Judul Buku: The Medici Dagger
Penulis: Cameron West
Penerjemah: Richard Haryoseputro
Tebal: 408 hlm; 18 cm
Cetakan: 1, Maret 2007
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Leonardo da Vinci (1452-1519) yang bernama lengkap Leonardo di ser Piero da Vinci adalah salah satu tokoh renaisans terkenal. Seorang manusia mumpuni yang pernah hidup; kombinasi ahli matematika, insinyur, ahli anatomi, pemahat, arsitek, musisi, penulis, dan pelukis dalam satu tubuh. Kehidupan dan hasil karyanya telah menjadi sumber inspirasi untuk penulisan banyak buku, fiksi dan nonfiksi. The Da Vinci Legacy (Lewis Perdue), The Da Vinci Code (Dan Brown) dan The Secret Supper (Javier Sierra) adalah contoh karya fiksi yang menjadikan dirinya sebagai ruh cerita.
Sebelum merebaknya popularitas The Da Vinci Code dan The Secret Supper, pada tahun 2001, telah terbit buku The Medici Dagger (Belati Medici)
yang juga membawa-bawa nama sang empu. Buku ini adalah novel debut
Cameron West, seorang doktor dalam bidang psikologi yang namanya meroket
berkat memoarnya yang bertajuk First Person Plural: My Life as a Multiple.
Sebagai pengantar novel, disebutkan satu kalimat yang konon pernah dicetuskan oleh Leonardo da Vinci, setiap rintangan menghasilkan usaha.
Kalimat inilah yang menjadi penggerak kegigihan perjuangan seorang
lelaki muda bernama Rollo Eberhart Barnett, Jr., atau Reb, si karakter
utama novel.
Dikisahkan
bahwa suatu malam di bulan Agustus 1491, Leonardo sukses menciptakan
sebuah belati atas perintah Lorenzo de Medici (Il Magnifico). Belati itu
dibuat dari campuran logam yang jika sudah dicetak menjadi materi
seringan udara; tidak bisa dicairkan atau dirusakkan. Saat itu Leonardo
sadar, penemuannya bisa dimanfaatkan untuk tindak kejahatan. "Dunia belum siap menerima materi yang dapat dicetak menjadi senjata maut yang tidak bisa rusak",
tulisnya dalam Codex Arundel yang ditemukan tahun 1608. Belati tersebut
tidak diberikan pada Lorenzo de Medici. Leonardo menyembunyikannya,
dengan harapan, di masa depan, ada yang akan menemukan dan
menggunakannya untuk tujuan mulia. Sebagai pedoman untuk menemukan
belati itu, Leonardo membuat catatan dengan pesan bersandi berupa gambar
yang disebut Lingkaran-lingkaran Kebenaran.
Pada
tahun 1980, satu halaman dari catatan Leonardo ditemukan di Amboise,
Prancis dan diperkirakan memuat Lingkaran-lingkaran Kebenaran. Seorang
kurator seni renaisans di National Gallery of Arts, Washington, D. C.,
mengirim Henry Greer untuk mengambil catatan tersebut. Sayangnya,
dikabarkan pesawat pribadi yang membawa sang kurir, jatuh di Lautan
Atlantik. Sang kurir dinyatakan tewas, dan halaman dari catatan Leonardo
hilang. Setelah itu, rumah keluarga sang kurator terbakar. Hanya Reb,
anaknya yang berusia 11 tahun, yang selamat.
Dua
puluh tahun kemudian, Reb, telah lulus Berkeley sebagai sarjana dalam
sejarah seni dan tinggal di Malibu. Ia tidak bekerja di bidang yang
sesuai dengan spesialisasinya, tapi menjadi stuntman
adegan-adegan berbahaya bagi aktor Hollywood. Kehidupan yang ia jalani
menyebabkan Reb tidak bisa membina hubungan jangka panjang dengan
perempuan. Apalagi, ia memiliki obsesi pada gadis dalam lukisan potret
Leonardo da Vinci yang bernama Ginevra de' Benci.
Suatu
hari, catatan yang diduga sebagai duplikat dari Lingkaran-lingkaran
Kebenaran ditemukan oleh seorang pemilik toko buku kuno di Venesia,
Italia. Fausto Arrezione, si pemilik toko buku, kemudian tewas ketika
tokonya terbakar. Diketahui, sebelumnya Fausto telah menghubungi seorang
yang bekerja di Gallerie dell' Accademia, sebuah museum dan sekolah
seni ternama.
Di
Malibu, Reb menerima telepon dari seorang yang mengaku mengenal ayahnya
dan tahu ihwal kebakaran rumahnya tahun 1980. Lelaki yang dikenal Reb
sebagai Harvey Grant meminta Reb untuk bertemu di Denver. Ketika
bertemu, Reb dikejutkan dengan pengakuan Harvey Grant bahwa sesungguhnya
ia adalah Henry Greer, sang kurir yang telah dinyatakan tewas 20 tahun
silam. Henry Greer kembali mengambangkan masa lalu Reb ke permukaan dan
mengingatkan Reb bahwa ada yang harus ia lakukan: mencari pembunuh orang
tuanya dan menuntaskan dendam yang selama ini terkubur. Caranya, ia
harus menemukan Belati Medici.
Dari
sinilah cerita berkembang menciptakan jembatan antar 2 benua, Amerika
dan Eropa, dalam perjalanan Reb untuk menemukan Belati Medici sekaligus
menyingkap wajah pembunuh kedua orang tuanya. Dalam perjalanan itu, ia
bertemu seorang gadis bernama Antonia Ginevra Gianelli yang kemudian
disapanya dengan nama Ginny. Seorang doktor cantik yang mengingatkannya
pada Ginevra de' Benci. Bersama Ginny, ia berjuang memecahkan teka-teki
Lingkaran-lingkaran Kebenaran yang membuat ia harus berpapasan dengan
berbagai karakter yang ternyata tidak semuanya menunjukkan paras
aslinya.
Situasi
panas yang berkembang kemudian membuat perjalanan Reb tidak lagi
sekadar perjalanan pencarian Belati Medici dan pengungkapan kedok
pembunuh orang tuanya. Perjalanan ini telah berkembang menjadi
perjuangan cinta yang hadir dalam tempo tidak lebih dari 1 minggu.
Perjuangan menyelamatkan Ginny yang telah membukakan mata Reb pada
hakikat perjalanan hidupnya sendiri. Seperti yang dituturkan Ginny:
"Pada
malam bulan Juli 1980 itu, kaulepaskan pegangan pada kerangka jendela
itu, tapi kau tidak pernah mencapai tanah. Kau melayang-layang dalam
orbit daya tarik masa lalumu, terlalu takut untuk masuk kembali ke
atmosfermu. Tapi dengarkan, Reb. Perjalanan ini telah memaksamu turun.
Lingkaran-lingkaran Kebenaran –itulah kebenaranmu. Kaulah si musafir.
Jalan kedua puluh lingkaran itu adalah jalanmu. Ke mana pun jalan itu
mengarah menurut maksud Leonardo, jalan itu telah membawamu kepadaku dan
membawamu kembali kepada dirimu sendiri. Aku tidak tahu mengapa, tapi
akulah Ginny-mu, bumi bagimu." (hlm. 233 – 234).
Dan benar, perjalanan itu menggiring Reb kembali kepada dirinya sendiri, seperti yang ia akui bahwa, "Sesuatu yang luar biasa sedang terjadi – kainku yang sobek sedang disulam kembali, benang demi benang" (hlm. 348).
Pertanyaannya,
mengapa Belati Medici itu menjadi penting dan menyebabkan beberapa
oknum harus mati karenanya? Penjelasan yang ditulis oleh Leonardo dalam
buku ini tidak akan cukup memberikan pemahaman. Pembaca harus 'meniti
mata belati antara ketegangan dan teror' yang diciptakan Cameron West
untuk memahami sepenuhnya betapa berbahaya sesungguhnya jika belati itu
jatuh ke tangan orang yang tidak tepat.
Adegan
pembakaran rumah yang dilakukan oleh karakter antagonis awalnya mungkin
akan menimbulkan tanya. Mengapa hal ini harus dilakukan? Hampir
sepanjang novel saya menganggap adegan pembakaran rumah ini tidak
diperlukan. Tapi, menjelang novel berakhir, saya ternyata menemukan
jawaban atas pertanyaan saya (hlm. 391 -392).
Satu hal yang agak aneh adalah pekerjaan Reb sebagai stuntman Holywood. Sebagai stuntman,
Reb memang otomatis menjadi orang yang tepat untuk terlibat dalam
adegan-adegan seru dan berbahaya yang tersebar dalam plot novel. Sangat
wajar, tak diragukan. Jika ia misalnya bekerja di museum sebagai
kurator, akan terkesan janggal bila ia tampil begitu tangguh di medan
pertarungan sarat kekerasan, taburan peluru, dan simbahan darah. Hal ini
memberikan penjelasan logis untuk aksi Reb. Tapi Reb yang takut
ketinggian –yang mungkin berakar dari trauma Juli 1980, menjadi stuntman?
Inilah yang aneh, sekalipun Cameron West tak lupa menyisipkan adegan
Reb muntah secara sembunyi-sembunyi setelah melakukan satu adegan yang
sangat riskan.
Secara
keseluruhan karya Cameron West yang menggunakan Reb sebagai narator ini
bisa disebut sebagai karya yang lengkap. Di sini pembaca akan bersua
dengan berbagai adegan yang biasanya terserak dalam berbagai novel. Ada
intrik, petualangan mendebarkan dengan adegan baku hantam dan baku
tembak yang sarat ketegangan, ada drama kasih sayang antar manusia, dan
ada juga drama cinta antara sepasang kekasih. Semuanya ditenun dalam
plot yang bergerak cepat dan berkelok-kelok pada tikungan-tikungan
tajam. Cameron West jelas bukan penulis yang tertarik pada gaya
tarik-ulur yang membuat cerita merentang panjang tertatih-tatih.
Pengungkapannya lugas, dialog-dialognya tajam dan enak dibaca, dan
dengan sukses memaksa pembaca untuk bergegas menuntaskan eksplorasi
imajinasinya.
Kecuali
Leonardo da Vinci yang memang pernah hidup, bisa dipastikan seluruh
karakter dalam novel ini adalah karakter fiktif. Sang karakter utama,
Reb, rupanya diciptakan berdasarkan sosok Tom Cruise sebagaimana yang
diungkapkan dalam ucapan terima kasih (hlm. 405). Sedangkan benda yang
menjadi sumber konflik yaitu Belati Medici, agaknya karangan Cameron
West belaka.
0 comments:
Post a Comment