Judul: The Penderwicks
Penulis: Jeanne Birdsall (2005)
Penerjemah: Poppy Damayanti Chusfani
Tebal: 292 hlm; 13,5 X 20 cm
Cetakan: 1, Maret 2008
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Penerjemah: Poppy Damayanti Chusfani
Tebal: 292 hlm; 13,5 X 20 cm
Cetakan: 1, Maret 2008
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
The Penderwicks: A Summer Tale of Four Sisters, Two Rabbits, and a Very Interesting Boy (Keluarga Penderwick Kisah Musim Panas Empat Kakak-beradik Perempuan, Dua Kelinci, dan Seorang Anak Laki-laki yang Sangat Menarik) adalah judul panjang dari novel anak-anak karya perdana Jeanne Birdsall. Novel yang diterbitkan pertama kali pada Juni 2005 ini telah memenangkan National Book Award untuk Young People's Literature tahun 2005. Setelah sekian lama bekerja sebagai fotografer, impian masa kecil Jeanne Birdsall yang kini bermukim di Northampton, Massachusetts ini untuk menjadi penulis novel akhirnya menjadi nyata.
Novel ini (The Penderwicks)
merupakan kenang-kenangan dari 4 kakak-beradik perempuan pada sebuah
musim panas di masa kecil mereka. Bertahun-tahun telah berlalu, mereka
telah dewasa, tetapi pengalaman musim panas ini ternyata tidak dapat
mereka lupakan. Ketika itu Rosalind baru berusia 12 tahun, Skye 11
tahun, Jane 10 tahun, dan Batty 4 tahun. Pada waktu kisah dimulai,
mereka berada di mobil bersama sang ayah, Martin Penderwick, seorang
profesor Botani yang doyan berbicara dengan bahasa Latin, dalam
perjalanan menuju Arundel, di Berkshire Mountain. Ikut bersama mereka,
seekor anjing besar, kikuk, dan manis bernama Hound. Tentu saja,
Elizabeth Penderwick, ibu anak-anak, tidak ikut. Sang ibu meninggal 2
minggu setelah kelahiran Batty. Penulis novel memberi alasan yang
menimbulkan pertanyaan lewat penuturan Rosalind (hlm. 43), bahwa
Elizabeth meninggal karena kanker setelah melahirkan Batty. Artinya,
Batty dilahirkan seorang penderita kanker kan? Kenapa tidak ada
penjelasan yang memadai soal ini?
Kisah kakak-beradik perempuan akan selalu mengingatkan pada novel klasik berjudul Little Women
(1868) karya Louisa May Alcott yang dalam novel ini, kebetulan,
disinggung penulis lewat ucapan Jane (hlm. 29). Bisa ditebak jika buku
tentang gadis-gadis keluarga March itu telah memengaruhi kelahiran
novel ini. Bahkan, karakterisasi anak-anak Penderwick akan mengingatkan
karakter beragam seperti yang dimiliki gadis-gadis keluarga March:
Meg, Jo, Beth, dan Amy. Tetapi The Penderwicks jelas berbeda dengan Little Women. Hanya, bagi saya, The Penderwicks adalah Little Women kontemporer, dengan rasa dan keasyikan yang baru.
Karakterisasi yang kuat dan menarik dibubuhkan Jeanne Birdsall ke dalam diri anak-anak Penderwick. Rosalind, si
sulung, penengah setiap masalah, bertindak seperti pengganti ibu
terhadap saudara-saudaranya, dan mulai digerogoti cinta remaja. Skye, seorang
gadis cerdas berdarah panas dan tidak sabaran. Ia digambarkan berbeda
secara fisik dengan saudara-saudaranya; berambut pirang lurus dan
bermata biru, sementara saudara-saudaranya bermata cokelat dan berambut
keriting gelap. Ketika cerita bergulir, diceritakan bagaimana dengan
galak ia menantang orang yang dipandang menghina keluarganya. Jane, seorang tukang khayal yang ingin menjadi penulis kondang. Ia
menulis serial jagoan perempuan bernama Sabrina Starr yang
menyelamatkan anak burung gereja, kura-kura, dan tikus tanah. Sedangkan
Batty, si bungsu adalah anak
pemalu yang menjadikan binatang dan keluarganya sebagai target kasih
sayang. Ia senang mengenakan sayap kupu-kupu dan tidak pernah bicara
dengan orang yang baru dikenalnya sampai ia menemukan kesamaan
kegemaran dengan orang itu.
Dalam
perjalanan menuju Arundel, Keluarga Penderwick tersesat. Untunglah
mereka bertemu Harry, seorang penjual tomat. Harry menunjukkan jalan
menuju Arundel dan mengingatkan tentang Mrs. Tifton, si pemilik Arundel
yang congkak dan Skye yang dideteksinya sebagai tukang bikin onar.
Ternyata Arundel tempat yang luar biasa. Terdiri atas Arundel
Hall, sebuah mansion megah di tengah taman yang apik, dan Arundel
Cottage, sebuah vila berwarna kuning mentega di balik halaman
belakangnya. Vila inilah yang disewa Mr. Penderwick untuk dipakai
selama liburan.
Setelah
menempati kamar masing-masing, keempat bersaudari Penderwick siap
menghabiskan waktu selama 3 minggu di Arundel. Di sini mereka bertemu
orang-orang menyenangkan seperti Cagney, tukang kebun Arundel; Mrs.
Churchill (Churcie), koki Arundel yang pintar membuat kue jahe; dan
tentu saja, Jeffrey Tifton, putra pemilik Arundel, yang menerima
kedatangan Keluarga Penderwick dengan antusias. Tetapi, juga
orang-orang menyebalkan yaitu Mrs. Tifton (Brenda), ibu Jeffrey yang
secongkak sepatu hak tinggi yang dikenakannya dan pacarnya, Dexter
Dupree, penerbit majalah mobil yang ingin menghalau Jeffrey secepatnya
dari Arundel. Khusus bagi Batty, ada dua ekor kelinci (Yaz dan Carla)
yang bisa menjadi tempat curahan kasih sayangnya.
Rosalind
dan adik-adiknya sangat menyukai Jeffrey. Mereka iba karena Jeffrey
tidak pernah mengenal ayahnya. Ayah Jeffrey pergi sebelum Jeffrey
dilahirkan; kepergian yang mengundang gosip. Kakak-beradik Penderwick
semakin bersimpati ketika tahu Brenda menghalangi niat Jeffrey untuk
masuk sekolah musik. Brenda ingin Jeffrey menjadi prajurit seperti
Jenderal Framley, kakek Jeffrey yang sudah mangkat.
Simultan
dengan kedatangan Keluarga Penderwick, Brenda Tifton sedang
bersiap-siap mengikutkan tamannya dalam kompetisi Klub Berkebun
se-Massachusetts. Ia berharap bisa jadi pemenang tahun ini. Bagi
Brenda, anak-anak Penderwick hanya akan bikin kacau dan merusak taman
kebanggaannya. Menurutnya juga, anak-anak Penderwick memberi pengaruh
buruk pada Jeffrey. Ia menunjukkan secara terang-terangan rasa
antipatinya kepada anak-anak Penderwick. Sikapnya yang judes menakutkan
dan menjengkelkan anak-anak Penderwick. Jane yang penuh khayal
menyebutnya Ratu Narnia yang mengubah semuanya menjadi musim dingin.
Kisah
musim panas ini bergulir melewati berbagai peristiwa yang menakutkan
Batty ketika Yaz menghilang, menyulut kemarahan Mrs. Tifton atas
gangguan anak-anak Penderwick saat kompetisi Klub Berkebun, menyengat
kedongkolan Skye atas penghinaan Mrs. Tifton terhadap kehormatan
keluarga Penderwick, mematahkan hati Rosalind manakala mengetahui
Cagney sudah punya pacar, dan meluluhkan niat Jane untuk menjadi
penulis tenar sewaktu karya teranyarnya, 'Sabrina Starr Menyelamatkan
Anak Laki-laki', dianggap gagal oleh Dexter. Semuanya mencapai klimaks
saat Jeffrey memutuskan minggat dari Arundel Hall.
Apa
yang akan terjadi dengan Jeffrey? Apakah liburan musim panas di
Arundel ini akan menjadi kenangan yang menyakitkan dalam benak
anak-anak Penderwick? Dua pertanyaan ini tentunya akan terjawab pada
lembar-lembar terakhir novel setebal 292 halaman ini.
Secara keseluruhan, The Penderwicks
adalah sebuah novel yang indah, dan tentu saja, cocok untuk anak-anak.
Penggambaran semua karakter novel yang unik menjadi kekuatan novel
ini. Belum lagi kelucuan yang ditimbulkan oleh ulah dan pemikiran
anak-anak Penderwick. Selain itu, dari kehidupan anak-anak Penderwick
banyak hal yang bisa dipetik hikmahnya seperti berupaya menyelesaikan
setiap masalah dengan musyawarah (mereka punya agenda yang mereka sebut
Pertemuan Besar Penderwick Bersaudara) bersiteguh menjaga rahasia dan
kehormatan keluarga; juga bersimpati dan berempati pada kesusahan orang
lain. Seperti testimoni di sampul belakang (School Library Journal),
alhasil, setelah membaca buku ini, anak-anak Penderwick akan disayangi
oleh para pembaca.
Bagi orangtua, The Penderwicks
memberikan pelajaran berharga bagaimana harus memperlakukan anak-anak.
Tentu saja, orangtua yang baik menginginkan masa depan gemilang untuk
anak-anak mereka. Tetapi, belum tentu rancangan masa depan seorang anak
dari orangtuanya akan sebangun dengan rancangan masa depan anak itu
sendiri. Jadi, orangtua perlu juga mendengar keinginan anak mereka
untuk tidak membuat mereka jadi pemberontak dan membenci orang tua
sendiri. "Karena orangtua hampir selalu menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya, tetapi mereka tidak selalu tahu apa yang terbaik,"
kata Mr. Penderwick (hlm. 233). Selain itu, novel ini juga mendedahkan
bagaimana orang tua menghadapi anak-anaknya, memosisikan mereka
sebagai sahabat, meminta maaf jika telah mengesalkan mereka, dan
memberikan mereka kebebasan yang bertanggung jawab.
Setelah The Penderwicks: A Summer Tale of Four Sisters, Two Rabbits, and a Very Interesting Boy, Jeanne Birdsall menulis sekuel berjudul The Penderwicks on Gardam Street yang diterbitkan pada April 2008. Kita tunggu saja apakah buku ini akan menyusul pendahulunya untuk diterbitkan dalam bahasa Indonesia.
0 comments:
Post a Comment