaimanapun keduanya memiliki nasib
yang identik, hanya terjadi pada masa yang berbeda. Jika dalam keluarga
Aniday, sang ayah menjadi korban depresi dari hasil pertukaran tempat
Gustav dan Henry Day. Sebaliknya, keluarga Gustav, seluruhnya menyandang
predikat gila.
Kisah mencapai klimaks ketika Henry Day dan Aniday akhirnya dipertemukan oleh
penulis menjelang novel berakhir. Tidak ada kesan penulis bersegera mengakhiri novelnya, tapi ending yang disajikan tanpa bertele-tele menunjukkan bahwa penulis tahu persis kapan daya pikat yang ditorehkannya akan memudar.
Saya suka dengan kalimat yang dijadikan pamungkas oleh Keith Donohue, "Aku pergi dan tak akan pernah kembali, tetapi aku akan selalu mengingat semuanya"
(hlm. 577). Untuk salah satu dari kedua narator, selanjutnya
kemungkinan besar keadaan akan berjalan dengan baik. Tapi untuk narator
yang lain, dengan keputusannya, ia akan menghadapi dunia keras yang penuh tanda tanya.
Tentu
saja sebagai sebuah kisah fantasi, ada hal yang harus diterima tanpa
memperhitungkan logika, khususnya yang berkaitan dengan dunia peri
(hobgoblin). Tapi, mengingat latar kisah ini adalah dunia modern, ada
hal yang agak mengusik pikiran saya. Bukan masalah besar. Hanya tentang
seorang perempuan bermantel merah yang berada di luar komunitas
hobgoblin. Ia pernah bertemu dengan Aniday, pada masa-masa awal Aniday
hidup sebagai hobgoblin (hlm. 70-72). Bertahun-tahun kemudian, perempuan
ini bertemu dengan Henry Day di sebuah resital piano musim dingin (hlm.
178 – 182). Mungkin, untuk memperkuat alur, setelah delapan sampai
sembilan tahun berlalu, perempuan ini masih dikisahkan menggunakan
mantel merah. Sayangnya, kesan yang tertangkap, selama nyaris sepuluh
tahun perempuan ini masih mengenakan 'mantel merah yang sama'.
Hal
lain yang mengusik saya adalah soal nama hobgoblin. Setelah menjadi
hobgoblin, Henry Day mendapatkan nama baru, Aniday. Tapi untuk Gustav
(kemudian menjadi Henry Day), tidak saya temukan namanya selama menjadi
hobgoblin.
Tapi, tentu saja, keusilan saya ini tidak memengaruhi kisah yang ditawarkan Keith Donohue dalam novel perdananya ini. The Stolen Child
tetap hadir sebagai kisah fantasi yang memikat, pedih dan mengharukan
jika direnungkan, tapi indah dan magis dalam penjabarannya.
0 comments:
Post a Comment