Judul Buku: The Path of Love
Penulis: Ang Tek Khun
Cetakan: 1, Januari 2005
Cetakan: 1, Januari 2005
Penerbit: Kairos Books
Suatu hal yang menggembirakan bagi saya pribadi menemukan karya seorang penulis Kristen yang berkeinginan mengangkat kehidupan Kristen yang seharusnya dalam karya sastra. Dulu pernah mencuat satu nama, yaitu Fridolin Ukur, yang giat dalam menciptakan puisi-puisi bernapaskan Kristen. Puisi-puisinya bisa ditemukan dalam kumpulan puisi Malam Sunyi (1961), Darah dan Peluh (1962), Belas Tercurah (1980), dan Wajah Cinta (2000). Setelah itu, sepertinya belum ada penulis Kristen yang mengikuti langkah almarhum Fridolin Ukur. Tapi sekarang, apa yang pernah dilakukan oleh Fridolin Ukur bisa kita temukan dalam karya Ang Tek Khun, pria kelahiran Donggala yang pada masa kuliah giat menulis cerpen-cerpen remaja di majalah seperti Anita Cemerlang. Upaya yang Khun -demikian sapaannya- lakukan tidak lain adalah wujud dari tekadnya untuk turut berkontribusi dalam menyapa hidup sebanyak mungkin orang melalui buku yang touching heart, sharping mind, dan empowering life. Suatu tekad yang luhur sehingga layak didukung.
Sebelum The Path of Love, Khun juga telah menerbitkan The Wings of Love (CGM, 2003) dan The Touch of Love (Gradien, 2005). Sedangkan kumpulan puisi Khun yang pertama adalah Nyanyian Bukit Karang (1987). Oleh Korrie Layun Rampan, nama Khun dimasukkan dalam buku Leksikon Susastra Indonesia terbitan Balai Pustaka.
Seringkali dengan membaca karya seseorang kita bisa mengetahui karakter di balik karya tersebut. Membaca puisi-puisi dalam kumpulan The Path of Love, kita bisa mengetahui jika Khun, sang penulis, adalah seorang Kristen. Dari karyanya ini juga bisa diketahui jika ia bukan sekadar Kristen. Lewat pemahamannya yang mendalam ihwal kehidupan kristiani, bisa dipastikan jika ia seorang Kristen yang taat. Dan yang terpenting ia memiliki kesadaran yang tinggi sebagai seorang murid di dalam Tuhan.
Sebagai Kristen yang taat, kehidupan, cara ia mengelola kehidupan, bagaimana ia memandang arti kehidupannya sendiri terperi dengan bening dalam untaian kalimat yang dirangkainya dengan indah.
Dengan The Path of Love, Khun bak memberikan cermin kepada pembaca. Ia menggunakan bahasa yang sederhana tapi kuat. Kita tidak akan terhenti begitu saja setelah membaca setiap puisinya. Khun akan senantiasa menyisakan perenungan yang mungkin akan membuat kita gelisah, gembira, kuat, diberkati, terharu, bahkan mungkin meneteskan air mata. Bisa dikatakan, Khun berhasil menyampaikan pesan seperti hasrat yang ia tulis dalam salah satu puisinya:
aku ingin belajar terbang
dengan kata-kata bernas
menyapa setiap mata baca
menyentuh dan meneguhkan
aku ingin belajar terbang
dengan apa saja
hingga sampai pesan-Mu
ke negeri dan pribadi-pribadi jauh
(Belajar Terbang)
menyapa setiap mata baca
menyentuh dan meneguhkan
aku ingin belajar terbang
dengan apa saja
hingga sampai pesan-Mu
ke negeri dan pribadi-pribadi jauh
(Belajar Terbang)
Belajar Kuat ketika lelah. Belajar Tabah ketika tertindas. Belajar Tunduk ketika hidup membawa kita naik. Belajar Teguh ketika jiwa resah, hati rusuh, dan kaki lunglai. Belajar Takut untuk tidak melakukan hal-hal yang melanggar perintah Tuhan. Belajar Bersandar ketika banyak hal terjadi dalam kehidupan dan kita tidak bisa memahaminya. Belajar Berbagi untuk membagi hidup dan memberi makna kepada sesama. Belajar Bicara untuk menghibur dan membangun hidup sesama. Belajar Melihat bukan hanya dengan mata tapi juga dengan sorotan hati. Belajar Bersyukur untuk segala sesuatu yang terjadi dalam hidup, bukan hanya untuk hal yang indah-indah tapi juga untuk perihnya salib. Belajar Jadi Anak, bukan untuk bersikap kekanak-kanakan tapi murni dan polos menanggapi kasih karunia Tuhan. Belajar Terbang untuk menabur pesan Tuhan yang ditaruh di hati kita. Dan juga Belajar Berdoa, sebuah hal yang sesungguhnya gampang tapi mungkin sering dilewatkan.
Indah, bukan?
Bagian ketiga sekaligus bagian terakhir bertajuk Momen-momen Bertumbuh. Seperti yang diungkapkan oleh Mg. Sulistyorini dalam Catatan Penutup, mungkin pertumbuhan yang jujur akan membuat semuanya terasa tak beres, membosankan, melelahkan, bahkan menyakitkan. Itulah sebabnya pertumbuhan bisa dikatakan berpotensi melemahkan hati. Tidak jarang pertumbuhan itu terusik, terhenti, bahkan lalu mati. Apa kira-kira yang bisa membuat pertumbuhan berjalan dengan lancar?
Tidak
ada orang yang akan mahir membagi cinta kepada sesama jika belum pernah
merasakan cinta Tuhan. Cinta Tuhan yang diimpartasikan tidak mungkin
hanya mendekam mati dalam diri kita. Cinta Tuhan akan menjadikan kita
pribadi yang peduli sesama, sehingga kita mestinya tergugah dengan gerak
manis ini:
ajar aku berdoa
ajar aku berdoa ya, Tuhan
bersimpuh mencari lutut-Mu
meraih jemari-Mu untuk kukecup
Indah, bukan?
Bagian ketiga sekaligus bagian terakhir bertajuk Momen-momen Bertumbuh. Seperti yang diungkapkan oleh Mg. Sulistyorini dalam Catatan Penutup, mungkin pertumbuhan yang jujur akan membuat semuanya terasa tak beres, membosankan, melelahkan, bahkan menyakitkan. Itulah sebabnya pertumbuhan bisa dikatakan berpotensi melemahkan hati. Tidak jarang pertumbuhan itu terusik, terhenti, bahkan lalu mati. Apa kira-kira yang bisa membuat pertumbuhan berjalan dengan lancar?
kulihat jejak-jejak cinta
bertebaran panjang
dan mekar di mana-mana
menuntun mataku agar tak lari
untuk dapat melihat warna hati-Mu
(The Path of Love)
Cinta
Tuhan. Tidak lain. Itulah yang akan membuat manusia bertahan dalam
pertumbuhan, apa pun yang terjadi. Cinta Tuhan akan selalu membuat hati
kita bergairah pada-Nya, membuat kita mengasihi-Nya dengan segenap hati (I'm in Love), membuat kita ingin selalu menyenangkan hati-Nya, menyembah, dan memuji-Nya (Kalau Aku Bisa Menyanyi).
Sebaliknya cinta pada Tuhan akan membuat kita memandang Tuhan layaknya
kekasih kita. Hal ini ditorehkan Khun dengan manis dan mesra dalam Setangkai Mawar Valentin Buat-Mu.
ingin kuletakkan
di jemari lembut-Mu
setangkai mawar merah
karena dengan itu
kukirimkan isyarat
hanya Kau valentinku
di bulan kasih sayang ini
...............................
ingin kubisikkan cinta
dengan wangi mawar segar
karena hati kita kian dekat
bertaut dirajut momen
dan bahasa tak mampu lagi
mengutarakan getaran kasih
yang Kau kirimkan padaku
.................................
lalu ingin kuteriakkan
pada dunia yang derita
dan siapa pun yang lintas
bahwa jamahan-Mu
telah jadikan hatiku
merah jambu
berbinar tiada henti
langit teduh
kulayangkan senyum termanis
pada embun pagi
air mata semalam
telah kering
saat aku tersungkur
belajar syafaat
menangisi sobat-sobatku
yang bermain di luar keselamatan
(Was It Morning Like This)
Selain puisi-puisi yang telah disebutkan, dalam Momen-momen Bertumbuh Khun juga akan menguatkan kita menghadapi proses pertumbuhan. Simak Menanam Cinta, Langit yang Bercerita, Jangan Tanyakan, Berjalan ke Depan, dan Datang dan Pergi.
Dan
di atas semuanya, cinta Tuhan yang telah turun ke dunia, mengosongkan
diri, dan menjadi setara dengan manusia dapat dipastikan akan selalu
membuat kita tegar menjalani proses pertumbuhan; dengan kasih mula-mula
yang terus berkobar. Apa yang telah dilakukan Kristus untuk manusia
didedahkan dengan indah oleh Khun. Selain Jalan Panjang ke Bukit Itu, juga ada Karena Salib, Karena Darah.
Tak kalah indah, tak kalah menyentuh, tak kalah mengharukan, yang
membuat hati saya seakan meledak dan air mata mengambang adalah Lelaki yang Menatah Hidupku,
puisi yang mengungkapkan isi hati seorang manusia yang berasal dari
kehidupan tanpa makna, ditemukan Tuhan, dan menjadi berbeda karena kasih
karunia.
2 comments:
Indah dan menyentuh puisinya...
Sangat indah.., - siscabun
Post a Comment