Judul buku: The Road to the Empire
Penulis: Sinta Yudisia
Penyunting: Taufan E. Prast
Tebal: 584 hlm; 13 x 20,5 cm
Cetakan: 1, Desember 2008
Penerbit: Lingkar Pena Publishing House
Jalan Panjang Pangeran Islam Mongol
Meskipun ada, tidak banyak penulis fiksi Indonesia yang memanfaatkan sejarah bangsa lain untuk dihadirkan dalam karya-karyanya. Padahal, penulis-penulis luar, terutama dari negara berbahasa Inggris, banyak mendedahkan masa lalu bangsa lain dalam karya-karyanya. Sebut saja Lian Hearn, penulis Kisah Klan Otori atau Lesley Downer, penulis The Last Concubine.
Sinta Yudisia Wisudanti, kelahiran Yogyakarta 18 Februari 1974, yang telah menghasilkan hampir 40 buku, antara lain Lafadz Cinta dan Pink,
melesat keluar dari kerumunan penulis fiksi Indonesia dan dengan
berani menyeret masa lalu bangsa Mongol untuk dijadikan panggung
konflik novel anyarnya, The Road to The Empire.
Pemenang berbagai lomba menulis fiksi ini menghidupkan kembali salah
satu penguasa berdarah Mongol bernama Takudar Khan yang dikenal sebagai
pemeluk agama Islam. Sebelumnya ia telah menulis kisah Takudar dalam Sebuah Janji (Takudar 1) dan The Lost Prince (Takudar 2). Bisa dikatakan keduanya menjadi Trilogi Takudar jika digabungkan dengan The Road to The Empire.
Kisah
dalam Takudar 3 ini dimulai dari Tuqluq Timur Khan, seorang keturunan
Jenghiz Khan yang menguasai imperium Mongolia suatu masa (tidak
dijelaskan latar waktu cerita ini). Timur Khan memiliki tiga anak
lelaki: Takudar, Arghun, dan Buzun. Dalam perburuan di Gurun Gobi, ia
bertemu dengan sekelompok musafir di bawah kepemimpinan Syaikh
Jamaluddin. Karena mengganggu keasyikan sang kaisar, para musafir itu
diputuskan akan dipancung. Namun sebelum terjadi, keislaman Syaikh
Jamaluddin telah memikat Timur Khan. Bahkan sesudah mengenal Syaikh
Jamaluddin, Timur Khan berjanji akan memeluk Islam, setelah ia sukses
mempersatukan Mongolia. Kesepakatan dijalin antara mereka: jika kelak
tidak bisa bertemu, Rasyiduddin, putra Jamaluddin, dan Takudar, putra
Timur Khan, yang akan menyaksikan janji itu digenapi. Benar saja,
sebelum Timur Khan melaksanakan janjinya, ia tewas dibunuh bersama
permaisurinya, Ilkhata.
Sebelum
benar-benar direnggut maut, Ilkhata meminta Takudar untuk meninggalkan
Ulan Bataar. Takudar pun melarikan diri, pergi ke arah barat (pembaca
tidak diberikan peta untuk memahami detail perjalanan Takudar) ditemani
gadis Mongol dari klan Tar Muleng bernama Ying Chin. Dalam perjalanan
selanjutnya, Takudar akan dikenal sebagai Baruji sedangkan Ying Chin
akan dikenal sebagai Almamuchi dan Uchatadara.
Setelah
Takudar menghilang, Arghun Khan, adiknya, menduduki singgasana yang
seharusnya menjadi haknya. Arghun malih menjadi seorang kaisar yang
sangat ambisius, bersemangat tinggi menguasai dunia, dan berhasrat
meneruskan apa yang telah dirintis leluhurnya, Jenghiz Khan. Ambisi
terpuncaknya adalah menaklukkan Jerusalem. Sedangkan Buzun, si bungsu,
mengabdi di kekaisaran sebagai kepala perbendaharaan negara. Tanpa
gembar-gembor, ia merindukan abangnya dan tidak berhenti berusaha
mencari di mana Takudar berada.
Pelarian
Takudar berakhir di Madrasah Baabussalaam, Syakhrisyabz, ketika ia
bertemu Rasyiduddin (Salim), putra Syaikh Jamaluddin. Di dalam diri
Baruji, Takudar ingin melupakan masa lalu. Tetapi para syaikh, gubernur
Muslim, dan para pendekar dengan cita-cita yang sama, terus
mengobarkan semangatnya untuk mengambil kembali tahta Mongol.
Membayangkan akan adanya pertumpahan darah dalam perang melawan
saudara-saudaranya, Takudar yang welas asih menjadi bimbang. Meskipun
begitu, ia tetap bertekad belajar strategi perang. Ia meminta bantuan
Almamuchi untuk mendapatkan Kitab Rahasia Sejarah yang merupakan kisah
perjalanan hidup kaisar paling ditakuti kaum Muslim, Jenghiz Khan.
Almamuchi menitipkan Takudar kepada Karadiza, gadis Muslim
temperamental dari Tabriz, dan pergi meninggalkan Syakhrisyabz.
Di
istana Mongolia, atas saran Yan Che, Arghun terpikir untuk mencari
permaisuri. Selama ini ia telah mencintai Urghana, putri Panglima
Albuqa Khan –yang telah mendukungnya menuju singgasana. Sayangnya,
gadis itu tidak pernah merespons cintanya. Hati si jelita telah kadung
tertambat di diri Buzun. Pun ketika Arghun
memutuskan menyeleksi istri dari perempuan-perempuan cantik Mongol,
Urghana tetap bergeming. Ia tak menghiraukan dorongan Ankhnyam, ibunya,
untuk bersaing dengan kedua adik perempuannya. Ia bahkan minta Arghun
agar tidak mengusik adik-adiknya. Namun ditolak, bahkan akhirnya
disekap dalam penjara karena mencoba menantang kaisar.
Han
Shiang, selir Timur Khan yang memiliki sepasang anak, tidak tinggal
diam. Ia berambisi menjadikan Bayduna sebagai istri Arghun walaupun
keduanya masih sedarah. Sebelum merealisasikan ambisi ini, ia
menyerahkan diri kepada Panglima Albuqa Khan untuk dijadikan selir. Dan
tidak cukup hanya merancang jalan putrinya ke peraduan kaisar Mongol,
ia juga mendorong putranya, Uljaytu, bergabung dalam kesatuan prajurit
Mongol dengan harapan bisa menjadi perwira tinggi.
Melalui
perjuangan yang tidak ringan, Almamuchi berhasil mendapatkan Kitab
Rahasia Sejarah di Tseterleg. Perjalanan kembali ke Syakhrisyabz
tertunda karena ia bertemu Hoelun, ibunya,
terlebih dahulu. Ia meminta ibunya untuk pergi bersama, tetapi menerima
penolakan tegas. Setibanya di madrasah, ia mendapati Baruji dan Salim
telah pergi menuju markas para pejuang di Khotar. Madrasah dihancurkan,
orang-orang dibunuh, dan perempuan-perempuan diperkosa. Almamuchi
harus melarikan diri untuk tidak jatuh sebagai korban kebiadaban
prajurit Mongol. Karadiza -yang ditugaskan menunggunya- menolongnya
meski langsung memusuhinya lantaran terlambat datang.
Sementara
itu, rombongan penaklukan Jerusalem meninggalkan Ulan Bataar.
Keputusan ini sontak menjadi ancaman bagi masyarakat Muslim. Sebab,
dalam perjalanan, Arghun Khan tak tahan untuk tidak menyerang
daerah-daerah Muslim. Maka Takudar harus menangguhkan diri,
menggetaskan belas kasih yang tumbuh untuk adiknya Arghun, yang tidak
tanggung-tanggung menyakiti masyarakat Muslim.
Di
Tanah Cekung Turpan yang berbentuk piring, akhirnya Takudar bertemu
Arghun. Sejarah berkelebat di benak Takudar: Jenghiz Khan dikalahkan
pangeran Muslim Jaladdin yang menghabisi 30 ribu pasukannya di daerah
Balwan yang berbentuk piring. Apakah ia akan seberuntung Jaladdin?
Jawabannya tentu saja sudah bisa dirumuskan.
Riset
dunia maya memberikan suplai data mengenai Takudar, yang dalam bahasa
Mongol berarti 'sempurna'. Tidak banyak, namun cukup membuat saya
mempertanyakan latar sejarah yang digunakan Sinta Yudisia. Yang saya
temukan, Takudar atau Ahmad Tegüder atau Ahmad Takudar Oghlu (1247-1284) bukanlah kaisar imperium
Mongolia sebagaimana Jenghiz Khan. Ia adalah penguasa ketiga dari
Dinasti Il-Khanid yang didirikan ayahnya -Hulagu Khan, sebagai wilayah
pecahan Kekaisaran Mongolia. Hulagu Khan adalah saudara Khubilai Khan
(1260-1294), pendiri Dinasti Yuan dan cucu Jenghiz Khan. Setelah Hulagu meninggal 8 Februari 1265, Abaqa Khan, putra sulungnya menggantikan posisinya (1265-1282).
Selanjutnya,
Takudar -saudara Abaqa, menggantikan abangnya dan berkuasa tahun
1282-1284. Takudar yang dibabtis dengan nama Nicholas, setelah berkuasa
memproklamasikan dirinya sebagai Muslim dan menganiaya orang Kristen.
Ia-lah yang pergi ke Khorasan dengan angkatan perang untuk menangkap
Arghun Khan, keponakannya, dan pangeran-pangeran Mongol lain dengan
tujuan membunuh mereka. Tetapi setelah pengikutnya meninggalkannya, ia
ditangkap dan dibunuh atas perintah Arghun tahun 1284. Arghun yang
adalah putra Abaqa pun merebut kekuasaan Takudar dan memerintah tahun
1284-1291. Ia mencoba meneruskan keinginan pendahulunya untuk
menginvasi Syria dan Palestina serta merebut Jerusalem. Untuk itu, ia
minta pertolongan raja-raja Barat (Byzantium, Italia, Prancis, dan
Inggris). Hingga meninggal pada 10 Maret 1291, ia tak pernah merealisaikan keinginan itu. Ia digantikan saudaranya Gaykhatu yang berkuasa tahun 1291-1295.
Sebagai
tambahan, Gaykhatu digantikan Ghazan, putra Arghun (1295-1304).
Setelah beberapa bulan pada tahun 1295 sempat dipegang Baydu, sepupu
Gaykhatu, kekuasaan beralih ke tangan Uljaytu, saudara Ghazan
(1304-1316). Uljaytu menjadi ayah Abu Sa'id yang menggantikan dirinya
pada tahun 1316 dan menjadi penguasa dinasti Il-Khanid hingga dinasti
itu berakhir pada tahun 1335.
Apakah
Takudar yang saya sebutkan di atas yang dimaksud Sinta Yudisia? Apakah
Arghun Khan pengganti Takudar yang dijadikan Sinta sebagai adik
Takudar? Ataukah Sinta memiliki catatan sejarah yang berbeda?
Apapun
yang telah ditulis Sinta Yudisia, ia telah menampilkan bakat menulis
epik yang patut dibanggakan. Benar tidak sejarah yang dipinjam Sinta,
ia sudah menunjukkan keberanian menulis kisah heroik yang sedap dibaca.
Secara sinematis, Sinta berhasil mendedahkan panorama Mongolia yang
eksotis di bawah naungan Hoh Tenger dengan budayanya yang khas, memberi kesempatan pembaca berimajinasi akan del indah memesona, tarian bielgee dan nyanyian jangar diiringi petikan moriin khuur.
Semuanya dihadirkan dalam pergelutan karakter-karakter pria yang
berambisi menduduki singgasana serigala. Yang pada gilirannya
menjadikan Mongol seting bangkitnya heroisme, pudarnya persaudaraan,
bergelimangnya intrik dan siasat perang, maraknya konspirasi, dan
hilangnya keunikan perempuan di tangan lelaki bejat.
Bagi
Sinta, Takudar adalah seorang pahlawan. Lewat karakter ini, Sinta
seperti hendak menghadirkan sosok hero baru di ranah fiksi Indonesia.
Takudar yang lembut hati dan menghindari kegegabahan serta meletakkan
persaudaraan di atas kepentingan pribadi tampaknya bisa menjadi model
yang pas.
Terlepas
dari keraguan saya tentang sosok Takudar Khan, saya mengacungkan dua
jempol kepada Sinta Yudisia. Selain cerita heroik bermuatan pesan-pesan
moral yang berguna, ia juga telah merangkai kalimat-kalimat bernas
yang sedap dibaca. Walau ada yang kurang mengena seperti ungkapan:
"Dada Takudar menggelembung berisi air mata dan kesedihan..." (hlm.
523). Mungkin, kejelian penyunting harus tetap dipertahankan supaya
tidak mengendur di bab-bab terakhir dalam novel yang cukup gemuk ini.
Saya masih menemukan kata "mengubah" ditulis "merubah", misalnya.
Pertanyaan terakhir: benarkah
Albuqa Khan bukan dalang pembunuhan Timur Khan dan permaisuri Ilkhata
seperti yang tersirat dalam dialognya dengan Takudar? (hlm. 528). Saya berharap bisa mendapatkan ketegasan jawaban dalam novel ini.
2 comments:
lanjutannya buku ini, yang judulnya Takhta Awan, udah dibaca belum mas?
udah terbit awal tahun ini
@Faraziyya: sebenarnya udah punya, tapi belum sempat baca. Agak susah baca sekuel yang terbit agak lama setelah pendahulunya. Tapi udah ada rencana untuk segera baca.
Terima kasih.
Post a Comment