11 February 2012

The Proposing Tree



Judul Buku: The Proposing Tree
Penulis: James F. Twyman
Penerjemah: Mikaela Nadia dan Anton Kurnia
Tebal: 161 halaman
Cetakan: 1, April 2007
Penerbit: Serambi Ilmu Semesta





Konon, sejak diciptakan, manusia sudah punya pasangan atau belahan jiwa. Dalam kehidupan, seringkali manusia terjebak dalam keputusan menghabiskan hidup (baca: menikah) dengan orang yang sesungguhnya bukan belahan jiwanya. Ketika menyadari orang tersebut bukan belahan jiwanya, sebagian orang tetap mempertahankan hubungan itu, sebagian lagi meninggalkannya untuk mencari belahan jiwanya.

Pohon Lamaran (The Proposing Tree) adalah kisah perjalanan seorang pria penulis buku terkenal untuk mendapatkan kepastian mengenai belahan jiwanya. Kemungkinan besar kisah yang dijalin sebagai novel alit ini ditulis berdasarkan pengalaman hidup si penulis novel ini, James Frederick Twyman. Hal ini tergambar pada ungkapan persembahan (hlm. 5) yang ditulisnya untuk seorang bernama Jennifer di samping penggunaan namanya sendiri sebagai tokoh utama.

Sebagai pengarang terkenal, James F. Twyman -penulis novel ini- juga telah menulis buku seperti Emissary of Light: A Vision of Peace, Emissary of Love, dan The Prayer of St. Francis. Ia dikenal sebagai musisi yang telah berkeliling dunia menampilkan "Konser Perdamaian" di beberapa daerah konflik. Selain itu ia adalah "Trubador Perdamaian" yang diundang oleh berbagai pemerintah dan organisasi kemanusiaan untuk tampil di mancanegara. Sebut saja Irak, Irlandia Utara, Bosnia, Serbia, Kosovo, Israel, Timor Timur, dan Meksiko.

Dalam novel Pohon Lamaran yang merupakan debut novelnya, ia mengisahkan tentang penulis asal Illinois bernama James Fredrick Twyman (Fredrick). Tidak puas dengan kehidupannya di Peoria, Illinois, Fredrick lari ke California, dan memulai karier kepenulisannya dengan menulis esei dan cerita pendek. Setelah berhasil menulis dua buku, ia memiliki penggemar fanatik, antara lain seorang seniwati asal Nebraska, bernama Carolyn. Sama seperti Fredrick, Carolyn juga tidak puas dengan tempat asalnya. Mereka bertemu dan menjalin persahabatan, meski dalam hati, sejak jumpa pertama, Fredrick telah jatuh cinta.
 
Setelah enam bulan saling kenal, mereka menemukan sebuah pohon, di tengah-tengah Los Angeles. Sejenis pohon ek yang bundar dan kuat dengan cabang-cabang berbulu selembut awan, hijau dan rimbun; bagian bawahnya lebih mirip tiga batang daripada satu batang yang saling lilit dan menjalin sebagai sebuah pohon besar, menaungi jalanan di sudut Jalan Nomor Dua dan Jalan Windsor (hlm. 9 – 10).

"Aku punya mimpi dilamar di bawah pohon seperti ini," kata Carolyn. "Khususnya di hari seperti ini dengan embusan angin yang lembut dan langit yang biru." (hlm. 25). 
 
"Aku tidak pernah benar-benar memikirkan hal itu, tapi kau benar. Jika aku mau melamar seorang perempuan, ini akan menjadi tempat yang tepat," kata Fredrick. (hlm.26). 
 
Maka, di bawah pohon itu, di bawah kekuatan magis cabang-cabangnya, Fredrick berlatih melamar perempuan, dengan Carolyn sebagai pasangannya. Tanpa Carolyn sadari, pada saat latihan melamar ini, Fredrick sesungguhnya telah mengatakan isi hati yang sebenarnya. Sejak saat itu, pohon itu dibabtis menjadi Pohon Lamaran. Setiap kali bertemu, latihan melamar menjadi ritual mereka, selama bertahun-tahun. Sempat tiga tahun mereka tidak melakukan ritual ini karena sama-sama mengalami ketakutan dengan perasaan sendiri. 
 
Suatu hari, dalam perjalanan ke London, Fredrick dan Carolyn bertemu seorang bintang rock terkenal, Colin Church -juga seorang penggemar fanatik karya Fredrick. Dengan segera Colin akrab dengan mereka dan menjadi bagian hidup mereka. Selanjutnya, apa yang Fredrick takutkan terjadi, Colin jatuh cinta pada Carolyn. Atas bantuan Fredrick sendiri, Colin melamar Carolyn, seperti yang perempuan itu inginkan, di bawah 'Pohon Lamaran Mereka'. Patah hati, Fredrick mengemas barangnya dan meninggalkan Los Angeles. 
 
Pada akhirnya, Fredrick menemukan juga perempuan yang kemudian diputuskannya untuk menjadi teman hidupnya. Sayangnya, Fredrick tidak mendapatkan kesempatan melamar calon istrinya di bawah Pohon Lamaran.

Cerita inti novel Pohon Lamaran adalah catatan Fredrick James yang dihadiahkan kepada si Pohon Lamaran. Kisah ini ditulis di sebuah buku yang diletakkan di tempat pertemuan dua cabang utama Pohon Lamaran. Kebetulan buku ini ditemukan oleh anak lelaki pemilik baru sebuah rumah di dekat lokasi pohon ini. Kisah Pohon Lamaran yang kemudian dibaca oleh pembaca adalah tulisan tangan yang dibaca oleh Maggie -ibu si bocah- yang tengah galau dengan perkawinannya yang mulai kehilangan api cinta.

Sebenarnya, sejak awal, pembaca sudah bisa meraba isi lengkap novel ini. Sebuah kisah cinta berliku yang berakhir bahagia. Perjalanan cinta ini memang memakan waktu, tapi membayar lunas apa yang telah kedua tokoh utama novel ini korbankan. Sebuah model kisah cinta yang memiliki penggemar sendiri, yang terus digarap, tidak pernah aus digerus waktu.

Sayangnya, kisah perjalanan cinta James F. Twyman ini hadir tanpa keistimewaan berarti sebagai sebuah kisah cinta abadi. Secara keseluruhan terasa tidak menggigit. Gaya berceritanya terkesan datar dan parahnya kisah berlikunya tidak didukung konflik yang kuat dan menggugah. Sekalipun misalnya kisah ini ditulis berdasarkan kisah nyata, sebagai penulis fiksi Twyman seharusnya memanfaatkan apa yang disebut kebebasan novelis. Meraut konflik sampai tajam sangat penting, apalagi untuk kisah cinta yang sudah terlalu kerap digarap. 
 
Dari segi karakterisasi, ada kesan Twyman memosisikan karakter-karakter dalam novel ini sebagai manusia yang 'lurus'. Dan saking lurusnya, sebagai contoh, tidak ada keberanian dalam diri Fredrick untuk memangkas perjalanan cintanya yang akhirnya memakan waktu puluhan tahun. Alhasil, karakter-karakter dalam novel ini terasa membosankan. 

Memang sulit menghasilkan sebuah kisah cinta abadi. Sampai sekarang, Love Story karya Erich Segal -bagi saya- masih merupakan novel cinta yang memikat. Seperti The Proposing Tree (Pohon Lamaran), Love Story tidak memakan banyak halaman untuk menjabarkan kisah cinta di dalamnya. Tapi dalam keringkasan yang ia miliki, dengan konflik yang menyentuh—catat, bukan sekedar karena penyakit yang diderita karakter perempuannya- dalam penuturan yang cerdas dan menggelitik, Love Story berhasil meninggalkan bekas, sebagai sebuah kisah cinta abadi.

Pembaca yang senang ungkapan-ungkapan cinta yang dirangkai berbunga-bunga mungkin bisa menjadikan The Proposing Tree sebagai pilihan. Tapi, khusus bagi pembaca pria, jika ungkapan-ungkapan yang ada hendak ditiru untuk melamar calon istri, sungguh tidak disarankan.

2 comments:

Anonymous said... Reply Comment

Emang ungkapan2nya apa sih? ;p
bukunya boring gak?

Jody said... Reply Comment

@rizzma:
Udah agak lupa, soalnya review ini pindahan dari blog lama dan ditulis tahun 2007. Coba cari dan baca bukunya. Tipis dan ukurannya kecil :)

Post a Comment

Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan