Judul Buku: Century
Penulis: Sarah Singleton
Penerjemah: Poppy Damayanti Chusfani
Tebal: 248 hlm; 20 cm
Cetakan: 1, Juli 2007
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Penulis: Sarah Singleton
Penerjemah: Poppy Damayanti Chusfani
Tebal: 248 hlm; 20 cm
Cetakan: 1, Juli 2007
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Century adalah novel anak-anak pertama yang ditulis Sarah Singleton, seorang jurnalis dan penulis fiksi berdarah Inggris, yang sebelumnya dikenal sebagai penulis novel dewasa, The Crow Maiden (2001) dan novella, In The Mirror (2001). Selain Century, penulis kelahiran tahun 1966 ini telah menulis dua buku anak-anak lain, yaitu Heretic (2006) dan Sacrifice( 2007). Century yang diterjemahkan Poppy Damayanti Chusfani dan diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama ini telah memenangkan Booktrust Teenage Prize tahun 2005.
Novel Century dibuka dengan adegan penemuan sebuah buku bersampul kulit merah dalam sebuah peti di sebuah rumah yang telah ditinggalkan penghuninya selama beberapa dekade dan saat itu sedang direnovasi. Tidak jelas siapa narator yang menceritakan penemuan buku itu. Mungkin, Sarah Singleton sendiri, mengingat penemuan buku yang terdapat pada bagian prolog ini diceritakan menggunakan perspektif orang pertama. Setelah prolog, tidak ada lagi bagian novel yang menyinggung si "aku" ini.
Buku
yang ditemukan itu berisi sebuah novel yang ditulis seorang bernama
Mercy Galliena Verga pada tahun 1890. Menurut tulisan dalam buku
tersebut, Mercy adalah seorang gadis kurus berwajah murung yang tinggal
di sebuah rumah bernama Century (abad). Mercy tinggal di Century
bersama Trajan Quintus Verga -ayahnya, dan adiknya, Charity, serta
Aurelia -pengurus rumah dan perawat, dan Galatea -seorang pengasuh.
Keluarga ini berasal dari Italia yang pindah ke Inggris untuk sebuah
alasan yang tidak diketahui kedua anak perempuan Keluarga Verga.
Penghuni Century memiliki kehidupan yang berbeda dengan kehidupan
manusia di luar Century. Mereka bangun setelah matahari terbenam dan
tidur saat matahari terbit. Century dan penghuninya senantiasa berada
di hari-hari musim dingin yang sama yang tak berkeputusan.
Mercy
tidak pernah mempertanyakan jenis kehidupan yang mereka jalani saat
itu, hingga suatu hari ia terbangun dan menemukan sekuntum bunga snowdrop
di bantalnya, bunga yang menandai datangnya musim semi. Karena
setahunya bunga ini biasanya tumbuh di kolam di Padang Penyulingan,
maka ia pergi ke sana dan menemukan hantu wanita di bawah es yang
menyelimuti kolam. Mercy memang memiliki kemampuan melihat hantu.
Setelah melihat hantu wanita itu, selanjutnya, di sebuah kapel dekat
Century, Mercy bertemu Claudius yang mengaku masih Keluarga Verga.
Claudius berjanji akan membantu Mercy. Ia mengatakan Mercy masih bisa
melihat Thecla -ibu Mercy, yang setahu Mercy telah meninggal sejak ia
masih kecil.
Keingintahuan
Mercy membuatnya bertekad melakukan petualangan dalam rumahnya
sendiri. Ia ingin menyingkap misteri yang membalut Century, hantu kolam
bernama Marietta, dan kematian ibunya. Seperti ayahnya yang berbakat
menggunakan kata-kata dan telah menulis buku berjudul Century
pada tahun 1790, Mercy juga memiliki bakat menggunakan kata-kata untuk
membangun kembali kenyataan. Sebagai dukungan, Claudius memberikan
kepada Mercy sebuah buku merah dengan tulisan Century yang diembos di
sampulnya. Bakat Mercy yang lain, yaitu bisa melihat menembus dinding
hari-hari, akan membantunya menuntaskan bukunya sendiri. Buku inilah
yang ditemukan si "aku" pada bagian prolog, dan berisi kisah yang
dijabarkan pada halaman-halaman selanjutnya hingga mencapai epilog.
Century
adalah sebuah novel enigmatis yang sangat memikat. Sejak awal pembaca
sudah disuguhi teka-teki yang mengundang untuk terus digali jawabannya.
Perkenalan Mercy dengan hantu pada awal cerita mungkin akan membuat
pembaca mengira novel ini novel horor dengan adegan-adegan yang
mencekam. Jangan salah, novel ini sama sekali bukan novel horor meski
mengandung adegan-adegan yang juga mencekam. Gramedia Pustaka Utama
melabeli novel ini sebagai novel fantasi. Ketika mengikuti sepak
terjang Mercy dan semua yang ditulisnya, memang akan terkesan jika
novel ini sebagai novel fantasi biasa, dengan hal-hal fantastis yang
menjadi elemen novel jenis ini. Tapi begitu menamatkannya, pembaca juga
akan tahu bahwa Century bukan jenis novel fantasi seperti itu.
"Jangan segera percaya yang Anda baca",
mungkin bisa dijadikan peringatan ketika Anda berniat membaca buku
ini. Dan, bagi pembaca yang memiliki kebiasaan menengok ending sebelum menuntaskan bacaannya –mungkin saking penasarannya, percuma. Ending
yang disuguhkan sama sekali bukan merupakan kunci untuk mendapatkan
pesona novel ini. Kunci utama novel ini berada pada bab sebelum Mercy
Galliena Verga mengelaborasi ending seperti yang ia inginkan. Meskipun begitu, ending yang akan ditemui pembaca sama sekali tidak akan mengurangi kenikmatan membaca novel ini.
Novel Century ini sedikit mengingatkan saya pada novel Pintu Terlarang
karya Sekar Ayu Asmara. Tentu saja bukan pada ceritanya, atau
karakter-karakter yang ada, tapi dari sudut pandang karakter mana
cerita digulirkan. Memang, Sarah Singleton tidak menguraikan secara
panjang lebar apa yang sesungguhnya terjadi, tapi dari percakapan
Trajan dan Galatea (hlm. 214 -216), pembaca akan menyadari kepiawaian
Sarah Singleton mempermainkan pikiran. Bagian ini pasti akan membuat
pembaca terperangah -dengan catatan bagian ini dicapai setelah
mengikuti kisah dari awal. Sebuah pemutarbalikan cantik yang membuat
novel ini terasa sayang untuk dilewatkan.
Dengan
pengungkapan Sarah Singleton ihwal 'apa' sesungguhnya cerita yang
diuraikan Mercy, rasanya selain Mercy sendiri, karakter lainnya menjadi
tidak terlalu penting untuk dibahas, meski awalnya telah menggugah
rasa penasaran. Yang paling menarik, tentu saja, plot yang dirancang
Sarah Singleton. Sungguh tak terduga, sehingga percuma untuk
menebak-nebak.
Jika Anda penasaran, sebaiknya Anda membaca buku satu ini.
0 comments:
Post a Comment