Judul : Messiah Conspiracy
Judul Asli : The Last Templar
Penulis : Raymond Khoury
Penerjemah : Retno Wulandari
Tebal : 668 hlm
Cetakan 1, Januari 2007
Penerbit : Dastan Books
Setelah The Templar Legacy (Warisan Templar) karya Steve Berry meramaikan dunia buku Indonesia (2006) dengan novel bertema kesatria Templar, awal 2007 Dastan Books menerbitkan Messiah Conspiracy. Messiah Conspiracy mengusung tema kesatria Templar, tetapi tentu saja dengan teknik penyajian yang berbeda dengan Warisan Templar. Belakangan di dunia literatur Amerika memang berkembang genre sejenis yang tidak dapat disangkal merupakan ekspansi literatur akibat suksesnya The Da Vinci Code karya Dan Brown.
Messiah Conspiracy ditulis oleh Raymond Khoury, seorang penulis skenario berdarah Lebanon yang juga seorang arsitek dan MBA lulusan INSEAD (Prancis). Prestasi Khoury dalam dunia sinema televisi antara lain drama mata-mata sukses BBC berjudul Spooks dan Waking the Dead yang memberikannya penghargaan Emmy Award. Melihat teknik penyajian Khoury dalam debut novelnya ini, bisa ditebak kalau Messiah Conspiracy sesungguhnya merupakan hasil pengembangan skenario. Khoury meramunya dengan sejumlah fakta historis dan imajinasinya yang brilian, sehingga Messiah Conspiracy menjadi karya yang tidak tergolong biasa-biasa saja. Bahkan dengan novel ini tak pelak Khoury segera menyejajarkan dirinya dengan penulis-penulis seperti Sidney Sheldon (almarhum) atau Dan Brown untuk generasi yang lebih baru.
Khoury
berhasil menjaga ritme penceritaan hingga mencapai kulminasi dalam
adegan-adegan yang sarat ketegangan; racikan konspirasi, aksi dan
misteri yang melumuri sekujur tubuh novelnya. Kemudian dengan tangkas
dia mengunci novel tepat pada waktunya. Selain plot yang cerdas, Messiah Conspiracy juga menyodorkan karakter-karakter ciptaan Khoury yang menawan. Berbeda dengan Warisan Templar,
sejoli protagonis Khoury adalah tokoh-tokoh muda dan energik dengan
latar belakang kehidupan yang cukup kompleks, selaras dengan tema yang
disuguhkan.
Bagaikan sebuah teaser
film (ACT 0, babak 0 dalam film), Khoury membuka novel dengan peristiwa
jatuhnya Acre, wilayah Ordo Templar terakhir di Kerajaan Yerusalem
tahun 1291. Martin of Carmaux, Aimard of Villier dan sejumlah kesatria
Templar meninggalkan Acre menggunakan kapal The Falcon Temple untuk keluar dari tanah suci, sekaligus membawa rahasia Templar.
Bergeser
ke masa kini, dari kegelapan malam Central Park, empat penunggang kuda
bertopeng dan berpakaian ala kesatria Templar menerobos masuk
Metropolitan Museum of Art saat sedang berlangsung acara pembukaan
eksibisi harta karun Vatikan. Mereka menciptakan teror, membunuh, dan
membawa kabur semua harta Vatikan yang dipamerkan, termasuk rotor
pembuat sandi peninggalan abad ke-16. Tess Chaykin, seorang arkeolog
perempuan, yang hadir di museum itu menyaksikan bagaimana rotor tersebut
diambil oleh salah satu penunggang kuda sambil mengucapkan serangkaian
kata berbahasa Latin.
Paralel
dengan investigasi FBI yang dipimpin oleh spesialis antiteroris, Sean
Reilly, satu demi satu penunggang kuda yang terlibat peristiwa malam itu
tewas dibunuh. Pertemuan kebetulan Tess Chaykin dengan Sean Reilly
menyeret Tess ke dalam alur penyelidikan yang menemukan kaitan di masa
lalu. Semua berhubungan dengan eksistensi Ordo Templar, termasuk
menghilangnya The Falcon Temple beserta rahasia yang dibawa lari
dari Acre. Secara simultan, berbagai karakter masuk ke dalam plot novel,
membawa agenda masing-masing, tanpa diketahui teman atau lawan bagi
karakter protagonis.
Cerita kemudian berkembang ke wilayah Turki dalam rangka mengungkap apa sebenarnya rahasia yang menghilang bersama lenyapnya The Falcon Temple.
Apa yang selanjutnya dibentangkan Khoury memberikan kejutan-kejutan
yang tidak terduga, berporos pada masa lalu dan sejarah Templar serta
misi untuk menggabungkan tiga keyakinan besar yaitu Kristen (Katolik),
Yahudi, dan Muslim. Pengkhianatan terhadap kubu Templar menyebabkan misi
tersebut berkembang menjadi upaya untuk menjatuhkan salah satu dari
tiga keyakinan tersebut. Menyusup ke dalam misi besar Templar, salah
satu di antara tokoh novel memosisikan diri untuk menyelesaikan misi
Templar dengan alasan-alasannya sendiri. Misi Templar memang gagal
karena tenggelamnya The Falcon Temple, dan walaupun ada usaha untuk memperbaikinya, kesatria Templar yang terakhir terlambat tiba di Paris.
Khoury
seolah-olah membagi novelnya dalam dua wilayah. Pertama, serangkaian
peristiwa berdarah beserta pelacakan rahasia Templar yang merambat ke
wilayah Turki, kepulauan Yunani, bahkan Vatikan. Kedua, secara
provokatif Khoury membeberkan fakta dan hipotesisnya seputar keyakinan
besar yang eksis di dunia saat ini. Sepintas akan mengingatkan pada Warisan Templar,
seolah-olah pengarang-pengarang ini menggunakan data yang sama pada
beberapa tempat. Tetapi Khoury menampilkan dengan gemilang dan membentuk
penghalang bagi kecepatan pembaca memahami gedoran yang akan dilakukan
di ujung cerita. Di antara dua wilayah penceritaan itu, Khoury
menginsersi kekalahan, keruntuhan dan tipu muslihat seputar eksistensi
Ordo Templar serta perjuangan kesatria Templar terakhir. Seperti
penulis-penulis lain yang berangkat dari penulis skenario (misalnya
Sidney Sheldon dan Paul Christopher), Khoury juga mengemas bab-bab
dengan efektif, sehingga beberapa bab tampil begitu ramping dan
mempercepat eksekusi.
Ketika
penulis-penulis lain menambahkan bab prolog dan epilog ke dalam
novelnya, seringkali hal itu hanya mengindikasikan niat untuk membuat
sajian mereka tampak beda. Khoury menggunakan bab prolog dan epilog
dengan sangat efektif sehingga akan kehilangan greget kalau dua bagian
itu ditempatkan di posisi lain. Dalam dua bab inilah sesungguhnya
terletak keseluruhan misteri yang dipicu Khoury.
Pada
akhirnya, setelah berbagai pemikiran yang berpotensi menimbulkan
perbantahan, Khoury menutup novelnya dengan akhir yang mengejutkan.
Bacalah dengan baik-baik epilog novel ini dan temukan pelintiran gaya
Khoury yang menggedor kecerdasan pembaca yang tidak menempatkan kegiatan
baca sekedar untuk membunuh waktu. Apapun harapan Martin of Carmaux,
surat dari Aimard of Villier telah mencapai takdirnya sendiri sekaligus
memercikkan kejenakaan atas perkataan yang didengar Tess Chaykin dari
salah satu penunggang kuda di Metropolitan Museum of Art bahwa: Veritas vos liberabit.
Messiah Conspiracy sungguh sebuah novel thriller
parahistoris yang memukau, menegangkan, dan memberikan petualangan baca
yang mengesankan. Khoury menjabarkan novelnya dengan gaya sinematik.
Teknik ini berhasil memangkas kebosanan yang kerap timbul pada novel
dengan gaya bertutur yang bertele-tele. Ketika kita membaca novel ini
kita seakan-akan sedang menonton sebuah film tegang dan tidak bisa
menahan diri untuk mempercepat laju baca kita. Tak pelak, Messiah Conspiracy menjadi debut yang tidak terlupakan dari Raymond Khoury, sebuah tour de force seorang penulis skenario yang gemilang.
Seperti beberapa novel terbitan Dastan Books, yang hadir seolah-olah menjadi keunikan Dastan Books, novel yang berjudul asli The Last Templar ini diberi judul baru, Messiah Conspiracy. Meski mengingatkan pada buku hasil riset Philip Moore berjudul End of History: The Messiah Conspiracy, setelah membaca novel ini, judul baru ini terasa lebih pas, kuat, dan provokatif.
0 comments:
Post a Comment