Judul Buku: Twilight
Penulis: Stephenie Meyer (2005)
Penerjemah: Lily Devita Sari
Editor: Rosi L. Simamora
Tebal: 520 hlm; 13,5 X 20 cm
Penulis: Stephenie Meyer (2005)
Penerjemah: Lily Devita Sari
Editor: Rosi L. Simamora
Tebal: 520 hlm; 13,5 X 20 cm
Cetakan: 1, Maret 2008
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Aroma Bunga Cinta Terlarang
Pada
usia 17 tahun, Isabella Swan, meninggalkan Phoenix (Arizona), kota
terbesar kelima di USA, menuju Forks, kota kecil di Semenanjung Olympic,
barat laut Washington. Sebagai remaja yang tumbuh di kota berjuluk
'Valley of the Sun' (Lembah Matahari), tinggal di Forks, kota dengan
frekwensi hujan lebih sering dibanding tempat lain di Amerika Serikat,
bukanlah hal menyenangkan. Keputusan Bella untuk tinggal dengan
ayahnya, Charlie Swan, kepala polisi Forks, semata-mata karena tidak
ingin mengusik kebahagiaan Renée, ibunya. Sang ibu baru menikah lagi
dengan Phil, seorang pemain bola dari liga kecil, setelah cerai dari
ayahnya.
Bella
sadar penampilan dirinya sama sekali tidak mencerminkan seorang dari
Lembah Matahari. Dia tidak berkulit cokelat, tidak sporty, tidak pirang
dengan kemampuan main voli atau pemandu sorak, dan tidak memiliki
kemampuan koordinasi antara tangan dan mata untuk berolahraga dengan
baik. Sebagai siswa ke-358 di SMA Forks, Bella tahu dia akan menjadi
siswa baru nan aneh yang mengundang penasaran.
Tetapi
Bella tidak sadar, ia memiliki aroma, aroma bebungaan yang
menggiurkan. Aroma yang membuat Edward Cullen, seorang siswa SMA Forks,
tidak dapat mengabaikan kehadirannya. Padahal, santer beredar kabar,
Edward tidak berkencan, seolah-olah tidak ada cewek di Forks yang cukup
jelita baginya.
Edward
Cullen adalah cowok 17 tahun yang luar biasa tampan. Dengan tubuh
indah, rambut perunggu, kulit sehalus satin, mata yang kerap berubah
warna, dan suara bernada rendah selembut beledu, Edward menjadi pesona
yang tidak dapat Bella tolak.
Hanya,
Edward bukan manusia. Seperti keluarganya yang lain yang berperawakan
indah dan berwajah rupawan –dr. Carlisle Cullen, Esme, Emmet, Alice,
dan si kembar Rosalie dan Jasper Hale, Edward adalah vampir. Pada usia 17 tahun, Edward kelahiran Chicago 1901, menjadi vampir, dan selama eksistensinya, dia akan tetap berusia 17 tahun.
Awalnya,
Edward berniat menjauhi Bella. Namun, setelah mencoba, dia gagal.
Bahkan dia menjadi terobsesi dengan kehidupan Bella. Ketika Bella
nyaris disergap maut, Edward bertindak bak pahlawan super. Tindakan yang
semakin menjerat Bella ke dalam pesona Edward dan berbuntut
menyusupnya Edward ke dalam mimpi Bella.
Edwad
sadar Bella mencintainya seperti dia mencintai Bella. Tetapi Edward
juga sadar bersama dirinya, Bella menjadi dekat dengan bahaya.
Mencintainya berarti membuat Bella menjadi 'danger magnet'. Dan
mencintai Bella juga berarti terus mengawasi Bella di setiap
kegiatannya. Malah, kalau bisa, membaca pikiran Bella supaya gadis ini
tidak bertindak gegabah. Yang sayangnya tidak dapat dilakukan Edward.
Karena meski memiliki kemampuan membaca pikiran orang, Edward tidak
dapat membaca pikiran Bella.
Mengetahui
jati diri Edward sebagai vampir tidak mengenyahkan perasaan cinta
Bella. Kendati maklum ada sebagian diri Edward yang dahaga akan
darahnya, Bella tetap mencintai Edward, tanpa syarat. Hal ini tentu saja
membahagiakan Edward. Namun, dia sadar cintanya pada Bella tak
ubahnya cinta singa masokistik kepada domba bodoh; mencintai dengan
menyakiti diri sendiri, karena dengan cintanya dia tidak bisa
menyunting Bella yang begitu menggairahkannya. Bahkan, dia berpendapat,
membiarkan dirinya berduaan dengan Bella adalah sebuah kesalahan,
kesalahan yang acap dilakukan klan vampirnya. Memang, seperti keluarga
Cullen, Edward tidak minum darah manusia; ia telah lama berpantang
darah manusia. Untuk melegakan rasa hausnya, Edward memilih darah singa
gunung guna memenuhi kebutuhannya. Tetapi, Bella begitu menggoda,
aromanya begitu kuat merasuk dalam diri Edward. Edward
khawatir suatu saat dia tidak dapat menahan diri untuk menancapkan gigi
di leher Bella dan menjadikan gadis kesayangannya ini makhluk terkutuk
seperti dirinya.
Hingga
akhirnya, tiga vampir lain (Laurent, James, dan Victoria) singgah di
Forks dalam perkelanaan mereka. Ketiganya bukanlah vampir seperti
keluarga Cullen. Mereka adalah vampir pemburu yang memuaskan kebutuhan
darahnya dengan membunuh manusia. Ya, Bella bukan satu-satunya manusia
di Forks, tetapi aromanya yang lezat, aromanya yang menggiurkan
berhasil mengusik James. Kemungkinan meneguk darah Bella menjadi
petualangan yang menantang bagi James.
Maka,
Bella harus diselamatkan. Hanya keluarga Cullen yang sanggup
menyelamatkan Bella, mengaburkan aromanya dan membawanya pergi dari
mara bahaya.
Tak pelak lagi, dengan jalinan cerita seperti itu, Twilight
hadir sebagai novel dengan romansa percintaan yang kental. Percintaan
Bella yang tergila-gila pada Edward dan Edward yang terombang-ambing di
tengah jerat aroma Bella digambarkan penuh perasaan. Keseluruhannya
terkesan lembut dengan kecenderungan cengeng. Terasa juga percikan
tegangan seksual di antara keduanya, tetapi tidak sampai menjadi kasar
dan hadir sebagai adegan dewasa. Apalagi, Twilight
memang ditujukan kepada segmen pembaca remaja. Dialog-dialog di antara
Edward dan Bella terasa sangat hidup dan bisa dikatakan menjadi salah
satu kekuatan novel ini. Sentuhan mitos (vampir atau werewolf)
yang seolah-olah hendak mengimbuhkan nuansa horor tidak cukup kuat
buat mengisbatkan novel ini sebagai novel fantasi atau horor. Membaca Twilight
sama sekali tidak ada rasa horor membayangkan apakah Edward akan
menancapkan giginya di leher Bella atau tidak. Edward terlalu baik
hati, romantis, penuh kesadaran dan kontrol, penuh cinta, vampir dengan
jejak-jejak kemanusiaan. Unsur saspens coba disusupkan dalam
bagian-bagian akhir novel tetapi tidak cukup menggetarkan dan
menegangkan karena tidak maksimal. Novel dibuka dengan janji adegan
menarik dalam plot novel –ketika Bella berhadapan dengan sang pemburu.
Sayangnya, ketika membaca 'janji' itu tepat pada plotnya, tidak ada daya
gedor yang mengguncang, nyaris datar mengecewakan.
Ide
percintaan dalam novel ini memang terbilang unik. Sebuah novel remaja,
jika terus menyodorkan cerita cinta remaja biasa, apalagi tidak
digarap maksimal, akan terasa menjemukan. Karenanya, Stephenie Meyer,
penulis Twilight, menghadirkan mitologi, menghidupkan
vampir dalam rangka mengkreasi percintaan yang tidak biasa dengan
manusia, sebuah percintaan terlarang (meskipun bukan yang pertama kali
dalam sejarah fiksi dunia). Alhasil, novel ini terkesan fenomenal.
Cuma, jika mengharapkan liukan plot berpilin, pembaca akan kecewa.
Tidak ada yang baru dan istimewa dalam plot super gemulai garapan
penulis yang juga telah menulis novel sci-fi dewasa bertajuk The Host
(2008) ini. Bahkan, penceritaan kisah cinta Bella dan remaja vampir
Edward terkesan berlebihan karena memakan halaman terbanyak tanpa
konflik berarti di dalamnya kecuali tarik-ulur perasaan keduanya. Jadi,
jika pembaca mengharapkan yang sangat luar biasa dari Twilight karena mengetahui popularitasnya sebagai bacaan remaja, bersiaplah kecewa.
Dalam
novel ini, Stephenie Meyer mencoba membuat versi vampir mutakhir.
Dikisahkan jika vampir, yang disebut berdarah dingin oleh Jacob Black
(putra Billy Black, salah satu tetua suku Quileute di La Push), adalah
musuh utama serigala jadi-jadian (werewolf) yang
menurut legenda adalah nenek moyang Jacob. Para vampir protagonis
membuat perjanjian dengan kakek buyut Jacob untuk menghindari
pertikaian.
Tetap
sebagai manusia abadi, vampir-vampir protagonis ini digambarkan secara
menarik sebagai makhluk-makhluk rupawan. Khusus Edward, Stephenie Meyer
melukiskan kerupawanan raga dan paras Edward dengan sangat sempurna
bahkan melebihi takaran. Wajah, tubuh, keanggunan gerak, dan suara
Edward terus-menerus diulang seolah-olah tidak ingin berhenti memberi
alasan ketertarikan Bella kepadanya. Oleh Stephenie Meyer, matahari
tidak menyakiti vampir tetapi mereka tidak bisa keluar ketika matahari
bersinar, setidaknya, di tempat yang bisa dilihat orang. Terbakar
karena matahari hanya mitos. Demikian juga tidur di peti mati karena
ternyata, vampir tidak bisa tidur. Sebagai vampir-vampir protagonis,
Keluarga Cullen dikreasi sebagai vampir yang hidup dengan menjalankan
diet darah manusia. Mereka tidak menggunakan darah manusia untuk
memuaskan dahaga tetapi darah binatang.
Sebagai
seting kejadian utama, Stephenie Meyer menggunakan Forks, sebuah kota
kecil di Clallam County, Washington. Forks yang berjuluk 'Logging
Capital of the World' merupakan kota terpencil dengan frekwensi hujan
lebih sering dibandingkan tempat lainnya di Amerika Serikat. Katanya,
langit Forks nyaris selalu tertutup awan. Dengan lebih seringnya
matahari bersarang di balik awan, Forks menjadi kota bercuaca lembab
yang sangat tepat untuk tempat tinggal vampir. Oleh sebab itu, kota
yang namanya menjadi judul awal novel Twilight ini, menjadi pilihan Stephenie Meyer. Padahal, kabarnya, saat menulis Twilight, Stephenie Meyer belum pernah mengunjungi Forks. Saat ini, larisnya Twilight membuat Forks terkenal, dan setiap tanggal 13 September (tanggal lahir Bella), Forks merayakan Stephenie Meyer Day.
Selain
Forks, Stephenie Meyer menggunakan Phoenix (Arizona), tempat dirinya
tumbuh, sebagai seting pelengkap untuk menuntaskan konflik penting
dalam novel.
Twilight adalah judul pertama dari serial Twilight Saga karya Stephenie Meyer, penulis perempuan kelahiran Hartford (Connecticut) 24 Desember 1973. Terbit pertama kali dalam versi hardcover Oktober 2005, sebulan kemudian, Twilight masuk daftar New York Times Bestseller untuk kategori Young Adult (YA) Books. Saat ini, Twilight
telah diadaptasi ke dalam film oleh Summit Entertainment dengan judul
sama dan dijadwalkan rilis Desember 2008. Apakah akan sama, kurang atau
lebih bagus dari novelnya, tentu saja akan terjawab dengan menontonnya.
Satu yang pasti, dengan penggambaran Edward yang begitu sempurna oleh
Stephenie Meyer, rasanya sulit untuk menemukan aktor yang cocok untuk
memerankan Edward.
Twilight,
diindonesiakan sebagai rembang petang (hlm. 246). Bagi vampir, rembang
petang adalah saat paling aman, saat termudah bagi hidup mereka, saat
ancaman terik matahari menghilang. Tetapi, rembang petang juga menjadi
saat paling sedih, karena menjadi akhir suatu hari dalam sebuah
kehidupan. Menjadi vampir, bagi Edward, bagaikan memasuki momen rembang
petang. Ia memasuki kehidupan yang aman, mudah, abadi, tetapi harus
mengakhiri kehidupan yang dia dambakan sebagai manusia yang tidak
abadi. Bukan pilihannya untuk menggiring Bella memasuki rembang petang
yang sama.
Untuk
kover, saya lebih suka kover edisi asli (bahasa Inggris) daripada kover
edisi Indonesia. Kover asli dirancang sesuai dengan isi novel. Dalam
kover asli, tampak dua tangan memegang sebuah apel merah. Dan pada awal
novel, Stephenie Meyer mengutip Alkitab dari Kejadian 2: 17 yang
berbunyi, "Tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan
yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau
memakannya, pastilah engkau mati". Karenanya, dapat disimpulkan
jika kover menggambarkan tentang buah terlarang yang dipetik Adam dan
Hawa di Taman Eden (Firdaus). Meskipun harus diluruskan, buah yang dalam
agama Muslim disebut khuldi, dalam Alkitab (kitab Kejadian), tidak
disebutkan namanya. Menurut Stephenie Meyer, si penganut Mormon, kover
novel ini menyimbolkan pengetahuan Bella tentang kebaikan dan
kejahatan. Dalam Alkitab, buah terlarang, dilihat dari mata Hawa (si
perempuan), adalah buah yang baik untuk dimakan, kelihatan sedap dan
menarik hati. Tetapi, Hawa tahu, ketika menetap di Taman Eden, Tuhan
telah memperingatkan bahwa jika dia memakan buah itu, pada hari dia
memakannya, dia pastilah mati. Karenanya, menurut saya, Edward
Cullen-lah si buah merah yang mengundang liur itu, begitu menggoda,
begitu memikat, tetapi begitu terlarang.
Setelah membaca habis Twilight,
kita bisa menyimpulkan jika cerita Bella dan Edward belum berakhir.
Rupanya, Stephenie Meyer telah merencanakan sebuah serial untuk
mengeksplorasi habis-habisan kisah percintaan mereka yang penuh
tantangan. Dan tidak cukup satu buku untuk menampungnya. Maka, menyusul
Twilight, Stephenie Meyer telah menulis New Moon (2006), Eclipse (2007), dan Breaking Down (2008). Itu juga belum cukup. Setelah Breaking Down, memang Bella akan berhenti sebagai narator, tetapi kisahnya masih akan berlanjut. Bahkan Twilight akan digarap kembali, diceritakan dari perspektif Edward Cullen, dalam novel berjudul Midnight Sun.
Secara keseluruhan, saya dapat mengikuti edisi Indonesia tebitan Gramedia ini, tetapi merasa janggal pada penerjemahan 'bulu kuduk di tanganku meremang',
seperti pada halaman 40. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kuduk
adalah bagian leher sebelah belakang (tengkuk). Jadi, tidak mungkin bulu
kuduk ada di tangan.
4 comments:
nice :)
trims :)
apakah novel midnight sun akan mempunyai akhir?
@whprian:
Sepertinya tidak, karena seri ini kan sudah selesai. Dan kayanya, tidak ada lagi yang ingin baca... hehehe
Post a Comment