Tebal: 161 halaman
Cetakan: 1, April 2007
Penerbit: Serambi Ilmu Semesta
Penerbit: Serambi Ilmu Semesta
Konon, sejak diciptakan, manusia sudah punya pasangan atau belahan jiwa. Dalam kehidupan, seringkali manusia terjebak dalam keputusan menghabiskan hidup (baca: menikah) dengan orang yang sesungguhnya bukan belahan jiwanya. Ketika menyadari orang tersebut bukan belahan jiwanya, sebagian orang tetap mempertahankan hubungan itu, sebagian lagi meninggalkannya untuk mencari belahan jiwanya.
Pohon Lamaran (The Proposing Tree)
adalah kisah perjalanan seorang pria penulis buku terkenal untuk
mendapatkan kepastian mengenai belahan jiwanya. Kemungkinan besar kisah
yang dijalin sebagai novel alit ini ditulis berdasarkan pengalaman
hidup si penulis novel ini, James Frederick Twyman.
Hal ini tergambar pada ungkapan persembahan (hlm. 5) yang ditulisnya
untuk seorang bernama Jennifer di samping penggunaan namanya sendiri
sebagai tokoh utama.
Sebagai pengarang terkenal, James F. Twyman -penulis novel ini- juga telah menulis buku seperti Emissary of Light: A Vision of Peace, Emissary of Love, dan The Prayer of St. Francis.
Ia dikenal sebagai musisi yang telah berkeliling dunia menampilkan
"Konser Perdamaian" di beberapa daerah konflik. Selain itu ia adalah "Trubador
Perdamaian" yang diundang oleh berbagai pemerintah dan organisasi
kemanusiaan untuk tampil di mancanegara. Sebut saja Irak, Irlandia Utara, Bosnia, Serbia,
Kosovo, Israel, Timor Timur, dan Meksiko.
Dalam novel Pohon Lamaran
yang merupakan debut novelnya, ia mengisahkan tentang penulis asal
Illinois bernama James Fredrick Twyman (Fredrick). Tidak puas dengan
kehidupannya di Peoria, Illinois, Fredrick lari ke California, dan
memulai karier kepenulisannya dengan menulis esei dan cerita pendek.
Setelah berhasil menulis dua buku, ia memiliki penggemar fanatik,
antara lain seorang seniwati asal Nebraska, bernama Carolyn. Sama seperti Fredrick, Carolyn juga tidak puas dengan tempat asalnya. Mereka bertemu dan
menjalin persahabatan, meski dalam hati, sejak jumpa pertama, Fredrick
telah jatuh cinta.
Setelah enam bulan saling kenal, mereka menemukan sebuah pohon, di tengah-tengah Los Angeles. Sejenis
pohon ek yang bundar dan kuat dengan cabang-cabang berbulu selembut
awan, hijau dan rimbun; bagian bawahnya lebih mirip tiga batang
daripada satu batang yang saling lilit dan menjalin sebagai sebuah
pohon besar, menaungi jalanan di sudut Jalan Nomor Dua dan Jalan
Windsor (hlm. 9 – 10).
"Aku punya mimpi dilamar di bawah pohon seperti ini," kata Carolyn. "Khususnya di hari seperti ini dengan embusan angin yang lembut dan langit yang biru." (hlm. 25).
"Aku
tidak pernah benar-benar memikirkan hal itu, tapi kau benar. Jika aku
mau melamar seorang perempuan, ini akan menjadi tempat yang tepat," kata Fredrick. (hlm.26).
Maka,
di bawah pohon itu, di bawah kekuatan magis cabang-cabangnya,
Fredrick berlatih melamar perempuan, dengan Carolyn sebagai
pasangannya. Tanpa Carolyn sadari, pada saat latihan melamar ini,
Fredrick sesungguhnya telah mengatakan isi hati yang sebenarnya. Sejak
saat itu, pohon itu dibabtis menjadi Pohon Lamaran. Setiap kali
bertemu, latihan melamar menjadi ritual mereka, selama bertahun-tahun.
Sempat tiga tahun mereka tidak melakukan ritual ini karena sama-sama
mengalami ketakutan dengan perasaan sendiri.
Suatu
hari, dalam perjalanan ke London, Fredrick dan Carolyn bertemu
seorang bintang rock terkenal, Colin Church -juga seorang
penggemar fanatik karya Fredrick. Dengan segera Colin akrab dengan
mereka dan menjadi bagian hidup mereka. Selanjutnya, apa yang Fredrick
takutkan terjadi, Colin jatuh cinta pada Carolyn. Atas bantuan Fredrick
sendiri, Colin melamar Carolyn, seperti yang perempuan itu inginkan,
di bawah 'Pohon Lamaran Mereka'. Patah hati, Fredrick mengemas
barangnya dan meninggalkan Los Angeles.
Pada
akhirnya, Fredrick menemukan juga perempuan yang kemudian
diputuskannya untuk menjadi teman hidupnya. Sayangnya, Fredrick tidak
mendapatkan kesempatan melamar calon istrinya di bawah Pohon Lamaran.
Cerita inti novel Pohon Lamaran
adalah catatan Fredrick James yang dihadiahkan kepada si Pohon
Lamaran. Kisah ini ditulis di sebuah buku yang diletakkan di tempat
pertemuan dua cabang utama Pohon Lamaran. Kebetulan buku ini ditemukan
oleh anak lelaki pemilik baru sebuah rumah di dekat lokasi pohon ini.
Kisah Pohon Lamaran yang kemudian dibaca oleh pembaca adalah tulisan
tangan yang dibaca oleh Maggie -ibu si bocah- yang tengah galau dengan
perkawinannya yang mulai kehilangan api cinta.
Sebenarnya,
sejak awal, pembaca sudah bisa meraba isi lengkap novel ini. Sebuah
kisah cinta berliku yang berakhir bahagia. Perjalanan cinta ini memang
memakan waktu, tapi membayar lunas apa yang telah kedua tokoh utama
novel ini korbankan. Sebuah model kisah cinta yang memiliki penggemar
sendiri, yang terus digarap, tidak pernah aus digerus waktu.
Sayangnya, kisah perjalanan cinta James F. Twyman ini hadir tanpa keistimewaan berarti sebagai sebuah kisah cinta abadi.
Secara keseluruhan terasa tidak menggigit. Gaya berceritanya terkesan
datar dan parahnya kisah berlikunya tidak didukung konflik yang kuat
dan menggugah. Sekalipun misalnya kisah ini ditulis berdasarkan kisah
nyata, sebagai penulis fiksi Twyman seharusnya memanfaatkan apa yang
disebut kebebasan novelis. Meraut konflik sampai tajam sangat penting,
apalagi untuk kisah cinta yang sudah terlalu kerap digarap.
Dari
segi karakterisasi, ada kesan Twyman memosisikan karakter-karakter
dalam novel ini sebagai manusia yang 'lurus'. Dan saking lurusnya,
sebagai contoh, tidak ada keberanian dalam diri Fredrick untuk
memangkas perjalanan cintanya yang akhirnya memakan waktu puluhan
tahun. Alhasil, karakter-karakter dalam novel ini terasa membosankan.
Memang sulit menghasilkan sebuah kisah cinta abadi. Sampai sekarang, Love Story karya Erich Segal -bagi saya- masih merupakan novel cinta yang memikat. Seperti The Proposing Tree (Pohon Lamaran), Love Story
tidak memakan banyak halaman untuk menjabarkan kisah cinta di
dalamnya. Tapi dalam keringkasan yang ia miliki, dengan konflik yang
menyentuh—catat, bukan sekedar karena penyakit yang diderita karakter
perempuannya- dalam penuturan yang cerdas dan menggelitik, Love Story berhasil meninggalkan bekas, sebagai sebuah kisah cinta abadi.
Pembaca yang senang ungkapan-ungkapan cinta yang dirangkai berbunga-bunga mungkin bisa menjadikan The Proposing Tree sebagai pilihan. Tapi, khusus bagi pembaca pria, jika ungkapan-ungkapan yang ada hendak ditiru untuk melamar calon istri, sungguh tidak disarankan.
2 comments:
Emang ungkapan2nya apa sih? ;p
bukunya boring gak?
@rizzma:
Udah agak lupa, soalnya review ini pindahan dari blog lama dan ditulis tahun 2007. Coba cari dan baca bukunya. Tipis dan ukurannya kecil :)
Post a Comment