Judul Buku: The Lovely Bones (Tulang-tulang yang Cantik)
Penulis: Alice Sebold (2002)
Penerjemah: Gita Yuliani K
Penyunting: Lanny Murtihardjana
Tebal: 440 hlm; 13,5 X 20 cm
Terbit: Cetakan 1, Juni 2008
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Penulis: Alice Sebold (2002)
Penerjemah: Gita Yuliani K
Penyunting: Lanny Murtihardjana
Tebal: 440 hlm; 13,5 X 20 cm
Terbit: Cetakan 1, Juni 2008
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Sebuah Narasi Dari Alam Baka
Bagi seorang perempuan yang pernah diperkosa, pemerkosaan yang dialaminya tidak akan mungkin terlupakan seumur hidup. Pada usia 18 tahun, ketika baru tinggal di Syracuse untuk kuliah, Alice Sebold, penulis Amerika kelahiran Madison (Wisconsin) 6 September 1963, menjadi korban pemerkosaan.
Tahun 1999, terbit buku pertama karya Sebold, sebuah memoar yang diberi judul Lucky. Dalam
memoar ini, Sebold mengungkapkan pemerkosaan yang dialaminya. Tetapi
belum cukup hanya membeberkan kasus pemerkosaan yang ia alami, Sebold
memutuskan menulis novel di mana tokoh utamanya, seorang perempuan,
menjadi korban pemerkosaan. Dan bukan hanya pemerkosaan, tokoh itu
dibunuh dan dimutilasi.
The Lovely Bones,
demikian judul novel debutan Sebold. Terbit pertama kali tahun 2002,
novel ini telah terjual lebih dari 4 juta kopi. Bahkan, novel ini telah
diadaptasi ke dalam film berjudul sama yang dijadwalkan beredar tahun
2009. Dengan novel ini, Sebold berhasil memenangkan Book of the Year Award untuk fiksi dewasa dari American Booksellers Asssociation tahun 2003 dan Bram Stoker Award untuk Novel Perdana tahun 2002.
Pada
tanggal 6 Desember 1973, di Norristown (Pennsylvania, Philadelphia),
Susie Salmon, 14 tahun, dalam perjalanan pulang dari sekolah menuju
rumahnya. Ia mengambil jalan pintas dengan melintasi kebun jagung dan
bertemu dengan tetangganya, George Harvey, lelaki kurang pergaulan yang
bekerja sebagai pembuat rumah boneka. Susie tidak menyangka ia sedang
berhadapan dengan seorang pembunuh berantai yang telah membunuh banyak
anak perempuan dan seorang perempuan dewasa. Susie diperkosa, dibunuh,
dimutilasi, kemudian jasadnya dibuang ke dalam lubang pembuangan yang
berhubungan dengan sungai bawah tanah.
Keluarga
Salmon tidak tahu Susie telah tewas hingga siku lengan Susie ditemukan
seekor anjing. Sayangnya, jasad Susie seutuhnya tidak ditemukan.
Tidak
ada yang mencurigai Harvey, tidak ada bukti yang mengarah kepadanya.
Apalagi, setelah Susie dipastikan mati, Harvey dengan berlagak tidak
mengenal Susie, sok bersimpati pada keluarga Salmon.
Dari
akhirat, tempat tinggal Susie yang baru, ia melihat Harvey dengan
geram. Namun, tidak ada yang bisa ia lakukan. Ia hanya bisa melihat
kehidupan orang-orang di Bumi, kehidupan orang-orang yang pernah
bersentuhan dengan hidupnya sebelumnya.
Sambil
mengamati kehidupan, menyentuh pikiran dan perasaan anggota
keluarganya, teman-temannya, dan si pembunuh, Susie menyadari jika kasus
pembunuhannya tidak akan bisa dipecahkan. Bahkan ketika waktu demi
waktu berlalu dan bersama-sama keluarganya terluka dan tidak bisa
melupakannya. Sempat suatu saat kecurigaan Jack Salmon, ayah Susie,
mengarah kepada Harvey. Hanya, tidak ada bukti untuk membenarkan
kecurigaannya. Bahkan, ia dianggap sakit karena bertindak gegabah.
Hampir
setahun berlalu, Harvey tetap hidup dengan nyaman sebagai tetangga
keluarga Salmon. Meski tidak dapat berbuat apa-apa, kecurigaan Jack
kepada Harvey tidak pernah melayu. Lindsey, adik Susie, mencoba
menyusup ke dalam rumah Havey. Dan ketika tahu dirinya sudah dicurigai,
Harvey meninggalkan rumahnya, meninggalkan Norristown.
Dari
alam baka Susie mengetahui siapa sebenarnya George Harvey. Ia bisa
melihat kehidupan masa lalu laki-laki ini dan siapa saja yang telah
menjadi korban perbuatannya. Ia juga melihat, waktu berlalu, dan
keluarga orangtuanya berangsur berantakan. Ibunya, Abigail, terlibat
perselingkuhan dengan detektif yang menangani kasus pembunuhannya,
kemudian dengan frustrasi memutuskan meninggalkan keluarganya.
Ketika
Susie mati, impiannya hancur. Dia tidak bisa melanjutkan sekolah di
tempat yang dia ingini, dia juga tidak bisa merasakan cinta yang
ditawari Ray Singh. Tetapi ada satu orang yang menyadari kehadiran
rohnya, seorang yang diserempet Susie ketika meninggalkan Bumi menuju
akhirat. Ruth Connors, yang tekun menulis visi tentang kematian yang
dilihatnya. Dan hanya Ruth-lah, tubuh Ruth-lah, yang bisa menolong
Susie mewujudkan satu impian Susie yang tidak sempat terwujud dalam
hidupnya di Bumi.
Hingga
akhirnya, seiring dengan berjalannya waktu, Susie lalu menyaksikan,
keluarganya, meski tetap tidak bisa melupakannya, berhasil merangkai
kembali hubungan, di antara mereka. "Inilah
tulang-tulang cantik yang bertumbuh selama ketidakhadiranku: hubungan
–yang terkadang lemah, terkadang dibuat dengan pengorbanan besar tetapi
sering hebat sekali- yang terjadi sejak kepergianku. Aku mulai melihat
segalanya dari sisi yang membuatku menggenggam dunia tanpa kehadiranku.
Peristiwa-peristiwa yang ditempa melalui kematianku hanyalah
tulang-tulang sebuah tubuh yang suatu hari nanti akan menjadi utuh
kembali. Harga yang mulai kulihat sebagai tubuh yang ajaib ini adalah
kehidupanku. (hlm. 421).
Lalu,
apakah Susie bisa mendapatkan keadilan untuk apa yang telah George
Harvey lakukan pada dirinya? Jawabannya berhubungan dengan sebuah
permainan lama di alam baka, cara melakukan pembunuhan
sempurna. Susie telah memutuskan, memilih untaian tetesan air membeku
sebagai senjata untuk pembunuhan yang sempurna, senjata yang bisa
mencair hingga habis.
Isi
novel yang diedisi-indonesiakan oleh Penerbit Gramedia Pustaka Utama
ini dituturkan oleh Susie Salmon. Ketika cerita dimulai, Susie sudah
mati dan berada di akhirat. Layaknya roh penasaran, Susie rindu
bergentayangan di Bumi, menyesali kematian yang tidak ia inginkan,
cintanya yang belum sempat mekar, dan si pembunuh yang lolos dari jerat
hukum. Pembaca akan digiring untuk merasakan ketidakberdayan Susie,
bagaimana Susie ingin memberitahukan siapa pembunuh dan di mana
jasadnya dibuang, tetapi tidak mampu melakukannya. Juga bagaimana
perasaan Susie ketika melihat keluarganya tidak bisa menanggung duka
karena kehilangannya dan berujung pada berantakannya perkawinan
orangtuanya. Padahal, ia tahu, dengan mengetahui apa yang sebenarnya
terjadi, dengan ditemukannya jasadnya, barangkali keluarganya akan
bersatu mengumpulkan kekuatan mengatasi kesedihan.
Membaca kisah Susie membuat saya teringat pada film fenomenal berjudul Ghost
yang dibintangi Patrick Swayze dan Demi Moore. Tentu saja posisi
keberadaan si roh dalam novel ini dan film Ghost berbeda. Susie, dalam
novel, sudah berada di akhirat, tetapi Patrick Swayze dalam Ghost
masih gentayangan di dunia. Tetapi membaca perasaan dan pikiran Susie,
bagi saya, tidak jauh berbeda dengan menyaksikan betapa tidak mampunya
Swayze mengatakan pada kekasihnya siapa pembunuhnya –yang sama-sama
mereka kenal, betapa sedih dirinya melihat kedukaan yang terus
menggelayuti hati kekasihnya, dan betapa rindunya dia menyentuh bahkan
memeluknya seperti ketika mereka masih bersama.
Karena
Susie menyampaikan narasinya dari akhirat, maka Sebold menciptakan
akhirat versinya sendiri. Olehnya, akhirat menjadi tempat yang cukup
menarik, dengan rumah bertingkat sebagai tempat tinggal, gedung SMA,
toko es krim yang selalu menyediakan jenis es krim yang kauinginkan,
surat kabar yang memuat kehidupan para penghuninya, dan gazebo tempat
Susie bisa mengamati kehidupan di Bumi. Akhirat versi Sebold juga
menyediakan seorang pembimbing dan teman sekamar untuk anggota baru.
Dari
akhirat versi Sebold inilah Susie berkisah dalam kurun waktu hingga 10
tahun lebih setelah kematiannya, tidak hanya menggunakan alur maju,
sesekali Susie menggunakan kilas balik, untuk melihat dan menceritakan
kenangan-kenangan yang pernah ia alami sebelum kematiannya. Karenanya,
kisah tragis Susie yang lumayan mencekam dengan bersitan sedikit
ketegangan akan terasa mengalir dengan gemulai, terus-menerus membuat
pembaca bertanya bagaimana penulisnya memilih akhir yang layak bagi
Susie. Yang sudah pasti, Susie tidak akan dikembalikan ke Bumi dari
Alam Baka.
Ketika
Susie masih kecil, Jack Salmon suka mendudukkan Susie di pangkuannya,
lalu mengamati bola kaca berisi air dan salju-saljuan. Di dalamnya
terdapat seekor pinguin, sendirian, dan membuat Susie khawatir. Ketika
Susie memberitahukan kekhawatirannya kepada ayahnya, Jack Salmon
berkata, "Jangan cemas, Susie; hidupnya nyaman di sana. Ia terjebak dalam dunia yang sempurna."
(hlm. 7). Pada akhirnya, pembaca bisa memahami, Susie menerima
takdirnya dengan hati lapang. Ia bisa hidup nyaman di Surga dan seperti
pinguin dalam bola kaca, ia, pasti, berada dalam dunia yang sempurna.
2 comments:
Misiii, mau nawarin novel the lovely bones ini, jika ada yang minat, silahkan kunjungi kami di www.aksiku.com - toko buku bekas online.
Novelnya ada dilink ini: http://www.aksiku.com/2014/03/jual-novel-lovely-bones-tulang-tulang.html
Trims Min.
Barusan nonton di HBO.
Tegang bangetttttt
Post a Comment