10 February 2012

The Last Templar


Judul : Messiah Conspiracy
Judul Asli : The Last Templar
Penulis : Raymond Khoury
Penerjemah : Retno Wulandari
Tebal : 668 hlm
Cetakan 1, Januari 2007
Penerbit : Dastan Books




Setelah The Templar Legacy (Warisan Templar) karya Steve Berry meramaikan dunia buku Indonesia (2006) dengan novel bertema kesatria Templar, awal 2007 Dastan Books menerbitkan Messiah Conspiracy. Messiah Conspiracy mengusung tema kesatria Templar, tetapi tentu saja dengan teknik penyajian yang berbeda dengan Warisan Templar. Belakangan di dunia literatur Amerika memang berkembang genre sejenis yang tidak dapat disangkal merupakan ekspansi literatur akibat suksesnya The Da Vinci Code karya Dan Brown.

Messiah Conspiracy ditulis oleh Raymond Khoury, seorang penulis skenario berdarah Lebanon yang juga seorang arsitek dan MBA lulusan INSEAD (Prancis). Prestasi Khoury dalam dunia sinema televisi antara lain drama mata-mata sukses BBC berjudul Spooks dan Waking the Dead yang memberikannya penghargaan Emmy Award. Melihat teknik penyajian Khoury dalam debut novelnya ini, bisa ditebak kalau Messiah Conspiracy sesungguhnya merupakan hasil pengembangan skenario. Khoury meramunya dengan sejumlah fakta historis dan imajinasinya yang brilian, sehingga Messiah Conspiracy menjadi karya yang tidak tergolong biasa-biasa saja. Bahkan dengan novel ini tak pelak Khoury segera menyejajarkan dirinya dengan penulis-penulis seperti Sidney Sheldon (almarhum) atau Dan Brown untuk generasi yang lebih baru.

Khoury berhasil menjaga ritme penceritaan hingga mencapai kulminasi dalam adegan-adegan yang sarat ketegangan; racikan konspirasi, aksi dan misteri yang melumuri sekujur tubuh novelnya. Kemudian dengan tangkas dia mengunci novel tepat pada waktunya. Selain plot yang cerdas, Messiah Conspiracy juga menyodorkan karakter-karakter ciptaan Khoury yang menawan. Berbeda dengan Warisan Templar, sejoli protagonis Khoury adalah tokoh-tokoh muda dan energik dengan latar belakang kehidupan yang cukup kompleks, selaras dengan tema yang disuguhkan.

Bagaikan sebuah teaser film (ACT 0, babak 0 dalam film), Khoury membuka novel dengan peristiwa jatuhnya Acre, wilayah Ordo Templar terakhir di Kerajaan Yerusalem tahun 1291. Martin of Carmaux, Aimard of Villier dan sejumlah kesatria Templar meninggalkan Acre menggunakan kapal The Falcon Temple untuk keluar dari tanah suci, sekaligus membawa rahasia Templar.

Bergeser ke masa kini, dari kegelapan malam Central Park, empat penunggang kuda bertopeng dan berpakaian ala kesatria Templar menerobos masuk Metropolitan Museum of Art saat sedang berlangsung acara pembukaan eksibisi harta karun Vatikan. Mereka menciptakan teror, membunuh, dan membawa kabur semua harta Vatikan yang dipamerkan, termasuk rotor pembuat sandi peninggalan abad ke-16. Tess Chaykin, seorang arkeolog perempuan, yang hadir di museum itu menyaksikan bagaimana rotor tersebut diambil oleh salah satu penunggang kuda sambil mengucapkan serangkaian kata berbahasa Latin.

Paralel dengan investigasi FBI yang dipimpin oleh spesialis antiteroris, Sean Reilly, satu demi satu penunggang kuda yang terlibat peristiwa malam itu tewas dibunuh. Pertemuan kebetulan Tess Chaykin dengan Sean Reilly menyeret Tess ke dalam alur penyelidikan yang menemukan kaitan di masa lalu. Semua berhubungan dengan eksistensi Ordo Templar, termasuk menghilangnya The Falcon Temple beserta rahasia yang dibawa lari dari Acre. Secara simultan, berbagai karakter masuk ke dalam plot novel, membawa agenda masing-masing, tanpa diketahui teman atau lawan bagi karakter protagonis.

Cerita kemudian berkembang ke wilayah Turki dalam rangka mengungkap apa sebenarnya rahasia yang menghilang bersama lenyapnya The Falcon Temple. Apa yang selanjutnya dibentangkan Khoury memberikan kejutan-kejutan yang tidak terduga, berporos pada masa lalu dan sejarah Templar serta misi untuk menggabungkan tiga keyakinan besar yaitu Kristen (Katolik), Yahudi, dan Muslim. Pengkhianatan terhadap kubu Templar menyebabkan misi tersebut berkembang menjadi upaya untuk menjatuhkan salah satu dari tiga keyakinan tersebut. Menyusup ke dalam misi besar Templar, salah satu di antara tokoh novel memosisikan diri untuk menyelesaikan misi Templar dengan alasan-alasannya sendiri. Misi Templar memang gagal karena tenggelamnya The Falcon Temple, dan walaupun ada usaha untuk memperbaikinya, kesatria Templar yang terakhir terlambat tiba di Paris.

Khoury seolah-olah membagi novelnya dalam dua wilayah. Pertama, serangkaian peristiwa berdarah beserta pelacakan rahasia Templar yang merambat ke wilayah Turki, kepulauan Yunani, bahkan Vatikan. Kedua, secara provokatif Khoury membeberkan fakta dan hipotesisnya seputar keyakinan besar yang eksis di dunia saat ini. Sepintas akan mengingatkan pada Warisan Templar, seolah-olah pengarang-pengarang ini menggunakan data yang sama pada beberapa tempat. Tetapi Khoury menampilkan dengan gemilang dan membentuk penghalang bagi kecepatan pembaca memahami gedoran yang akan dilakukan di ujung cerita. Di antara dua wilayah penceritaan itu, Khoury menginsersi kekalahan, keruntuhan dan tipu muslihat seputar eksistensi Ordo Templar serta perjuangan kesatria Templar terakhir. Seperti penulis-penulis lain yang berangkat dari penulis skenario (misalnya Sidney Sheldon dan Paul Christopher), Khoury juga mengemas bab-bab dengan efektif, sehingga beberapa bab tampil begitu ramping dan mempercepat eksekusi.

Ketika penulis-penulis lain menambahkan bab prolog dan epilog ke dalam novelnya, seringkali hal itu hanya mengindikasikan niat untuk membuat sajian mereka tampak beda. Khoury menggunakan bab prolog dan epilog dengan sangat efektif sehingga akan kehilangan greget kalau dua bagian itu ditempatkan di posisi lain. Dalam dua bab inilah sesungguhnya terletak keseluruhan misteri yang dipicu Khoury.

Pada akhirnya, setelah berbagai pemikiran yang berpotensi menimbulkan perbantahan, Khoury menutup novelnya dengan akhir yang mengejutkan. Bacalah dengan baik-baik epilog novel ini dan temukan pelintiran gaya Khoury yang menggedor kecerdasan pembaca yang tidak menempatkan kegiatan baca sekedar untuk membunuh waktu. Apapun harapan Martin of Carmaux, surat dari Aimard of Villier telah mencapai takdirnya sendiri sekaligus memercikkan kejenakaan atas perkataan yang didengar Tess Chaykin dari salah satu penunggang kuda di Metropolitan Museum of Art bahwa: Veritas vos liberabit.

Messiah Conspiracy sungguh sebuah novel thriller parahistoris yang memukau, menegangkan, dan memberikan petualangan baca yang mengesankan. Khoury menjabarkan novelnya dengan gaya sinematik. Teknik ini berhasil memangkas kebosanan yang kerap timbul pada novel dengan gaya bertutur yang bertele-tele. Ketika kita membaca novel ini kita seakan-akan sedang menonton sebuah film tegang dan tidak bisa menahan diri untuk mempercepat laju baca kita. Tak pelak, Messiah Conspiracy menjadi debut yang tidak terlupakan dari Raymond Khoury, sebuah tour de force seorang penulis skenario yang gemilang.

Seperti beberapa novel terbitan Dastan Books, yang hadir seolah-olah menjadi keunikan Dastan Books, novel yang berjudul asli The Last Templar ini diberi judul baru, Messiah Conspiracy.  Meski mengingatkan pada buku hasil riset Philip Moore berjudul End of History: The Messiah Conspiracy, setelah membaca novel ini, judul baru ini terasa lebih pas, kuat, dan provokatif. 

0 comments:

Post a Comment

Recommended Post Slide Out For Blogger
 

Blog Template by Blogger.com

Author: Jody Setiawan