Judul Buku: Pintu Terlarang
Penulis: Sekar Ayu Asmara
Penulis: Sekar Ayu Asmara
Tebal: 241 halaman
Cetakan: 1, Mei 2004
Penerbit: PT. Andal Krida Nusantara
“Anak adalah kuncup yang hanya akan mekar mewangi dengan siraman kasih sayang", demikian pernyataan Sekar Ayu Asmara dalam novel dewasa pertamanya, Pintu Terlarang. Pernyataan yang sungguh benar, karena pada masa anak-anaklah karakter manusia dibentuk yang kemudian mengejawantah dalam diri pribadi dewasa. Realitas membuktikan kuncup itu terkadang tidak mekar mewangi, tapi melayu karena ulah orangtua. Banyak anak-anak menjadi korban penganiayaan orangtua mereka sendiri. Dan di antaranya, banyak pula yang tidak bisa mengatasi efek yang ditimbulkan. Kalau tidak tewas lantaran tubuh tidak cukup kebal, menjadi gila gara-gara hancurnya mekanisme pertahan diri.
Penerbit: PT. Andal Krida Nusantara
“Anak adalah kuncup yang hanya akan mekar mewangi dengan siraman kasih sayang", demikian pernyataan Sekar Ayu Asmara dalam novel dewasa pertamanya, Pintu Terlarang. Pernyataan yang sungguh benar, karena pada masa anak-anaklah karakter manusia dibentuk yang kemudian mengejawantah dalam diri pribadi dewasa. Realitas membuktikan kuncup itu terkadang tidak mekar mewangi, tapi melayu karena ulah orangtua. Banyak anak-anak menjadi korban penganiayaan orangtua mereka sendiri. Dan di antaranya, banyak pula yang tidak bisa mengatasi efek yang ditimbulkan. Kalau tidak tewas lantaran tubuh tidak cukup kebal, menjadi gila gara-gara hancurnya mekanisme pertahan diri.
Adalah
Pusparanti, seorang jurnalis sebuah majalah metropolis, menemukan kasus
lelaki gila yang disekap dalam
sel isolasi sebuah rumah sakit jiwa. Lelaki itu masuk rumah sakit jiwa lantaran membunuh kedua orangtuanya. Sudah 18 tahun ia
berada di sana dan
dokter yang menanganinya telah menyimpukan jika ia tidak lagi
berpeluang kembali ke tengah-tengah masyarakat.
Jiwanya sudah sedemikian tercabik akibat siksaan secara fisik dan emosional
yang ia alami. Lelaki itu memang
korban child abuse.
Manakala Ranti
berhasil menggali faktor pemicu kegilaan si pasien, ia menemukan juga
kekerasan terhadap anak dilakukan oleh seseorang yang dekat dengannya.
Kekerasan ini pun bersifat fatalistik.
Sementara
itu, Gambir, seorang seniman patung,
sedang menikmati kesuksesan berkat patung-patung perempuan hamil. Talyda, istrinya
yang cantik dan perfeksionis, berperan besar dalam usahanya menghasilkan koleksi
nan mahal itu. Kegeniusan Talydalah yang membuat Gambir bisa menghasilkan
patung-patung yang terlihat hidup.
Gambir dan Talyda belum mempunyai anak. Talyda pernah hamil, tapi
mengalami keguguran. Belakangan ketahuan kalau Talyda memang tidak ingin
melahirkan anak Gambir. Di belakang Gambir, Talyda melakukan rangkaian
perselingkuhan, termasuk dengan para lelaki yang dikenal Gambir. Perselingkuhan
itu dilakukan Talyda agar ia bisa hamil dan melahirkan anak yang bukan darah
daging Gambir. Menik Sasongko, ibu Gambir yang selalu meremehkan pilihan
hidup Gambir sebagai seniman, diam-diam menjadi dalang di balik tindakan Talyda.
Begitu mengendus perselingkuhan
Talyda, amarah Gambir terpicu. Kemarahannya tidak terkendali lagi dan ia
memutuskan melakukan pembalasan. Sebuah acara perjamuan malam Tahun Baru yang
diselenggarakan Talyda atas inisiatif Menik Sasongko dipilih Gambir sebagai
momen pembalasan. Siapapun tidak bisa melecehkan dan mengkhianatinya. Lebih
daripada itu, Gambir memutuskan membuka pintu terlarang yang selama ini dijaga ketat oleh Talyda supaya tidak dibuka.
Awal
perkenalan saya dengan nama Sekar Ayu Asmara adalah saat ia menjadi penulis
lirik lagu yang antara lain dinyanyikan Fariz RM. Lama tidak terdengar, mendadak namanya muncul sebagai salah satu produser film Ca Bau Kan (2001). Kiprahnya dalam dunia film itu dilanjutkan dengan menjadi sutradara, produser, dan penulis skenario film
Biola Tak Berdawai (2003). Dari informasi tentang
Sekar (Pintu Terlarang: Akur,
2004), saya baru tahu jika ia telah menulis buku anak-anak berjudul Onde-onde dan Misteri Es Krim Yang Hilang. Menyusul Pintu Terlarang, Sekar yang
akan kita kenal sebagai sutradara film Belahan Jiwa (2005) dan Pesan dari Surga (2006) telah menerbitkan novel Kembar Keempat (Akur, 2005). Pintu Terlarang telah diekranisasi oleh Joko Anwar dan beredar pada Januari 2009. Fachri Albar berperan sebagai Gambir dan Marsha Timothy sebagai Talyda.
Sekar menggulirkan kisahnya menggunakan tiga perspektif. Pertama,
dari perspektif Ranti (orang pertama) yang menceritakan investigasinya terkait seorang lelaki gila yang terkurung dalam sel
isolasi. Kedua, dari perspektif si lelaki gila (orang
pertama) yang mengurai kehidupan mengenaskan
yang dialaminya. Cerita si lelaki gila ini dicetak miring, kecuali bagian
pamungkas (bab 38). Ketiga,
kisah Gambir dan Talyda, diceritakan dari sudut pandang orang ketiga. Mencapai
penghujung novel, ketiga cerita ini akan berkelindan menghasilkan twist yang menggetarkan.
Novel ini menegaskan kualitas Sekar sebagai pengarang brilian yang mampu mengaduk-aduk emosi dan pikiran pembaca. Hal serupa ditampakkannya dalam film Belahan Jiwa yang
skenarionya ia tulis sendiri. Belahan
Jiwa mengisahkan
persahabatan empat perempuan yang terlibat asmara dengan seorang lelaki yang sama.
Kisah dalam film ini diakhiri dengan sebuah twist
ending yang tidak terlupakan. Efek
yang ditimbulkan membaca Pintu Terlarang hampir sama dengan efek yang
dihasilkan menonton Belahan Jiwa. Kita harus menyimak tuntas kisahnya sebelum pemahaman terbentuk di
dalam benak. Dengan gesit, Sekar berhasil mengggiring drama psikologis menjadi thriller yang mengguncang.
Satu
yang mengganggu kenikmatan membaca adalah kegemaran Sekar membuka
sejumlah adegan terkait Talyda yang perfeksionis dengan repetisi
kalimat bergaya puitis mengenai “Kesempurnaan”.
Tapi, yang terpenting di sini adalah lewat novel ini dengan tegas Sekar mengingatkan pembaca soal perilaku mendidik dan memperlakukan
anak-anak yang tidak benar. Anak-anak, meskipun mungkin kelahirannya tidak diinginkan, tetap
insan yang tidak berdosa. Tidak benar mendorong
anak-anak yang tidak berdosa ke dalam pemahaman bahwa sebenarnya ia tidak layak
dilahirkan ke dunia. Kekecewaan
hidup yang dialami orangtua tidak patut dilampiaskan kepada anak-anak.
Anak-anak berhak atas kehidupan yang dibangun dari proteksi orangtua. Lelaki gila dalam
novel ini dipaksa dengan kekerasan untuk mendakwa diri sebagai 'anak nakal' dan 'pembawa sial'. Karena itu, ia patut mendapatkan hukuman
sekalipun jiwanya harus mampus. Saya
yakin, seperti saya ketika membaca novel ini, Anda akan merasa tertusuk selama membaca.
4 comments:
baru nonton pelmnya doang, belon sempet baca bukunya. gak ngerti blass hubungan Gambir sama si anak yang ada di RSJ itu. haha
Gambir itu imajinasi si korban child abuse yg di RSJ.
terus "pintu terlarang" itu sebenernya apa sih?
Pintu terlarang.... adalah........ #spoiler
Post a Comment