11 February 2012

The Stolen Child


Judul Buku: The Stolen Child
Penulis: Keith Donohue
Penerjemah: Anita Khairunisa
Tebal: 600 hlm; 12,5 cm X 19 cm

Cetakan: 1, Juni 2007
Penerbit: Dastan Books




"Sejarahku yang panjang dan terlupakan mengintip di balik layar" (Henry Day, 275)





Sebenarnya hobgoblin termasuk kelompok peri, yaitu peri-peri kecil yang terjebak dalam waktu sehingga tidak menjadi tua dan tetap seperti anak kecil. Tapi mereka tidak lagi suka disebut peri. Suatu saat mereka akan menjadi changeling; menculik anak manusia dan melakukan pertukaran tempat, anak manusia menjadi hobgoblin, dan hobgoblin menjadi anak manusia. Para hobgoblin ini harus menunggu selama satu abad begitu mereka menjadi hobgoblin, untuk mendapatkan giliran menjadi changeling. Ketika giliran seorang hobgoblin menjadi changeling, komunitas akan membantu mencari anak manusia yang tepat, mengamati kehidupan dan kebiasaan-kebiasaannya untuk dipelajari si changeling. Kriteria seorang anak yang akan digantikan kehidupannya adalah anak berumur enam atau tujuh tahun yang jiwanya rusak oleh kehidupan. 

Henry Day, seorang anak laki-laki berusia tujuh tahun direnggut dari keluarganya dan tempatnya digantikan oleh salah satu hobgoblin dari komunitas hobgoblin dekat tempat tinggalnya. Ia dibawa ke dalam komunitas yang terdiri atas sebelas hobgoblin liar. Dalam komunitas ini, Henry dipaksa melupakan masa lalunya sebagai manusia, terjebak dalam waktu menjadi hobgoblin dan akan menunggu hingga kelak ia menjadi changeling. Seiring dengan perjalanan waktu, nama aslinya menghilang dari ingatannya dan ia menyandang nama baru, Aniday (selanjutnya saya sebut Aniday).

Di pihak lain, hobgoblin yang mengambil tempat Henry Day tumbuh secara mencengangkan sebagai seorang anak dengan bakat seni (selanjutnya saya sebut Henry Day). Ia memiliki kemampuan musikal alamiah untuk bermain piano. Samar-samar, ia mengingat, dulu telah mengenal alat musik ini, pada kehidupannya yang lain, sebelum tempatnya dalam keluarganya digantikan oleh changeling. 

Selama beberapa waktu, Henry Day bisa menyembunyikan identitas dirinya. Tapi, lama kelamaan keanehan yang ditampakkannya membuat ayahnya curiga. Apalagi suatu pagi Aniday tanpa sengaja muncul di pekarangan rumah keluarga Day. Sejak saat itu, jurang membentang di antara Henry Day dengan sang ayah. Hal ini berlangsung hingga ayahnya meninggal. Henry Day tahu, sebelum meninggal, ayahnya telah mengetahui jati dirinya yang sesungguhnya.

Ketika menjalani kehidupan baru, rupanya masa lalu terus menggoda Aniday dan Henry untuk ditelusuri. Dengan cara masing-masing, mereka mencoba menguak rahasia asal-usul mereka. Aniday mendapati bahwa dirinya adalah bagian dari sebuah keluarga di daerah dekat komunitas hobgoblinnya berada. Ia juga mengetahui siapa changeling yang merenggut posisinya di tengah keluarga Day. Sedangkan Henry Day menemukan bahwa sebelum menjadi hobgoblin, dirinya adalah seorang anak manusia bernama Gustav yang berasal dari keluarga Jerman. Dia telah dirampas dari keluarganya oleh changeling yang kemudian menjadi seorang idiot savant di tengah keluarga Ungerland. 

Meski telah menemukan diri dan keluarga, mereka menyadari apa yang telah direbut dari mereka tidak akan kembali ke sediakala. Aniday tidak mungkin meminta Henry Day untuk mengembalikan hak-haknya bagaimanapun ia membuat kekacauan dalam hidup Henry Day. Sebaliknya, Henry Day telah lenyap dari garis darah keluarganya seabad sebelumnya. Ia memang bisa menemukan jejak keluarganya, tapi dirinya bukan lagi bagian dari mereka. 

The Stolen Child adalah sebuah novel fantasi tentang dunia peri –hobgoblin- yang digarap dalam nuansa kontemporer. Pada awalnya, novel ini terkesan biasa-biasa saja, sebuah kisah fantasi layaknya kisah peri yang pernah digarap, yang hadir sering hanya sebagai pelengkap. Tapi begitu masuk dalam alur kisahnya, kita seperti dibawa hanyut dalam dunia peri yang unik.

Sebagian besar novel berkisah tentang pencarian identitas Aniday dan Henry Day yang hilang. Novel dijabarkan secara menarik menggunakan dua narator yaitu Aniday (dulunya Henry Day) dan Henry Day (dulunya Gustav) menggunakan sudut pandang orang pertama. Masing-masing akan saling melengkapi kisah yang berkembang sejalan dengan mengalirnya plot. Penggunaan perspektif orang pertama terkesan sangat mendukung karena pembaca akan dibawa untuk lebih memahami perasaan kedua karakter ini yang digali secara ekspresif oleh sang pengarang.

Pada saat membaca narasi Aniday, mungkin pembaca tergoda untuk memihak si anak yang diculik ini. Tapi, setelah membaca narasi Henry Day, kita akan merasakan perasaan yang sama pula. Bagaimanapun keduanya memiliki nasib yang identik, hanya terjadi pada masa yang berbeda. Jika dalam keluarga Aniday, sang ayah menjadi korban depresi dari hasil pertukaran tempat Gustav dan Henry Day. Sebaliknya, keluarga Gustav, seluruhnya menyandang predikat gila. 

Kisah mencapai klimaks ketika Henry Day dan Aniday akhirnya dipertemukan oleh penulis menjelang novel berakhir. Tidak ada kesan penulis bersegera mengakhiri novelnya, tapi ending yang disajikan tanpa bertele-tele menunjukkan bahwa penulis tahu persis kapan daya pikat yang ditorehkannya akan memudar.

Saya suka dengan kalimat yang dijadikan pamungkas oleh Keith Donohue, "Aku pergi dan tak akan pernah kembali, tetapi aku akan selalu mengingat semuanya" (hlm. 577). Untuk salah satu dari kedua narator, selanjutnya kemungkinan besar keadaan akan berjalan dengan baik. Tapi untuk narator yang lain, dengan keputusannya, ia akan menghadapi dunia keras yang penuh  tanda tanya.

Tentu saja sebagai sebuah kisah fantasi, ada hal yang harus diterima tanpa memperhitungkan logika, khususnya yang berkaitan dengan dunia peri (hobgoblin). Tapi, mengingat latar kisah ini adalah dunia modern, ada hal yang agak mengusik pikiran saya. Bukan masalah besar. Hanya tentang seorang perempuan bermantel merah yang berada di luar komunitas hobgoblin. Ia pernah bertemu dengan Aniday, pada masa-masa awal Aniday hidup sebagai hobgoblin (hlm. 70-72). Bertahun-tahun kemudian, perempuan ini bertemu dengan Henry Day di sebuah resital piano musim dingin (hlm. 178 – 182). Mungkin, untuk memperkuat alur, setelah delapan sampai sembilan tahun berlalu, perempuan ini masih dikisahkan menggunakan mantel merah. Sayangnya, kesan yang tertangkap, selama nyaris sepuluh tahun perempuan ini masih mengenakan 'mantel merah yang sama'. 

Hal lain yang mengusik saya adalah soal nama hobgoblin. Setelah menjadi hobgoblin, Henry Day mendapatkan nama baru, Aniday. Tapi untuk Gustav (kemudian menjadi Henry Day), tidak saya temukan namanya selama menjadi hobgoblin. 

Tapi, tentu saja, keusilan saya ini tidak memengaruhi kisah yang ditawarkan Keith Donohue dalam novel perdananya ini. The Stolen Child tetap hadir sebagai kisah fantasi yang memikat, pedih dan mengharukan jika direnungkan, tapi indah dan magis dalam penjabarannya.

0 comments:

Post a Comment

Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan