Judul Buku: Madame Bovary
Pengarang: Gustave Flaubert
Penerjemah: Santi Hendrawati
Tebal: 507 hlm
Cetakan: 1, Juni 2010
Penerbit: Serambi Ilmu Semesta
Emma Rouault mengira menikahi seorang lelaki mapan akan mewujudkan fantasinya sebagai perempuan muda. Seusai kemeriahan pesta perkawinan, Emma meninggalkan rumahnya dan masuk ke dalam kehidupan Charles sebagai seorang officier de santé di Tostes. Seiring perjalanan waktu, Emma sadar telah menempuh jalan yang keliru. Perkawinan tidak mengarahkannya pada realisasi fantasi serupa yang ia baca dalam buku-buku percintaan. Charles tidak memiliki ambisi laiknya kaum lelaki dan romantisme bukanlah gaya hidupnya. Bagi Charles yang berpikiran sederhana, kebahagiaan hanya terletak pada kecakapannya menuntaskan pekerjaan sesuai jadwal. Kekecewaan Emma mengental saat menghadiri sebuah pesta kalangan borjuis dan menemukan kehidupan bergelimang kesenangan para duchess. Seketika, seolah-olah memandang melalui kaca pembesar, ketidakmenarikan Charles kian mencolok.
Demi
Emma, Charles rela meninggalkan tempat yang telah memapankan hidupnya
selama empat tahun. Mereka pindah ke Yonville, tempat yang mencelikkan
Emma akan kebutuhan petualangan asmara bagi seorang istri yang tidak
bahagia. Meskipun telah melahirkan seorang anak, Emma tidak mampu
mencegah letupan gairah yang dibangkitkan oleh Léon Dupuis, anak muda
yang bekerja di kantor notaris Monsieur Guillaumin. Sial baginya,
sebelum sempat terbakar kepanasan gairah Léon, anak muda pergi ke Paris
melanjutkan kuliah hukum.
Léon
boleh saja berlalu, namun Yonville masih menyimpan lelaki lain.
Meskipun Rodolphe Boulanger dikenal sebagai pemangsa perempuan,
undangan perselingkuhannya tidak mungkin ditepis Emma. Emma tidak
menyadari, bagi petualang syahwat semacam Rodolphe, begitu seorang
perempuan jatuh cinta pada, ia menjadi kurang menarik. Yang tersisa
sekadar hubungan demi menikmati momen-momen penuh berahi tanpa
mengempiskan pundi-pundi uang. Dalam berhubungan dengan lelaki, Emma
memiliki kecenderungan bersikap posesif. Merasa telah menguasai
Rodolphe, ide melarikan diri bersama-sama tidak urung tercetus.
Sayangnya, Rodolphe tidak mau bersifat murah hati dalam hal ini,
baginya Emma tidak cukup layak dijadikan berhala. Terpuruk karena
ditinggalkan Rodolphe, Emma hampir luluhlantak. Untunglah, Léon
muncul lagi dalam kehidupannya dan mampu membangkitkan semangat hidup
Emma. Maka sekali lagi Emma terlena dan mengabaikan kenyataan, sangat
sulit petualangan cinta berakhir bahagia.
Madame Bovary adalah salah satu dari dua novel yang disebut-sebut sebagai karya terbesar yang pernah ditulis―yang lain Anna Karenina
karya Leo Tolstoy. Merupakan novel Gustave Flaubert (1821-1880),
pengarang Prancis, yang pertama kali diterbitkan sekaligus melambungkan
namanya sebagai salah satu pengarang penting pada abad ke-19. Novel ini
memiliki sejarah yang mengundang perhatian khalayak. Mulai ditulis
tahun 1850, membutuhkan waktu lima tahun untuk bisa diselesaikan.
Sebelum diterbitkan pada tahun 1857, novel ini dimuat secara bersambung
dalam majalah sastra (1856) yang membuat Flaubert dipengadilankan
karena dianggap menodai norma agama dan masyarakat. Flaubert dibebaskan
dari tuduhan atas pertolongan Marie-Antoine Jules Sénard, pengacara
dari Rouen, kepada siapa buku ini didedikasikan (hlm. 5).
Novel
ini merupakan novel realis tragis. Ia mendedahkan kebangkitan dan
kehancuran mimpi-mimpi romantis seorang perempuan muda dalam lembaga
pernikahan. Ketika mimpi-mimpi itu sukar diwujudkan dalam hubungannya
dengan suaminya (karena si suami tidak memahaminya), ia menengok ke
luar jendela dan menemukan potensi di luar rumah. Menafikan semua norma
yang berlaku, ia menjerumuskan diri dalam petualangan ekstramarital
yang tidak memberikannya garansi kebahagiaan. Begitu sadar kemubaziran
kelakuannya, ia tidak lagi punya optimisme untuk bermain-main dengan
kehidupan. Tindakannya yang didominasi egoisme menciptakan efek domino
yang mengenaskan bagi keluarganya. Kendati hanya sebaris, guratan
Flaubert di penghujung novel terasa menggerogot: "Berthe hidup dalam
kemiskinan dan ia terpaksa harus bekerja pada sebuah pemintalan kapas
untuk membiayai hidupnya."(hlm. 503-504). Dari kisah tragis keluarga
Bovary, tampaknya Flaubert hendak mengingatkan bahwa dalam sebuah
ikatan pernikahan setiap pelaku perlu menciptakan kesepakatan untuk
saling terbuka dan saling memahami, terlebih dalam segi seksualitas.
Kesepakatan ini akan menjadi semacam kontrasepsi bagi pembuahan problem
yang mungkin bisa dicegah.
Dalam
hubungan lelaki-perempuan, Flaubert mencitrakan Emma alias Madame
Bovary sebagai perempuan dengan kesadaran seksualitas yang tinggi.
Meski Rodolphe menganggapnya tidak lebih dari pemuas nafsu belaka, ia
berhasil mencuri kesempatan memanfaatkan lelaki itu untuk kepuasan
ragawinya. Léon Dupuis, tidak hanya menyilih apa yang tidak ingin
diberikan lagi oleh Rodolphe, tapi membalikkan posisi yang ditegakkan
lelaki itu. Jika bagi Rodolphe, Emma adalah kekasih gelap, bagi Emma,
Leon adalah kekasih gelapnya. Mungkin, inilah yang disebut-sebut
mengilhami secara tidak langsung munculnya feminisme.
Bukan hanya Emma karakter yang dibangun dengan cermat oleh Flaubert. Charles, kendati didapuk
sebagai lelaki tidak beruntung, karakternya sebagai lelaki tanpa
ambisi membesut kuat. Demikian juga Rodolphe yang bergelimang hawa
nafsu tapi memendam kepengecutan ataupun Leon yang lantaran pengejaran
kepuasan seksual, tidak mampu merebut setir dari tangan Emma. Monsieur
Lheureux pemilik toko sekaligus rentenir merupakan karakter yang
berperan paling penting dalam kejatuhan Emma. Kemahiran manipulatifnya
mengaburkan perspektif Emma. Belakangan terungkap, aktivitasnya sebagai
rentenir berhubungan dengan lelaki lain, yang menawarkan bantuan
kepada Emma dengan seks sebagai imbalan. Karakter Monsieur Hormais,
lelaki yang tidak pernah tulus menolong orang lain, cukup mencuri
perhatian. Lelaki yang berprofesi sebagai apoteker ini ateis tapi merasa
lebih religius dari para pastur dan tidak segan untuk mengecam mereka.
Sejak diperkenalkan hingga novel disudahi, Hormais adalah seorang
pelanggar undang-undang sejati.
Sebagaimana lazimnya fiksi klasik yang dikisahkan dengan cara berbunga-bunga, novel
ini menuntut semangat tinggi para pembaca. Penerjemah edisi Indonesia
telah menghasilkan karya terjemahan yang mudah diikuti, tetap klasik
tapi tidak kuno. Namun, napas panjang Flaubert yang menghasilkan
deskripsi melimpah terasa sangat tumpat hingga memasuki bagian ketiga
(dari tiga bagian) novel. Bisa dipastikan memasuki bagian ketiga,
pembaca akan didorong untuk menuntaskan novel ini.
Setelah berumur
lebih dari seratus lima puluh tahun, efek menggegerkan seperti kali
pertama dipublikasikan sudah mengendap. Bukan karena publik telah
mengenal novel ini secara intim, tapi karena perselingkuhan dan
religiositas Katolik bukan lagi tema yang cukup mencuri perhatian.
Meski begitu, Madame Bovary tetap layak dibaca, paling tidak untuk mengetahui bagaimana fiksi klasik ini mampu memengaruhi banyak karya lain yang menyusulnya.
1 comments:
Terimakasih. Saya barusan menonton filmnya di FX channel. Kisah tragis seorang perempuan yang tidak jauh berbeda dengan 'Anna Karenina' Leo Tolstoy. Mengapa terlahir sebagai mahluk perempuan di bumi ini kurang beruntung nasibnya...
Post a Comment